•••
Shafa tengah berjalan riang di jalan setapak tepi lapangan sekolah. Hari ini ia bertemu banyak temannya di sepanjang kakinya melangkah. Cuaca hatinya sedang sangat baik pagi ini. Entah mengapa dirinya sangat ingin menyapa setiap orang di sekolahnya, tanpa tahu untuk apa dan karena apa.
"Hey, Mrs. Clay!" sapanya pada Mrs. Clay di depan ruang guru. Mrs. Clay hanya tersenyum sembari melambaikan tangannya ke arah Shafa.
'Bruk'
Huh.. Shafa memutar matanya malas kepada seseorang yang barusan menyenggolnya. Kacamatanya hampir jatuh karena senggolan itu. Iya, kali ini Shafa memilih untuk memakai kacamatanya dari rumah, maksudnya agar ia tidak perlu menyipitkan matanya untuk melihat sesuatu yang jauh. Apabila mungkin.
Tanpa perlu menyipitkan matanya lagi, Shafa mengenal orang yang menabraknya, itu pun kalau tidak salah. Iya. Shafa yakin, itu orangnya, orang yang sama dengan yang pernah menyapanya di perpustakaan kemarin pagi, dan juga meneleponnya semalam. Tapi, sejauh ini, Shafa tidak pernah tahu namanya.
"Uh you!?" Shafa mencoba meneriaki siswa itu. Jarak mereka sudah cukup jauh sekarang. Maka kemungkinan suaranya sampai pada telinga orang itu sangat tipis. Shafa memanyunkan bibirnya.
"Yes I am?!" balas siswa itu setengah berteriak juga. Ah, benar. Dia orangnya.
"What's your name?!"
"Uh what? Lem? Gue gak bawa lem!"
Dia ini tuli apa gimana. Batin Shafa gemas.
"NAME, HANDSOME, NAME. BUKAN LEM" ujar Shafa. Sungguh, keadaan disini sangat riuh, rasanya Shafa ingin sekali menyumpal mulut-mulut orang dengan batu kerikil yang ada di sepanjang tepi jalan setapak ini.
"Sorry?" ujar siswa itu yang tak lain adalah August William. Ia menempelkan satu telapak tangannya di dekat telinga. Maksudnya agar kedengaran lebih jelas.
Shafa geregetan, ia pun membuka tasnya untuk menyobek sehelai kertas dari bagian belakang buku gambarnya, lalu membuka kotak pensilnya dan mengambil sebuah spidol hitam dari dalam. Ia menjadikan tembok sebagai sanggahan, tangannya menari-nari di atas kertas, menuliskan beberapa huruf yang masing-masing memiliki ukuran super besar.
Shafa sudah selesai menuliskan kalimat tersebut. Ia lalu menutup tasnya yang masih terbuka. Sejurus kemudian ia mengangkat kertas tersebut hingga siswa di sana dapat membacanya. William atau yang bisa dipanggil Willy ini mengangguk, ia sudah selesai membaca kata-kata itu.
"IT'S WILLIAM!"
"IF IT IS TOO LONG FOR YOU, JUST CALL ME WILLY, OKAY?!"
Shafa mengangguk. Ia menaruh kembali kertas dan spidolnya ke dalam tas. Oh, William, ya.
•••
Shafa sudah sampai di kelasnya. Bel masuk baru kan berbunyi 25 menit lagi. Ia pun segera meletakkan tas gendongnya di kursi sebelah Gea, seperti hari-hari sebelumnya. Shafa melirik ke arah Gea yang tengah berkutat pada novelnya, novel yang sama dengan yang Gea baca kemarin.
"Lah belum selesai juga?" tanya Shafa sarkastik. Sesekali matanya yang nakal melirik-lirik halaman yang sedang dibaca Gea. Gea melirik tajam, lalu mendengus, "Mau tau aja kau!" timpalnya. Shafa cekikikan sendiri.
"Shaf! Ada yang cariin lo di luar!" pekik seorang siswa kelasnya di dekat pintu kelas, ibu jarinya menunjuk ke arah luar. Shafa mengikuti arah ibu jari itu menuding.
"Ganteng gak?! Kalo nggak Shafa gak mau keluar!" timpal Gea setengah berteriak tiba-tiba. Ia tidak bisa menahan tawanya lagi. Shafa yang hampir berhasil menjawab langsung saja menengok ke arahnya, tatapannya itu seakan bicara pada Gea "G please".
![](https://img.wattpad.com/cover/67687144-288-k710067.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Worst
RomansaTentang bagaimana seorang "Barbie hidup" yang berusaha disingkirkan oleh kehidupan, lewat persahabatannya, keluarganya, cinta, juga hobby-nya.