•••
Shafa sudah selesai menghabiskan bento enak buatan Willy. Sejurus kemudian tangannya terarah pada tas di sisi kanan, ia pun membuka resleting tasnya dan mengambil tissue yang masih tersisa. Dengan sangat lembut, gadis bermata lucu ini menyapu noda-noda di sekitar bibirnya dengan tissue tersebut. Senyumnya mengembang sempurna setelah merasa cukup. Ia pun memutar sedikit tubuhnya, menyerong ke kiri untuk menatap Willy.
"Makasih makanannya ya! lo seakan tau kalo gue belum sarapan!" ujar Shafa sangat bersinar. Willy tersenyum sangat ikhlas, ia senang kalau Shafa senang.
Shafa mengambil nafas dalam, lalu terpejam saat menghembuskannya perlahan. Paginya berjalan indah karena Willy. Willy memang pahlawan. Shafa tersenyum geli sendiri.
"Eh, kenapa?" tanya Willy keheranan. Shafa malah tertawa sampai terbungkuk-bungkuk. Jauh dari yang Shafa kira, Willy kini hampir ingin memeluknya, matanya yang seperti garis saat tertawa sangat lucu di penglihatan Willy, bahkan siapapun.
Shafa sedikit-sedikit menghentikan tawanya. Posisi duduknya pun tegak kembali. Shafa menoleh menatap Willy. "You save my life, Wil." ucapnya, senyumnya manis semanis kembang gula.
"Kalau tadi lo gak ngasih bento, gue mungkin udah jadi orang bodoh garagara gak sarapan" sambung Shafa. Matanya tak lagi menatap ke arah Willy. Willy terdiam sesaat, lalu tertawa renyah setelah itu.
"Lo gak akan jadi bodoh hanya karena gak sarapan sekali, Shaf" ucapnya dengan kekehan kecil.
Shafa berdecak pelan sembari memutar bola matanya. "Gue tau, Willy. Tapi itu mungkin bakal jadi kebiasaan buat gue, dan kalau udah terbiasa gak sarapan volume otak gue bisa berkurang kan?" Shafa tak mau kalah. Ia terus mengeluarkan pengetahuan yang pernah ia baca. Mendengar itu, tangan Willy kembali terangkat, tidak, kali ini dia tidak ingin mengusap puncak kepala Shafa lagi.
Willy mengembalikan tangannya ke tempat asal. "Cewek super pinter kayak lo kok ada ya yang nyia-nyiain?" tanya Willy. Shafa tersentak, menoleh secepatnya dengan mata yang membulat. Dilihatnya kini Willy tengah menatapnya tajam, serta dalam. Shafa menunduk, dia tau? pikir Shafa melayang-layang.
Shafa mendadak gugup dibuatnya. Shafa menyelipkan rambutnya yang menggangu ke belakang telinga. "Ah, ngapain bahas itu, sih. Gimana stand lo? Udah dipasang puingnya? Gue bisa bantu loh" ucap Shafa tanpa titik koma. Matanya berusaha meluluhkan tatapan tajam setajam silet itu. Namun tidak bisa, Willy terus saja mempertahankan tatapan itu.
"Seserius apa cinta lo sama Algy Algy itu?"
August William.... why did you ask that to me??!!
Shafa membuang pandangannya. Perasaannya tak karuan setelah mendengar pertanyaan itu. Oksigen di sekitarnya serasa habis. Shafa ingin mati saja kalau begini, Shafa tidak menemukan jawaban dari pertanyaan itu.
Shafa mendadak bodoh saat ini.
"Seserius apa cinta lo ke Algy?"
Hening. Shafa memejamkan matanya serapat mungkin. Hanya Shafa yang boleh tahu jawaban dari pertanyaan itu.
"Seserius apa, Shaf?" tanya kembali pemuda jangkung dan tampan ini. Shafa tersentak untuk kembali menatap Willy. Masih sama, tatapan itu bahkan bertambah dalam, menohok tajam ke mata Shafa. Shafa menyerah, ia menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Shafa mencoba tersenyum, mulutnya terbuka, "Ya yau-"
"Yang lo tanyain itu buat apa? Lo seneng ya liat Shafa kebingungan?"
Entah bagaimana dan darimana orang itu bisa berada di antara mereka sekarang. Shafa dan Willy sontak menoleh ke balik kursi yang mereka duduki. Keduanya terperangah begitu menyadari kehadiran salah satu teman mereka tersebut. Shafa tertegun dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Worst
RomanceTentang bagaimana seorang "Barbie hidup" yang berusaha disingkirkan oleh kehidupan, lewat persahabatannya, keluarganya, cinta, juga hobby-nya.