3: Back to School!

272 16 14
                                    

•••

      Hari berganti pagi. Semua anggota keluarga sibuk sendiri. Ada yang sedang di dapur untuk menyiapkan sarapan, siapa lagi jika bukan Anisa, si Mama. Tapi Shafa biasa memanggilnya 'ibu', bukan 'mama'. Ada si ceroboh adiknya yang jam segini baru membereskan buku pelajaran, lalu buku pelajaran itu berserakan, dan Shafa juga yang harus membereskannya. Ada adik lelakinya yang masih kecil, kerjaannya menunggu makanan siap, dia yang paling suka makan. Dan Ayah, kemana ayahnya? Ayah Shafa hari ini sedang berada di Bogor. Tidak tahu akan pulang kapan.

Tidak heran tidak aneh. Ini sudah biasa bagi Anisa dan anak-anaknya. Si pria bernama Ghani itu memang jarang sekali ada untuk mereka. Sebagai orang berpendidikan, pekerjaannya sangat baik dan saking baiknya sampai ia rela pergi jauh-jauh dari keluarganya untuk tetap lanjut bekerja.

Setiap orang memiliki masalah keluarga yang berbeda.

"Shafa, ibu kok liat jaket di keranjang cucian, kamu beli jaket baru? Kapan?" tanya Anisa sembari membawa makanan yang baru saja matang ke meja makan. Shafa sedang membantunya menyiapkan piring-piring dan peralatan makan lain.

Shafa terdiam sejenak. Menatap ke arah Anisa tanpa Anisa tahu. Shafa sedikit ngeri mengakui itu jaket milik Ardi. Bukan apa-apa, ia sudah pernah melakukan kesalahan pada Anisa, pacaran diam-diam. Dan nyatanya ia malah disakiti. Shafa sudah berjanji padanya untuk tidak menjadi anak perempuan yang haus rasa cinta seorang lelaki.

Bisakah, itulah yang jadi permasalahan disini.

"Punya temen. Dia pinjemin ke aku soalnya kemarin aku mau pulang tapi gak ada jas hujan."

Selamat sentausa. Akhirnya Shafa tidak berbohong. Ardi temannya juga, dan mungkin saat itu Ardi memang hanya membawa jaket saja. Shafa lega dapat mengucapkannya dengan lancar di saat badannya tiba-tiba saja gemetar.

Anisa menatap putri sulungnya lekat-lekat, ada yang tidak biasa dari Shafa di pagi hari seperti ini. Lagipula, memangnya semiskin apa temannya itu sampai tidak bisa meminjamkan payung saja?

•••

      Algy yang sudah sangat siap menyambut hari Senin berjalan santai menuju dapur. Lalu membuka pintu lemari es, melihat-lihat ke dalam, dan kemudian menutupnya lagi tanpa mengambil apapun dari dalam situ. Ia pun membalikkan badannya dan terkejut begitu mendapatkan Ardi yang sedang berdiri di hadapannya.

Dengan seragam lengkap.

"Anterin gue sekolah ya, Bangs?" Ardi hanya cengar-cengir. Membuat Algy ingin cepat-cepat merukiyah adiknya jika ia tahu dimana tempatnya. "Lo udah mulai masuk hari ini?" tanya Algy. Ardi tersenyum simpul sembari mengangkat sebelah alisnya. Itu kece menurut dirinya.

Dengan langkah gontai, Algy pun meninggalkan Ardi. Lalu mengambil kunci mobil di atas lemari kaca di ruang tamu. "C'mon!"

Ardi tersenyum lebar. "Abang yang baik."

•••

      Shafa dan kedua temannya sedang ketawa-ketiwi di sepanjang koridor gedung utama. Tak sedikit pula siswa-siswi yang menatap mereka. Dan tentunya dengan berbagai macam pandangan. Ada yang ikut menahan tawanya karena 3 gadis cantik itu tertawa, tapi ada pula yang melihat mereka dengan tatapan ... entahlah apa maknanya. Shafa pun melihat itu dari mata seorang siswi di depan kelas ujung. Ujung koridor.

Siswi yang nampaknya terfokus pada dirinya saja. Bukan kedua temannya.

•••

      Bel belum berdentang. Pelajaran baru kan dimulai setengah jam lagi. Maka tidak heran jika jam segini koridor masih berjejal para siswa/i. Semuanya tak malu mondar-mandir hanya untuk dibilang hitz. Terkecuali siswi ini, ia hanya berdiam diri di depan pintu kelasnya, memperhatikan setiap kejadian di koridor.

The WorstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang