Bagian 18

3.6K 237 27
                                    

"Abang!"

Daffa berhenti di anak tangga paling bawah.

Vina menuruni tangga dengan cepat. "Abang mau kemana? Ikut dong!"

Daffa menggeleng cepat. "Nggak." Daffa kembali melanjutkan langkahnya melewati ruang keluarga menuju garasi.

"Abang pelit ih males," ucap Vina yang masih mengekorinya.

"Biarin."

Vina menghentakkan kaki lantas memukul punggung Daffa kencang. "Rasain!"

"Aduhhh Vina! Sakit tau!" Daffa mengusap punggungnya yang kena pukul Vina.

"Sukurin!" Vina memeletkan lidah di dekat pagar.

"Dasar tuyul!" Daffa mengusap punggungnya sekali lagi sebelum kemudian menaiki motornya keluar pagar.

"Mau kemana, Bi?" Tanya mamanya saat bertemu di pagar.

"Mau ngumpul sama temen SMP, Ma."

"Yaudah hati-hati."

"Ma, tadi punggung abang dipukul Vina," adu Daffa yang membuat Vina mendelik.

"Kok bisa? Pasti kamu apa-apain kan Vina?" Tuduh sang mama kejam membuat Vina terkikik.

"Kejamnya Mama, yang salah Vina yang di tuduh aku, dah aku mah apa atuh habis renyah melempem dibuang." Daffa mencebikkan bibir.

"Haish!" Mamanya mengibaskan tangan, "Udah sana berangkat."

"Mama kejam." Daffa menstater motornya dan nenyalami Mamanya, "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Daffa melajukan motornya dengan santai, sambil mengamati sepanjang jalan termasuk ikut menertawakan anak kecil yang baru saja belajar naik sepeda terperosok dalam got.

Ia juga sempat memperhatikan kompleks perumahannya yang kini terlihat rindang dengan banyak pohon serta lapangan basket di dekat masjid juga sudah diperbaiki.

Ada banyak hal yang gue lewatin ternyata.

Daffa mengarahkan motornya menuju kafe Kepompong's. Kafe yang terletak dekat dengan SMP nya dulu.

Senyum terbit dari bibirnya saat memasuki jalanan yang penuh kenangan bagi Daffa. Jalanan yang berada di depan gerbang SMP nya dulu adalah saksi perubahan Daffa, saksi kenakalan yang pernah ia lakukan, apalagi warung kopi yang terletak di depan sekolah.

Kepompong's tidak banyak berubah sejak terakhir ia datang setahun lalu, hanya cat depan saja yang diubah warnanya sisanya tetap sama, membuat kenangan kenangan bermunculan di benaknya.

Daffa menghembuskan napas sekali lagi sebelum membuka pintu. Tak dapat ia pungkiri datang kesini sekarang untuk bertemu teman tongkrongannya saat SMP apalagi di kafe ini, menimbulkan kegugupan dalam dirinya.

Dengan langkah pasti Daffa memasuki kafe yang tidak terlalu ramai sore ini, langkahnya menuju bagian belakang, tempat yang selalu jadi spot favorit.

"Daffaaaaaaa!" Jerit seorang cewek berambut pendek yang berlari kearahnya dan langsung memeluknya.

"Woah Ren, kalem sih, gue tau gue ngangenin," ucap Daffa balik memeluk cewek bernama Renata.

Renata melepaskan pelukannya lantas memukul kepala Daffa. "Narsisnya nggak hilang hilang, ampun deh!"

"Yeee gitu juga lo kangenin kan?" Daffa menaik turunkan alisnya.

Renata tergelak dan merangkul Daffa menuju meja panjang dimana teman-teman SMPnya yang lain berkumpul.

Once Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang