Bagian 30

3.3K 236 32
                                    

"Halo?"

"Diba, gue mau TM di tiga belas, jadi nggak bisa anter lo pulang dulu."

"Oh, yaudah nggak pa-pa Daf, tadi gue juga denger dari Rafa."

"Maaf banget ya Dib, nggak pa-pa kan?"

"Iya, nggak pa-pa, nanti gue nebeng Radit."

"Maaf ya."

"Nggak pa-pa Daf, lebay deh, goodluck TMnya."

"Oke, thanks ya, hati-hati."

"Sip."

"Me love you."

"Me hate you."

Kekehan Daffa terdengar beberapa detik kemudian sambungan telepon terputus.

Diba memutar kepala. "Radit."

"Apa?" Radit menatapnya dari balik laptop.

"Nebeng."

"Nggak mau ah."

"Dit." Diba beranjak dari duduknya dan menghampiri Radit.

"Apa Diba?" Radit masih tak mengalihkan pandangan dari laptop.

"Nebeng ya, kan searah."

"Emang Daffa kemana?"

"TM di tiga belas."

"Oiya yang tadi Rafa bilang ya, kok gue nggak disuruh TM sih?" Kali ini Radit menatapnya dengan pandangan heran.

"Ya mana gue tau." Diba mengedikan bahu.

"Bentar lagi ya Dib, nanggung nih dikit lagi."

Diba mengangguk dan beralih menatap ponselnya.

×

Diba menuruni tangga rumahnya.

Minggu pagi menjelang siang ini rumahnya tampak lengang, ia yang sedari tadi hanya berada di kamar setelah mandi memutuskan untuk turun dan mengobrol bersama mami papinya untuk mengusir rasa bosan.

Sesampainya ia di dapur, terlihat maminya sedang berdiri di depan kompor.

"Mi, bikin apa?"

Sang mami menoleh dan senyum simpul menghiasi wajah wanita yang sangat ia sayangi itu. "Bikin puding coklat."

Diba mengangguk-angguk dan menyadari sesuatu.

"Papi kemana, Mi?" tanyanya lagi.

"Papi lagi ngumpul sama Pak RT di taman depan, ini mami juga mau kesana."

"Ngapain? Ikut ngumpul sama Pak RT?"

Maminya melirik dengan sebal. "Mami dipanggil Bu Rahman tadi katanya mau ada bazaar apa gitu terus ngajak mami."

"Ooh," selorohnya.

Matanya masih memerhatikan maminya dari bangku tinggi yang ada dekat meja pantry.

"Tumben kamu di rumah aja."

Diba langsung mengernyitkan dahi.

"Biasanya juga di rumah," jawabnya sambil menarik satu toples cookies coklat dari atas meja pantry.

"Biasanya kan kamu pergi sama Daffa."

Mendengar nama Daffa disebut, ia menghembuskan napas.

Daffa. Cowok itu akhir-akhir ini seperti menjaga jarak dengannya. Cowok itu masih menjemputnya setiap hari namun tak jarang ia harus memaksa Radit memberinya tumpangan karena Daffa tiba-tiba harus ada kegiatan.

Once Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang