Benar saja, hanya beberapa hari setelah Via mengatakan hal itu, Kevin benar-benar menembaknya.
Tak romantis memang karena di malam yang berhias bintang-bintang, tiba-tiba Kevin menelponnya dan memintanya untuk keluar ke jalan depan rumahnya dan Kevin.
Saat ia turun Kevin sudah berdiri dengan memegang boneka beruang besar yang menutupi muka cowok itu.
Tak jelas apa yang Kevin katakan karena Diba terlampau bahagia, apalagi saat dengan lantang Kevin memintanya menjadi pacarnya. Tanpa berpikir panjang ia langsung mengangguk, senyum lebar tercetak jelas di kedua wajah itu.
Keesokan harinya berita itu tersebar dan membuat satu sekolah gempar, banyak yang melempar pujian atas bersatunya kedua orang itu.
Hari-hari Diba tak bisa lebih bahagia lagi. Jika dulu ia menganggap memiliki Kevin dan Via sebagai sahabat adalah yang paling bahagia, maka saat status Kevin berubah menjadi pacarnya dan Via tetap menjadi seorang yang paling ia percaya, ia merasa sempurna dan berharap ini berlangsung selamanya.
Setiap hari ia bangun dengan senyum bahagia, ia menjadi sosok Diba yang lebih murah senyum pada siapa saja, sebanyak apapun PR atau masalah Padus Diba masih tersenyum lebar tanpa mengeluh.
Diba bahagia! Ia ingin berteriak lantang pada dunia bahwa ia bahagia! Sangat bahagia!
Tapi sepertinya Tuhan tak ingin hambanya berpuas diri dengan kebahagian, ingin melihat seberapa kuat hambanya pada tiap cobaan yang akan di berikan. Masihkah ia bisa tersenyum?
Benar kata orang, tak ada hal yang bisa berlangsung selamanya, termasuk kebahagiaan Diba.
Perasaan was-wasnya yang timbul karena sikap Kevin yang mulai cuek dan Via yang seolah menjauh darinya, membuat ia bertekad menanyakan langsung pada keduanya.
Ia menenteng plastik yang di dalamnya berisi sterofoam berisi bubur ayam untuk Via yang berada di UKS.
"Gue juga curiga sama Via, ya gue tau dia suaranya bagus banget tapi menurut gue dia lebih kayak manfaatin Diba."
Langkahnya terhenti di dekat tangga, ia menajamkan pendengaran.
"Kayaknya Via sama Kevin tuh ada apa-apa, masa ya gue lihat kemaren tuh mereka di Mall yang deket stasiun, nggak tau deh ada Diba atau nggak."
"Dari cara mandangnya aja beda, kalo lo perhatiin baik-baik, apalagi sekarang mereka bertiga jarang keliatan bareng lagi."
Hati Diba bergemuruh mendengar itu semua.
Tenang Dib, itu belum tentu bener, mereka cuma sirik.
Diba memutuskan meninggalkan tempatnya berdiri dan melangkah menuju UKS. Pintu UKS sedikit terbuka, ia berusaha melangkah tanpa menimbulkan suara karena tak ingin menganggu siapapun yang sedang beristirahat di dalam.
Di UKS sekolahnya terdapat 3 ranjang dan tiap ranjangnya di tutupi tirai. Dengan hati-hati ia melangkah menuju barisan bilik karena tak ada siapapun yang berjaga di ruangan itu.
"Kita nggak bisa terus-terusan kayak gini Vi."
Diba mengenal suara ini, sangat amat mengenal. Langkahnya berhenti seketika di antara ranjang nomor satu dan nomor dua.
"Tapi gue nggak mau nyakitin Diba."
Diba menghembuskan napas perlahan. Benar, suara dua orang itu adalah suara Kevin dan Via.
"Kita nggak nyakitin dia, tapi kita berdua yang sakit Vi," suara Kevin sedikit keras.
"Gue nggak tega, dia sayang banget sama lo Vin, dan gue juga sayang dia," jawab Via disertai isakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Once Again
Fiksi RemajaSekali lagi aku mencoba untuk percaya dan sekali lagi aku harus kecewa. Once Again Elok Puspa | 2016-2017 Credit photo from Pinterest