Bukan. Bukan Daffa.
Bukan Vian dan Vina.
Melainkan dua orang yang sangat amat ia kenal.
Dua orang yang sangat berpengaruh dalam hidupnya sekaligus menjadi orang yang paling enggan ia temui.
Cewek berbaju biru yang memandangnya dengan tatapan penyesalan itu dulu pernah menjadi orang yang sangat ia percaya bahkan sampai tahap paling ia lindungi dari segala ancaman.
Dan cowok itu, cowok yang pernah menjadi sosok paling ia cintai dan begitu lama bertahta di hatinya. Teman masa kecilnya, pahlawannya sekaligus cinta pertamanya.
Dua orang penghianat dalam hidupnya.
"Diba."
Diba bergegas menyambar backpacknya dan berdiri.
"Diba, tunggu, Dib!" tangannya dicekal oleh Via.
"Lepas," ucapnya datar.
"Nggak, please Diba, dengerin gue dulu ya, please, gue minta maaf."
Diba mendecak dalam hati. Maaf saja tak cukup mengembalikan hatinya yang kecewa.
"Udah gue maafin, sekarang lepas," ucapnya lagi masih dengan nada tenang.
Namun kedua orang di depannya ini tau, ketenangan suara Diba mengandung banyak kebencian dan rasa kecewa yang menyakitkan.
"Duduk ya Dib, please, kita ngomong baik-baik."
"Kalo gue nggak mau, lo mau apa?" tanya Diba dengan intonasi santai tapi menusuk. Khas Diba.
Raut wajah ketakutan Via terbaca jelas oleh Diba. Sedari dulu Via selalu dibawah perlindungan Diba, tak pernah sekalipun Diba melontarkan perkataan menusuk seperti ini, tapi semuanya sudah berubah karena satu kesalahan.
"Ayo duduk."
Tanpa Diba sadari Kevin sudah berdiri di sampingnya dan memaksa Diba untuk duduk kembali.
Dengan postur tubuh yang tinggi, cukup mampu menghalangi Diba yang akan pergi.
Diba mendengus sebal. Mainnya keroyokan.
Diba sudah berdiri lagi hendak melewati Kevin yang duduk tenang di sampingnya.
"Misi."
Kevin tetap duduk di bangkunya.
Diba mendecak kesal, kesabarannya hampir habis.
Bodohnya ia menyetujui saran Daffa untuk duduk di meja pojok yang terdiri dari sofa memanjang dan 2 kursi, belum lagi ia malah duduk di barisan sofa memanjang yang sekarang sangat tidak menguntungkannya.
"Duduk Adiba. Duduk dan dengerin penjelasan kita."
"Halah basi! Gue capek, minggir sekarang!" intonasi suara Diba sudah menyiratkan kemarahan.
Via yang memahami itu sedah memberi kode pada Kevin untuk mengalah namun cowok itu malah menggeleng.
Lalu cowok itu berdiri menghadap Diba. Ditatapnya cewek yang sudah sangat ia kenal sejak kecil. Tak menyangka sosok manis itu bisa berubah menjadi sangat sinis dan tak tersentuh olehnya, ia paham dan mengerti semua ini salahnya, Diba yang sekarang adalah Diba yang ia sakiti begitu dalam.
"Duduk Dib, tolong, gue mohon, sekali aja lo dengerin jangan hanya berpegang sama yang belum tentu bener?" ujar Kevin pelan dan tenang.
Diba menatap Kevin yang menatapnya penuh permohonan. Jika dulu ia akan langsung luluh hanya dengan tatapan itu, tapi tidak dengan saat ini. Sudah hilang tak berbekas perasaannya pada cowok di hadapannya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Again
Teen FictionSekali lagi aku mencoba untuk percaya dan sekali lagi aku harus kecewa. Once Again Elok Puspa | 2016-2017 Credit photo from Pinterest