Diba menguncir rambutnya yang panjang mencapai pinggang. Selesai menguncir rambut dan menyemprotkan parfum di tubuhnya, Diba mengambil tas di atas meja belajarnya.
Matanya berhenti di vas bunga bening yang kini bertambah bunganya. Mawar putih yang diberikan Daffa saat menembaknya yang kini sudah mulai layu, mawar merah pemberian Daffa saat ia selesai lomba padus, dan terakhir mawar putih yang baru semalam Daffa berikan.
Senyum muncul di wajahnya namun dengan cepat berganti dengan raut bingung mengingat perilaku Daffa semalam. Tak biasanya Daffa terlihat begitu berantakan.
"Aww." Diba menatap tangannya yang terkena duri dari mawar putih yang tanpa sadar ia pegang.
Dengan cepat ia mengembalikan mawar pemberian Daffa pertama kali, kemudian menghisap jarinya. Matanya tak lepas dari vas bunga di meja belajarnya yang berisi tiga mawar itu.
Teriakan Maminya yang memberi tau bahwa Daffa sudah datang, membuyarkan lamunannya.
Bergegas ia menyambar tas dan cardigannya, sebelum menutup pintu Diba menatap vas bunga itu sekali lagi.
Semoga semuanya baik-baik aja.
×
Mobil Daffa berhenti di parkiran SMA Persada Nusantara.
"Diba, ayo turun." ajak Daffa saat dilihatnya Diba tak beranjak dari duduknya.
Diba menatap Daffa. "Lo kenapa sih Daf?"
Daffa mengernyit bingung. "Kenapa apanya, Diba sayang?"
"Iya lo kenapa sih dari pas tadi di rumah ngeliatin gue gitu banget? Terus juga semalem kenapa lo kusut banget, tingkah lo nggak jelas, kayak bukan lo. Lo kenapa sih?" tanya Diba beruntun mengungkapkan kekesalannya.
Bagaimana ia tak kesal selama perjalanan setiap matanya bertemu mata Daffa, cowok itu menatapnya dengan pandangan aneh yang tak dimengerti dan itu sangat mengganggunya.
Ditambah dengan kejadian jarinya yang terkena duri mawar pemberian Daffa yang entah membuat hatinya tak tenang.
Daffa menghembuskan napas perlahan dan menggeleng. "Maaf."
Diba mendecak lantas menatap Daffa dengan senyum kecut. "Gue nggak tau ada apa sebenernya sama lo, gue cemas, hati gue bilang ada yang nggak beres, tapi toh lo bilang nggak pa-pa, mungkin emang gue aja yang berlebihan."
Diba membuka pintu dan langsung memasuki sekolah tanpa menunggu Daffa.
Daffa menatap Diba yang makin menjauh lantas mendesah gusar. Ia teringat obrolannya dengan seseorang semalam. Tak lama ia segera keluar dari mobil dan memasuki gedung sekolah.
Sekolah sudah mulai ramai, suara speaker juga sudah terdengar.
Daffa berhenti di ruang basket dan langsung masuk saat melihat banyak sepatu di depan pintu.
"Anjir! Gue kira siapa," seloroh Jaka saat Daffa membuka pintu.
"Lebay lo!" Rafa menepuk kepala Jaka lumayan keras membuat sang punya kepala mengerang.
"Sakit goblok!" Jaka mengusap kepalanya.
Daffa melempar tasnya ke sofa yang ada di ruangan itu.
"Cabut Daf?" tanya Faisal yang duduk di dekat sofa.
Daffa mengangguk lantas ikut duduk lesehan di lantai. Ia mengamati ruang basket yang sudah rapi. Jumat minggu lalu ruang basket ini sangat berantakan.
"Kok rapi nih tempat? Siapa yang beresin?" tanya Daffa melihat kertas-kertas yang ada di meja di pojok ruangan sudah tidak ada.
Sofa yang ia senderi sudah diposisikan di sebelah lemari penyimpanan seragam dan peralatan. Beberapa foto pertandingan dan mading sederhana yang berisi jadwal serta tetek bengeknya juga tersusun rapi di bawah lemari gantung yang berisi piala-piala. Ruangan basket jadi terlihat lebih luas.
![](https://img.wattpad.com/cover/66432735-288-k554693.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Again
Novela JuvenilSekali lagi aku mencoba untuk percaya dan sekali lagi aku harus kecewa. Once Again Elok Puspa | 2016-2017 Credit photo from Pinterest