Bagian 21

3.3K 218 50
                                    

Diba sedang menonton drama korea saat ponselnya berdering memunculkan nama Daffa.

Ia hanya melirik sekilas tanpa berniat menjawabnya.

Sudah terlanjur kesal dan ia sedang malas berdebat, hanya menghabiskan tenaga.

Lama ponselnya tak lagi berbunyi.

Udah pulang pasti, paling besok. Batinnya.

"Diba!"

Diba berhenti mengunyah oreonya.

Daffa?

"Diba sayang!"

"Bocah gila dasar,"

Diba meraih ponselnya dan mengetikan SMS untuk Daffa.

Adiba Humaira
Berisik.
Ganggu anjing tetangga.


"Biarin aja, gue bakal terus teriak sampe lo turun!"

Adiba Humaira
Coba aja

"Diba! Turun dong!"

"Diba! Yuhuuu!"

"Adiba Humaira!"

Suara anjing tetangga yang menggonggong menghentikan teriakan Daffa.

"Mampus," ujar Diba tertawa.

Ponselnya berdering. Kali ini ia akan mengangkatnya.

"Apa?"

"Turun dong."

"Katanya bakal teriak sampe gue turun."

"Lo nggak kasian sama gue yang baru aja digonggongin anjing?"

"Nggak."

"Sadis. Turun dong, please, gue mau ngomong."

"Ini lo udah ngomong."

"Ngomong langsung sama lo, please."

Suara Daffa terdengar lirih yang membuatnya sedikit kasian.

"Yaudah."

Diba mendecak kesal, ia mem-pause drama korea yang sedang ia tonton kemudian menyambar jaket di gantungan lantas keluar kamar untuk menemui Daffa.

Untung saja kedua orang tuanya sedang kencan jika tidak pasti mereka yang ikut ribet. Begitu membuka pagar yang pertama kali ia lihat adalah wajah kusut Daffa.

"Maaf." Daffa menunduk dan memberikan setangkai mawar putih.

Diba dengan ragu menerima mawar pemberian Daffa.

"Gue minta maaf. Gue lupa ngasih tau kalo hari ini gue ada acara keluarga. Gue minta maaf banget. Lo boleh nabok gue, nyubit gue, atau apapu- adaww!"

Daffa mengusap lengannya yang kena cubitan Diba. Belum cukup sampai di situ Diba bergerak maju dan menginjak kaki Daffa.

"Ngeselin banget sih!"

Daffa hanya diam tak membalas perlakuan Diba, baginya ini bukan apa-apa, Diba bisa melakukan lebih jika ia mau.

Diba menghembuskan napas kesal lantas menatap Daffa yang masih menundukan kepala, tak membalas ataupun mendebatnya. Tidak biasanya seorang Daffa bertingkah seperti ini.

Hati nuraninya terketuk untuk menyudahi kekesalannya dan memaafkan Daffa, toh kalau dipikir-pikir ia tak rugi apapun.

"Makanya Daf, kalau bikin janji dipastiin dulu biar nggak kayak gini lagi," ucap Diba pelan, tangannya terulur menyentuh pundak Daffa.

Once Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang