Bagian 36

3.7K 288 117
                                    

Daffa masih duduk di dalam mobilnya yang terparkir tak jauh dari rumah Diba.

Sejak kejadian tadi siang ia selalu berusaha menghubungi Diba namun cewek itu tak pernah menanggapi telepon-telepon ataupun SMS bahkan chat LINE hingga dm instagram sama sekali tak digubris Diba.

Dan sore tadi ia nekat mendatangi rumah Diba, tapi lagi-lagi ia harus kecewa karena yang menemuinya bukan Diba melainkan sang mami.

Tante dea mengatakan Diba sedang tak ingin ditemui siapapun, seolah mengerti tante dea hanya menepuk bahunya simpati dan berkata akan menghubunginya lagi jika Diba sudah dalam mood baik.

Sudah sejak beberapa jam ia keluar dari rumah Diba dan menunggu di sini, Diba atau bahkan kedua orang tuanya tak ada yang keluar dari rumah yang dominasi kayu itu.

Ia mengacak rambutnya lagi dan mendesah frustasi. Baru sekali ini ia merasa sangat frustasi menghadapi sikap cewek. Dulu saat Dita tiba-tiba pergi tanpa kabar apapun ia merasa marah, sangat amat marah. Namun pada Diba ia merasa bersalah, menyesal, dan juga takut kehilangan.

Goblok! Makinya lagi pada dirinya sendiri.

Sadar semua ini terjadi karena sikapnya sendiri, ia menggali lubang untuk dirinya sendiri, tinggal menunggu waktu ia terpeleset dan akhirnya jatuh.

Ia menyambar ponsel yang ia taruh di dashboard. Jarinya bergerak lincah, tak lama ia mendekatkan ponselnya pada telinga.

"Kenapa?" tanya suara di ujung sana tanpa basa-basi.

"Tolong bujukin Diba buat ketemu gue," ucapnya to the point.

"Lo udah ngaku atau ketahuan?"

Daffa menegakan punggungnya. "Lo tau dari mana?"

"Diba lah, bego sih."

Daffa mendecak, Diba pasti sudah memberitahu Yola.

"Bantuin gue," pintanya.

Yola mendecak. "Coba lo ngomong langsung depan muka gue sini, udah langsung gue cabik-cabik lo."

"Maaf," ucapnya lirih dan sepenuh hati.

Hanya kata itu yang ia punya dan kali ini ia memaknai sedalam-dalamnya arti kata itu.

"Kan gue udah bilang dulu Daf, jangan sakitin dia."

Daffa menghembuskan napas gusar.

"Maaf," ucapnya sekali lagi.

Terdengar helaan napas. "Biarin dia sendiri dulu Daf, dia emang kayak gitu, temuin dia hari senin."

Daffa meneguk ludah kaku. "Yol, gue masih bisa berharap nggak?"

"Bisa, berharap boleh aja asal jangan ketinggian kalo nggak kesampaian jatuhnya sakit."

"Berapa persen kemungkinan gue?"

Terdengar hening kemudian suara Yola kembali terdengar. "Nol koma nol nol nol satu persen."

Daffa tertawa sumbang ia tau ia tak akan mungkin mendapat kesempatan itu.

"Tapi itu kan masih bisa di sebut kemungkinan Daf, gue nggak tau."

"Iya gue tau, thanks Yol."

"Sip, sama-sama."

Klik.

Daffa menatap pagar rumah Diba, mungkin memang baru besok ia bisa menemui Diba.

×

Once Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang