Diba menutup pintu kaca aula. Ia melirik jam di pergelangan tangan.
Hari ini berasa lama banget.
Diba berjalan menuju kantin kelas 10, air minumnya sudah habis selama latihan dan sekarang ia membutuhkan air untuk melegakan tenggorokannya.
"Tan, Aquanya satu ya."
"Iyak! Taroh aja duitnya di situ, Neng," teriak Tante dari bangku di belakang Diba.
Diba mengangguk, baru ia akan meminum tiba-tiba pundaknya ditepuk kencang.
"Dibdib lo harus tau!"
Diba menoleh dan menatap Tata tajam.
"Daffa lagi bersihin lapangan depan!"
"Ya terus?" tanya Diba setelah selesai meneguk aquanya.
Tata mendelik. "Pacar lo bersihin lapangan sendirian dan lo cuma ya terus? What the-."
Pacar? Diba meringis.
Belum sehari aja gue udah lupa.
"Ya emang kenapa? Ini gue mau nyamperin dia juga kok."
"Yaudah deh, gue pulang duluan. Bye Dibdib!" ucap Tata berlari menuju parkiran, menghampiri seorang cowok yang kini menatapnya dengan cengiran.
"Duluan ya Dib!" ucap cowok itu bersamaan dengan Tata yang melambai padanya saat motor mulai melaju meninggalkan parkiran yang kini sudah sepi hanya tinggal beberapa motor.
Diba menghela napas. "Tan aquanya satu lagi ya."
Diba mengambil aqua dan menyerahkan uang pada Tante yang sibuk merumpi bersama ibu-ibu penjaga ganti lainnya di bangku yang sama.
Daffa memang berada di lapangan, menyapu bekas-bekas bunga mawar tadi pagi dan sepertinya cowok itu cukup bekerja keras dilihat dari beberapa tumpukan daun di bawah pohon-pohon yang daunnya mulai menguning dan berjatuhan terkena angin.
Diba terkekeh melihat Daffa sekuat tenaga menahan kelopak mawar yang sudah ia kumpulkan agar tidak terbawa angin. Wajah Daffa yang kesal sama sekali tidak mengurangi kadar ketampanan cowok itu. Diletakannya tas di samping tas hitam yang ia tahu persis milik Daffa.
"Nih minum dulu." Diba memberikan Aqua di tangannya pada Daffa yang kini menatapnya dengan senyuman.
"Makasih," ucap Daffa seusai meminum Aqua sampai tinggal setengah.
Diba mengangguk kecil dan berjalan mengambil sapu dan pengki di dekat mimbar.
"Nggak usah Dib, biar gue sendiri aja." Daffa mencegah Diba yang akan mengambil tumpukan mawar dengan pengki.
Diba mengedikan bahu dan langsung membawa pengki berisi mawar yang sudah mulai layu untuk dibuang ke tempat sampah.
"Diba, udah gue aja. Nanti lo capek."
Diba tertawa meremehkan. "Yakin?"
Daffa mendecak, bunga-bunga layu yang tadi sudah ia sapu susah payah kini bertebaran lagi karena serbuan angin.
"Yah, gue emang selalu butuh lo Dib," Diba mendengus mendengar nada genit Daffa.
"Buruan dibuang Daf, ini angin mulai kenceng lagi," kata Diba kemudian berlari membawa pengki yang penuh dengan daun ke tempat sampah di dekat mimbar.
Daffa mengikuti Diba dan bergantian membuang daun-daun itu diiringi angin sore yang berhembus kencang.
Diba menoleh pada Daffa yang kini tertawa. "Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Again
Teen FictionSekali lagi aku mencoba untuk percaya dan sekali lagi aku harus kecewa. Once Again Elok Puspa | 2016-2017 Credit photo from Pinterest