Bagian 39

4.8K 325 83
                                    

Diba membuka pagar rumah selebar yang ia ingin kan. Lalu ia kembali masuk untuk mengeluarkan motornya. Sore yang lumayan cerah ini, membuat Diba memutuskan untuk keluar rumah dan berkeliling. Entah kemana ia belum tau yang pasti Diba ingin keluar.

Akhir-akhir ini kepalanya sering pusing. Pikirannya begitu penat dengan semua hal yang sudah terjadi.

Tangannya baru akan memutar kunci motor saat seseorang memanggil namanya. Sontak ia menoleh dan mendapati Kevin berjalan cepat ke arahnya dengan wajah kaku.

Dahinya langsung berkerut, apalagi ekspresi Kevin yang menatapnya tak percaya begitu cowok itu sampai di depannya.

"Diba," panggil Kevin dengan suara tercekat.

"Apaan?"

Kevin masih melongo. Tangannya bergerak ke kepala Diba dan menyentuh rambut sahabat kecilnya itu.

"Rambut lo kemana?"

"Yang lo pegang barusan rambut gue, bukan rambut Mbak Mince."

Jawaban Diba itu tak membuat Kevin puas. Matanya diarahkan pada Diba lurus-lurus.

"Kenapa lo potong rambut?"

Diba terdiam sejenak. Matanya mengedip beberapa kali sebelum kemudian menjawab.

"Lagi pengen."

Kevin tak bisa menahan decakannya. Cowok itu menggeleng dramatis. "Gue kenal lo nggak sebulan dua bulan. Dari lo masih bocah sampe lo bisa secantik ini. Lo kira gue bakal percaya sama jawaban lo?"

Diba bergeming. Ditatapnya Kevin dengan pandangan yang meredup. Ia selalu kesal tiap akan berbohong pada Kevin karena cowok itu akan selalu tau.

"Pasti gara-gara cowok lo kan?"

Lagi-lagi Diba cuma bisa terdiam. Terlalu malas membahas tentang Daffa.

Kevin menegakkan punggungnya. "Sialan. Dia ngapain sampe bikin lo kayak gini?" Suara Kevin berubah tajam.

"Gue nggak mau bahas ini."

"Bangsat! Nggak bisa dibiarin tuh anak."

"Udah lah, Kev."

"Nggak bisa Dib, nggak, gue nggak bisa ngebiarin sahabat yang gue sayang disakitin gini," ujar Kevin tegas.

Mendengar itu Diba menyunggingkan senyum tipis. "Makasih, tapi gue nggak pa-pa."

"Lo nggak perlu potong rambut kalo lo emang nggak pa-pa, gue tau dengan pasti sesayang apa lo sama rambut lo."

"Anggep aja gue belajar keluar dari zona nyaman," elak Diba. Sudah cukup pembahasan tentang hal ini. Ia nggak mau lagi membuka luka itu.

"Dib-."

"Kevin, please, berhenti bahas hal ini kalo lo bener-bener sayang sama gue," potong Diba cepat.

Kevin menatap Diba lekat. Cukup lama sampai akhirnya cowok itu mengangguk.

"Oke."

"Makasih."

Kevin cuma mengangguk singkat. Matanya meneliti penampilan Diba dan juga motor yang terparkir di luar pagar.

"Lo mau kemana?"

"Muter aja, suntuk di rumah."

"Gue temenin," ujar Kevin tegas.

"Yaudah."

"Tunggu, gue ambil dompet sama hp  dulu."

Diba mengangguk. Kevin sudah akan berbalik ke arah rumahnya tapi Diba kembali membuka mulut.

Once Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang