Bagian 37

3.8K 278 55
                                    

Keesokan harinya perubahan sikap Diba yang bertambah cuek bahkan terkesan dingin membuat orang-orang terdekatnya mengernyit bingung.

Seperti Intan dan Tata yang sedari tadi berusaha membuat Diba berbicara namun tak juga berhasil.

Intan mengedik pada Tata yang hanya mampu menggeleng. Tata menatap Diba di sampingnya yang makan dengan diam. Sejak kedatangan Diba yang tumben lebih siang dari pada dirinya, ia sudah mencium aroma-aroma keanehan.

Diba menenteng kunci motor dan wajah cewek itu seperti tidak tidur semalaman, ketika ditanya ia hanya akan mengangguk ataupun menggeleng.

"Diba, lo nggak tidur ya semalem?"

Diba menoleh lantas menggeleng. "Tidur."

"Lo nggak bareng Daffa ya? Tadi gue lihat dia dihukum di depan."

Tata mendelik pada Intan yang hanya mengedikan bahu.

"Gue kepo," ucap Intan tanpa suara.

Diba menutup kotak bekalnya lantas berdiri sambil menenteng botol minum. Tata langsung berdiri untuk memberi jalan pada Diba.

Diba melenggang begitu saja meninggalkan Intan dan Tata yang menatap kepergiannya melongo.

"Lo sih! Kepoan!" omel Tata pada Intan.

"Yah gimana dong kan gue kepo kenapa dia kayak gitu? Terus juga Daffa berantakan banget tadi pas gue lihat."

"Menurut lo mereka berantem?"

Intan mengedikan bahu. "Nggak tau."

"Mungkin nggak mereka putus?"

"Mungkin aja."

×

"Rey bilang kemaren malem ketemu lo di GOR."

Eki duduk di samping Daffa dan meletakkan jus stawberry pesanan cowok itu di meja.

Daffa hanya mengangguk tanpa mengalihkan perhatiannya pada ponsel.

"Lo kenapa? Berantakan banget, berantem sama Diba?"

Mendengar nama Diba disebut Daffa langsung menghembuskan napas, sekedar mengurangi rasa sesak di dadanya.

"Udah putus."

Jawaban Daffa sontak membuat Eki mendelik. "Serius?!"

"Apa gue kelihatan kayak bercanda?" Daffa langsung menatap Eki.

Eki langsung mengangguk paham ketika melihat wajah Daffa sedekat ini, matanya berkantung, rambutnya berantakan dan cowok itu seperti tak lagi memiliki gairah hidup.

"Oke."

Hanya itu yang mampu Eki katakan, ia tak bisa menasehati atau memotivasi Daffa untuk merelakan Diba, karena ia masih ingat dengan jelas raut bahagia Daffa minggu lalu yang mengatakan ia sangat menyayangi Diba.

"Gue... gue yang salah, ini semua salah gue, kalo aja gue nggak plin-plan pasti dia masih sama gue sekarang."

Kata-kata Daffa selanjutnya membuat Eki dapat menyimpulkan satu hal; Daffa menyesal dan ia tak bisa berbuat apapun untuk mengubahnya.

"Dia udah lepas Ki.Lepas dan gue nggak bisa nangkep dia lagi." Daffa menunduk namun suara lirihnya masih bisa didengar Eki.

Eki menepuk bahu Daffa.

"Ketika lo udah nggak bisa ngejaga sesuatu, lo harus rela ngelepas Daf, dari pada nyakitin mending dilepas biar dia bahagia."

Daffa diam tak merespon apapun.

Once Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang