Senin pagi.
Diba menaiki tangga dengan cepat. 15 menit lagi upacara dimulai.
"Dibdib buruan!" teriak Tata saat Diba baru akan mengambil topinya.
"Lama deh. Gue nggak mau ya dapet yang panas," ujar Tata menuruni tangga diiringi Diba yang sibuk menguncir rambutnya.
Lapangan upacara sudah ramai, para petugas bersiap di posisinya masing-masing dan para dewan guru pun mulai memasuki lapangan.
"Dib lo depan gue ya." Tata menariknya berbaris di barisan kelasnya.
"Eh, Dib lo depan ya please, gue nggak enak badan nih." Diba menatap wajah Mala yang memang sedikit pucat. Diba mengangguk.
"Makasih ya Dib, gue di belakang aja."
"UKS aja Mal, ntar pingsan."
Mala menggeleng dan berjalan ke barisan belakang.
"Tata gue di sini ya gantiin Mala!" teriak Diba pada Tata yang berbaris di belakang.
"Lo nggak kepanasan?"
Diba menggeleng. "Nggak pa-pa."
Diba meniup poninya. Berharap pagi ini tidak terlalu terik.
Upacara berjalan lancar dan hikmat seperti biasa. Dan pembina kali ini memberikan pidato sangat singkat sehingga upacara selesai lebih cepat. Para dewan guru mulai meninggalkan lapangan. Diba baru akan meneriakan nama Tata saat suara yang tak asing terdengar di seluruh lapangan.
"Pagi semua!"
Daffa.
"Pagiiiii!" jawab semua yang ada di lapangan yang didominasi teriakan cewek-cewek pengagum Daffa.
"Mohon perhatiannya sebentar ya!"
"Iya lama juga nggak pa-pa kok!" teriak satu suara cempreng entah siapa yang langsung disoraki.
Ngapain deh tuh orang. Pengen cepet-cepet ke kelas. Panas banget.
"Ehmm." Hening setelah Daffa berdeham.
"Saya di sini ingin mengutarakan suatu yang penting pada seseorang!"
Sorak sorai dan cuitan terdengar. Mata Daffa menatap Diba. Diba yang ditatap tiba-tiba langsung menundukan pandangan.
"Adiba Humaira!"
Diba sontak mendongak dan menatap Daffa dengan pandangan tak percaya.
Gila. Daffa gila fix.
Semua orang menatapnya disusul sorak sorai.
Bunyi drum yang dipukul kencang mengagetkan Diba. Di sekelilingnya sekarang sudah berdiri teman-teman cowok itu yang sama gilanya. Membawa drum yang biasa digunakan suporter PN ada juga yang membawa bendera semaphore dan di depannya kini ada yang membawa sekeranjang penuh kelopak bunga mawar.
"AYO DIBA! MAJU SANA!" nyanyi mereka semua sesuai irama yang biasa di gunakan untuk suporter futsal PN yang kemudian di ikuti seluruh isi lapangan. Diba merasa kepalanya mulai pening.
"Ayo princess udah ditunggu pangeran," ujar cowok yang sekarang menaburkan bunga mawar yang dibawanya di depan Diba.
Nyanyian-nyanyian yang menyuruhnya maju belum berhenti dan bahkan semakin keras ditambah bunyi drum di sampingnya bisa membuatnya tuli jika lebih lama disini.
Akhirnya Diba melangkah maju diiringi orkes entah apa ini dan taburan bunga sepanjang ia berjalan menghampiri Daffa yang kini tersenyum penuh kemenangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Again
Teen FictionSekali lagi aku mencoba untuk percaya dan sekali lagi aku harus kecewa. Once Again Elok Puspa | 2016-2017 Credit photo from Pinterest