WICKED

7.2K 699 33
                                    

Aku menatap sepiring utuh hidangan di depan mataku.

Aku sama sekali belum menyentuhnya sampai appa menyenggol tanganku dan memberi isyarat untuk aku memakannya.

Sejenak aku terdiam dan perlahan menyumpit sepotong daging dan mengantarnya ke mulutku.

Aku kehilangan gairahku untuk makan, aku ingin pulang.

Aku ingin pulang.

"Oh iya, apakah Yoora dan Jimin sudah saling mengenal?"

Aku berhenti mengunyah dan menelan bulat-bulat daging yang sama sekali belum lumat.

Ku tatap Jimin yang juga berhenti, tapi saat matanya menatapku, aku membelok dan menatap ke meja.

"Tidak..."

Aku mengernyit.

"Kami belum pernah bertemu sebelumnya."

'Mwo? Apa yang di katakan Jimin?'

Aku dan Jimin tidak saling kenal?

Aku hanya mengatupkan bibirku, mungkin saja ada maksud lain dibalik jawaban itu.

"Tapi, wajahmu tidak asing bagiku Jimin-ssi... Sepertinya kita pernah bertemu, tapi aku lupa dimana."

Ku tatap appa yang sedari tadi berpikir keras, rupanya masih ada Jimin terselip di ingatannya.

Aku tidak menggubrisnya, aku melanjutkan menyumpit sepotong daging dan mulai mengunyahnya lagi.

"Ahh, mungkin anda salah orang..."

Aku mengernyit lagi.

Perlahan ku angkat daguku dan menatap Jimin dengan senyum di bibirnya, baru sesaat kemudian tatapanku berpindah pada appa yang sedang mengangguk-angguk.

Aku sama sekali tidak tertarik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini, aku hanya makan dalam diam menanti berakhirnya waktu.



Syukurlah, kami sudah selesai menyantap berbagai macam makanan dengan bumbu obrolan-obrolan yang menggelitik di telingaku.

"Kami pamit pulang duluan, karna hari sudah semakin larut."
Kata appa seraya menundukkan kepala.

"Oh tentu, silahkan kami juga akan kembali ke rumah."

Kami semua membungkuk dan berbalik.

Sebelumnya, sekilas aku menatap Jimin yang masih membungkuk, raut wajahnya datar dan terlihat sangat berwibawa.

Aku meleos sambil memejamkan mataku dan duduk di kursi belakang sambil merapatkan mantelku.

'Malam yang dingin, sangat dingin.'

Ku sandarkan dahiku pada kaca dan menatap sisa-sisa keramaian Seoul, sekilas bayangan Taehyung mampir di pikiranku.

Sudah beberapa hari bahkan minggu aku tidak bertemu dengannya.

'Apa kabarmu Taehyung?'

'Apa kau makan dengan baik?'

'Banyaklah istirahat, berhenti begadang saat malam hari.'

Aku memejamkan mata dan memegang dadaku, berharap batinku tersambung dengan batin Taehyung.
Entah mengapa rasa sesak mulai menghantam.

Biasanya aku menangis saat mengingat Taehyung, tapi saat ini aku berhasil membendung air mataku, entah karna aku membendungnya dengan baik, atau karna ia membeku sebelum mengalir di pipiku.

GAZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang