"Lalu, bagaimana? Dimana ketidak adilanmu?"
"Aku belum selesai bercerita, Harry." Menatapnya dengan kesal, "Pernahkah kau bayangkan? Jika pelaku kecurangan hanya mendapat teguran saja, tapi aku yang berusaha tidak berbuat curang justru tidak mendapat apa-apa. Seharusnya guruku memberikan nilai tambahan untukku, bisa saja karena kesal saat itu aku membeberkan siapa saja yang curang dalam ulangan..."
Code Blue. Code Blue. ICU Code Blue.
Aku menegakan tubuhku dan menatap matanya, "Harry kau mendengarnya?"
"Ini gawat!" Dia memekik di telingaku. Merapihkan peralatan yang ia gunakan dengan asal di atas meja stenlees kemudian kami berlari menuju ruang ICU.
Pintu kaca automatis terbuka dan kami berdua yang pertama menemui pasien. Profesor Alonso terlihat panik bersama suster Susan saat melihat pasien mengalami kejang-kejang. "Harry, cepat cek parameternya!" Ia berteriak kemudian, "Ken, berikan obat penenang..." suruhnya saat menatapku.
Aku melihat kondisinya sebentar kemudian segera memasukan jarum suntik ke dalam selang infus yang menusuk punggung tangannya, "Tekanan darah dan pernafasannya mulai membaik..." Ucap Harry. Kami semua bernafas dengan lega.
"Ini sering terjadi akibat operasi besar, kondisinya sekarang belum stabil. Selama operasi ia memang sempat tidak sadar, beruntung detak jantungnya kembali berdetak." Syukurlah. Aku kira ada yang salah saat terjadi operasi, "Ken, Harry! Kalian sekarang aku tugaskan untuk menjaga dia sampai pukul enam nanti, setelah itu di bebaskan. Abraham dan Leah akan menjaga pada malam hari." Perintahnya. Asik!! Artinya aku bisa pulang lebih awal.
"Apa terjadi komplikasi selama operasi?"
"Tidak, Harry. Tidak terjadi hal itu..." Profesor tersenyum dan kini menatap Dr. Adriana yang sedari tadi masuk dan menarik narik kecil jas putih Profesor Alonso seperti mencoba untuk membicarakan sesuatu.
"Pasien patah tulang di lantai tiga, dia minta di pulangkan. Bagaimana?" Tanyanya dengan kedua tangan di masukan ke dalam saku depannya.
"Oh, Jennifer!" Raut wajahnya mulai berubah, ia terlihat kesal. "Aku akan pergi mengurus pasien lain..." Ucapnya kemudian pergi di susul oleh Dr. Adriana dan suster lainnya.
Aku mengambil kursi dan menyandarkan tubuhku ke dinding yang berbalut cat putih. Harry masih berdiri dan memeriksa aliran infus serta keadaan pasien itu. Ia merapihkan tangannya dan menarik selimut agar menutupi dadanya.
Ia mengambil kursi di dekatnya dan duduk sama sepertiku, bersandar pada dinding dengan melipat kedua tangannya. Pasien ini, maksudku ranjang yang ia tiduri menjadi pemisah antara kami, sungguh menganggu saja. "Harry, kau harus memotong rambutmu..."
"Rambutku? Kenapa? Aku tidak mau, aku suka rambutku."
"Kau akan segera menjadi dokter, kupikir pasien lebih menyukai dengan dokter yang rapih. Gayamu juga, kau harus mengganti ripped jeans dan kaos oblong tanpa lengan itu. Beruntung kau sekarang memakai seragam rumah sakit." Aku mengomentari dirinya. Jujur saja, ia terkadang menggunakan kaos yang sangat tipis, tanpa lengan dan potongan leher yang rendah, dia pikir dia itu Preman atau apa?
"Kupikir aku tidak bisa, aku menyukai gayaku. Mungkin aku akan menggunakan kaos normal untuk hari ke depannya." Jawabnya dengan santai, aku bisa melihat dirinya sedang menjilat bibir bawahnya seperti biasa dari lirikan mataku. Apa ia sedang kesal denganku?
"Harry..."
"Hm?"
"Bisa kau belikan aku minuman, aku sangat haus. Lemon water yang dingin kurasa tidak masalah..." Pintaku menengok kearahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESIRE
FanfictionRank #451 in action pada 090117 Rank #67 in action pada 110117 Rank #62 in action pada 250117 Rank #346 in medical pada 110120 Rank #45 in action pada 160217 Highest Rank #9 in hendall pada 120120 Sebuah Fanfiction jenis AU yang menceritakan tentang...