Thirti Tri

134 21 13
                                    


Ken mengambil smartphonenya untuk menghampiri Harry, namun batang sinyalnya justru memberikan tanda silang, tidak ada sinyal. Sial. Ken baru saja mengumpat, ia berlari sambil menyalakan senter dan mendekati gadis itu.

Pria di sampingnya membantunya ketika gadis itu hampir pingsan, aku segera mengecek kondisinya, "Aku seorang dokter, bisa tolong panggilkan 911 atau keamanan?"

"Tidak bisa, Hpku tidak ada sinyalnya..." Ken terkejut ketika orang itu juga tidak ada sinyalnya.

Suara sirine berbunyi dan perasaan setiap orang menjadi was-was, "Kau bisa mendengarku? Aku seorang dokter, apa yang kau rasakan sekarang?"

Nafasnya gelagapan, Ken memeriksanya dan detak jantungnya berpacu dengan cepat, "Kebakaran, bioskop ini kebakaran, aku penderita asma." Aku melihat sekeliling dan orang-orang berhampuran kesana kemari.

Semua sinyal tiba-tiba hilang, komunikasi mati, terjadi kebakaran dan listrik padam, pasti percobaan pembunuhan. Ken hanya terus berfokus pada gadis yang dianggapnya pasien itu. Tidak mempedulikan apa yang terjadi di luar. Padahal bau asap sudah mulai tercium, dan udara ruangan yang tadinya sangat dingin mulai memanas.

"Dimana terjadi kebakaran?" Pria muda itu bertanya.

"Studio ini dan studio di samping terbakar, namun pintu tiba-tiba terkunci dan tidak bisa kebuka sama sekali. Pihak keamanan dari luar sedang mencari cara memadamkan api, tapi api sangat dekat di studio ini!!" ia berteriak kemudian meninggalkan mereka.

Ken pusing sendiri di buatnya, ia butuh tabung oksigen atau alat bantu pernafasan yang lainnya tapi ia tidak menemukan di tempat ini, keamanan sama sekali tidak ada atau hilang kemana. Asap mulai mengepung tempat ini, beberapa orang terbatuk karena asap.

Ken bingung, tidak ada apapun disini. Namun pasien itu sudah mulai bisa mengontrol nafasnya, akan sangat bahaya jika ia tetap disini. Ken merobek kemeja di bagian bawah dan menumpahkan air, memberikan padanya agar ia bisa menutup hidungnya dengan kain basah itu. Untuk mencegah asap masuk ke paru-parunya.

Semua orang meminta tolong, namun anak kecil dekat pintu menangis karena kakinya terluka kena api, Ken meninggalkan gadis yang baru ia rawat dan menyuruh seseorang untuk menjaganya. Ia berlari ke kerubungan orang orang, meminta ibu dengan selendang di bahunya, dengan amat malu ia meminta selendangnya.

"Siapa yang memiliki air putih?" Teriaknya. Seorang pria paruh baya menunjuk tangan dan memberikan botol padanya, "Aku seorang dokter. Tolong bantu aku mencari kain dan air putih dingin atau tidak, apapun itu."

Beberapa orang menanggapinya, dan sisanya tidak peduli memilih untuk menyelamatnya nyawanya sendiri. Ken merobek dengan paksa selendang itu, dan mengikat kaki anak kecil itu agar luka bakar di kakinya mereda.

Kain-kain dan air sudah terkumpul di bawah, ken menutupi setengah wajahnya dengan kain basah dan berlari ke pintu darurat, namun hanya kepulan api yang ia dapat. Ia berlari ke pintu yang lain dan hasilnya hanya kumpulan orang-orang di pintu agar minta di selamatkan.

Ia mengecek Hpnya dan tidak ada sinyal sama sekali. Dengan samar, seperti pihak keamanan sedang mencoba mendobrak pintu untuk menyelamatkan mereka. Bagus, bisa bisa mereka terbakar hidup hidup di dalam studio.

Ken bersandar pada dinding, ia batuk karena terlalu banyak menghirup asap. Menemukan ibu hamil yang terluka akibat api di lengannya. Dengan sedikit kecewa ia melepaskan kain yang menutupi wajahnya demi ibu hamil itu.

Suara sirine terus berbunyi dan hanya lampu darurat berwarna merah yang menyala. Sepertinya pintu berhasil di buka, melihat bagaimana orang berlari kearah sana. Aku membantu ibu hamil agar berjalan dari kerumunan orang orang itu.

DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang