Thirti Tu

157 23 17
                                    



Uh, udara sangat dingin, butiran salju turun walaupun tidak deras. Mataku menemukan Ken berdiri dekat pembatas pagar. Aku berjalan dengan pelan-pelan, agar ia tidak mengetahuinya. Melebarkan mantelku dan memeluknya dari belakang. Melakukan *Piggy hug secara tiba-tiba. *Piggy hug = Pelukan dari belakang pada pasangannya, biasanya tiba-tiba.

"Astaga!" Dia menoleh sedikit keatas padaku, sedangkan aku hanya tersenyum masih memeluknya, "Kau mengagetkanku!"

Aku meraba tangannya dan suhunya sangat dingin sebelum memeluk pinggangnya lagi, "Tanganmu sangat dingin. Salju sedang turun, apa yang kau lakukan disini?"

"Aku ingin disini sementara. Tidakkah kau lihat?" Ia menjulurkan tangannya dan menunjuk ke depan seluruhnya, "Mencari udara segar. Operasiku berhasil beruntungnya."

Aku meraih tangannya dan memasukannya ke dalam dekapanku agar ia tidak kedinginan lagi, "Bagus, aku tahu kau bisa melakukannya dengan baik."

"Harry, tanggal berapa sekarang?" dia menatapku.

Aku sedikit menundukan kepalaku menatapnya, "Sekarang tanggal 23. Ada apa?"

"Natal jatuh hari minggu," aku mengangkat alisku sebelah, "Berkencanlah denganku, minggu kita libur. Aku ingin berkencan seperti pasangan yang lainnya."

"Hm, seperti apa?" aku memeluknya semakin erat. Ya ampun, udara dingin meresapi sampai ke pori pori kulitku.

"Em, pergi ke Mall kemudian menonton sebuah film, lalu makan bersama. Ya, yang biasa di lakukan pasangan kekasih." Kekasih? Kupikir kita belum resmi untuk di sebut pasangan kekasih. Aku belum menyatakan perasaanku yang sebenarnya, aku belum menanyakan padamu untuk menjadi kekasihku. Tapi, teman juga tidak. Ini lebih dari teman, tapi juga bukan Friends with benefit.

"Oke. Aku akan memesan tiketnya lebih dulu, kau ada saran film?"

"Terserah padamu, kupikir film apapun tidak masalah, semua film yang tayang spesial natal pasti bagus." Ucapnya. Getaran pada smartphoneku merusak suasana kali ini.

Aku melepas pelukanku darinya dan mengangkat panggilan dari UGD.

"Harry cepat kesini, pasienmu berteriak teriak, mungkin luka bakarnya membuatnya perih."

"Oke, aku datang." Suara Linda berteriak seperti itu membuat telingaku kesakitan. Aku memasukan kembali smartphoneku ke dalam sakuku. "Kau ingin tetap disini atau ikut ke bawah?"

"Aku masih ingin disini beberapa menit lagi..." Ujarnya.

Aku melepaskan mantelku dan memakaikannya mulai dari lengan kanan, kiri kemudian menarik sletingnya sampai atas, "Udara dingin cepatlah masuk ke dalam, taruh saja mantelku di kamar karyawan atau simpan dulu. Oke?" dia menganggukan kepalanya setujunya.

Aku sedikit berlari menjauhinya, beberapa saat yang lalu aku mengecek tapi tidak ada yang salah dengan pasien. Pintu lift terbuka dan aku segera berlari menghampiri pasien berdiri di samping Linda.

"Dokter, tolong aku, tanganku begitu terasa panas, tolong berikan aku obat atau apapun!" dia berteriak.

Aku mengecek tangannya, dan jika ia merasa seperti itu kurasa wajar saja, "Linda tolong bawakan warm saline sekarang." Ia segera pergi untuk mengambilnya, "Jika terasa panas, seharusnya kau sudah berteriak padaku sejak tiga jam yang lalu. Kau yakin menjaga tanganmu tetap diam seperti yang kusuruh?"

"Tentu saja, dokter! Aku terus diam namun tiba-tiba terasa panas seperti ini!"

Aku mengecek tangannya sekali lagi, dan mengecek kasurnya. Ck. Di bagian pembatas ranjangnya ada bekas salep yang tergores, dia berusaha membohongiku rupanya. "Kupikir aku tidak memberi salep disana," aku menunjuk dan dia segera menoleh mengikuti jari telunjukku. Menunduk dan aku menyadari bahwa ia baru saja mengumpat padaku, Linda datang dan memberiku Warm saline, aku segera memberikannya pada bagian tangannya dan dia berteriak karena merasa perih, "Jangan coba membohongi seorang dokter, kau pikir Dokter tidak tahu jika pasien berbohong? ia akan tahu apa yang di rasakan dan di lakukan pasien sampai bisa seperti itu."

DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang