Thirti Nain

122 23 1
                                    


"Jeff menelponku, dia kemarin datang saat kau tidur dan cukup mencemaskanmu." Ucapku berniat untuk mereject panggilannya.

"Cepatlah angkat," Perintahnya, aku beranjak pergi namun ibu memegang tanganku, "Ambilkan gelasku tolong." Aku tersenyum dan memberikan gelas padanya.

Menutup pintu dan menjawab panggilannya di luar.

BRUKK.

Ibu berteriak, dengan samar aku mendengar suara pecahan kaca yang aku yakini itu pasti dari gelas yang aku berikan. Aku segera mematikan sambungan telepon dan masuk ke dalam kamarnya.

Ibu terus menjerit sambil memegangi kepalanya. "Ah, sakit! Kepalaku begitu sakit!" aku mengecek monitor disampingnya menunjukan bahwa tekanan darah dan denyut nadinya turun dengan drastis padahal sebelumnya itu normal saja.

Ibu terus berteriak karena kesakitan, aku menekan tombol darurat di pinggiran ranjangnya. Terlalu lama aku mencari Dokter Sara namun menemukan Profesor Alonso disana. Aku segera memanggilnya dan ia berlari menuju ruangan Ibu.

Aku begitu terkejut ketika melihat bahwa ibu tidak sadarkan diri dan vitalnya begitu lemah. Tak lama Dokter Sara dan Perawat Stella datang. Ia membawakan defibrilator, Stella segera menyetelnya saat Profesor Alonso memerintahkan untuk 200 joule. Ayolah, kau harus bertahan, Bu!

"Shock!" dia menaruhnya di dada ibu dan garis sempat naik turun namun kembali ke datar, "300!" Ucapnya lagi. Ia menempelkannya lagi dan "Shock!" namun,

Aku tidak sadar bahwa air mataku mulai berlinang. Dokter Sara menggantikannya dan segera naik keatas ranjang, ia memberikan pijatan CPR berkali-kali dan melirik monitor sesekali.

Ini sudah lebih dari lima menit namun denyut nadi juga tidak ada. Aku bisa melihat keringat jatuh dari kening Dokter Sara, ia begitu kelelahan. "Hentikan, Dokter! Ia sudah tidak bisa di selamatkan lagi." Tangisku pecah dan Stella segera menenangkanku.

Dokter Sara masih belum berhenti, "Hentikan Sara, kau dokternya kau yang harus menyebutkan waktu kematiannya." Ujar Profesor Alonso.

Dokter Sara turun dari ranjang dan menghapus keringatnya, ia mengecek waktu di jamnya. "Wak— waktu kematian 15.38 Pasien Kris jenner akibat mati otak dan serangan jantung." Ucapnya. Aku segera berlari dan memeluknya, tidak! Tidak,mungkin! Aku tidak bisa mempercayai ini! Kenapa harus terjadi, "Maafkan aku, Ken." Ucapnya. Profesor Alonso, Stella semuanya menundukan kepalanya berbelasungkawa untukku.

Aku mengurus pemakaman ibu keesokan harinya. Aku memilih untuk menguburnya di samping kuburan Ayah dan Kylie, semua sahabat, kerabatku di klub, Jeff, Profesor Kim dan yang lainnya datang ke pemakaman. Harry juga datang dan ibunyapun juga.

Aku begitu terisak karena tidak percaya akan semua ini. Dia satu satunya keluarga yang kupunya, dan Tuhan telah merenggut dia dariku. Aku masih duduk di dekat nisannya walapun air mata sudah kering di mataku.

Satu persatu mereka meninggalkanku sendirian. Harry masih tetap disana, di belakangku dekat pohon dan ia mungkin sungkan untuk mendekatiku. Wajahku sudah pucat sejak kemarin, aku menatap nisan ayah dan adikku.

Dokter Sara mengatakan bahwa ibu memiliki kanker sifilis yang cukup parah dan bisa parah jika tidak segera di cek. Itu mungkin karena pekerjaannya. Aku masih tidak mengerti kenapa ia bisa meninggal begitu saja, operasinya sukses bahkan ia sudah sadar untuk beberapa hari. Namun aku tidak bisa menolak jika memang itu waktu baginya untuk meninggalkanku.

Setelah libur lima hari aku memutuskan untuk kembali bekerja, "Harry..." memanggilnya. Harry menengok kearahku setelah membalut luka pasien dan ia meresponku dari tatapannya namun tidak mengatakan apa-apa, "Aku akan mencaritahu bahwa kau bukan penyebab ibuku kecelakaan. Kau pasti menyembunyikan sesuatu dariku, mobilmu rusak di bagian kiri padahal kau menabrak tiang dan rusak di bagian kanannya."

"Itu terserah padamu, Ken!" ia kembali meletakan pulpen di kantung dadanya, "Tidakkah kau sadar sampai sekarang? Ibumu mati karenaku..."

"Jika kau penyebabnya seharusnya kau sudah di penjara," Harry diam sesaat. Ia membeku, ia tidak berpikir jauh tentang hal itu untuk mencoba membohongiku, ia pergi meninggalkanku lagi.

AUTHOR POV.

Hari setelahnya Alonso mengambil cuti untuk mengunjungi pemakaman suaminya, ia memberikan sebuket bunga crisan untuknya dan memanjatkan doanya sambil menutup kedua matanya.

Alonso duduk dan menyentuh nisan suaminya, "Aku tidak tahu, aku minta maaf seandainya kau memberitahuku yang sebenarnya saat itu, kau pasti bisa melihat Harry sekarang sudah sukses untukmu." Alonso tersenyum walaupun rasa sakit yang menggebu-gebu di dadanya. Mengingat semua kejadian di masa lalunya.

Ia sengaja yang menyetir dan menabrakan mobilnya, dan rekayasi operasi yang ia buat karena rasa kecemburuan dan kekesalannya terhadap Des. Ia menuduh bahwa Des adalah pembunuh karena ia melepas oksigen dari Leonard, padahal pembunuh sebenarnya adalah ia, Alonso sendiri.

"Aku baru saja menghubungi Tobias, Tobi akan menjaga Harry dan bertanggung jawab atasnya. Ia banyak terluka akhir-akhir ini," Alonso menyentuh crisan yang ia bawakan.

Tobias adalah pengawal sekaligus penjaga rumah orang tua Harry sebelum ia pindah ke Boston, dia mantan pekerja di CIA dan sangat ahli dalam urusan bela diri serta tembak menembak. Alonso pernah di jatuhkan oleh Pollux karena fitnah yang ia sebar, Pollux bahkan pernah menyusup masuk ke dalam dapurnya dan menodongkan pisau kearah Alonso.

Pollux tahu benar bahwa Alonso adalah titik kelemahan Harry pada saat itu, dengan menyakiti Alonso automatis Harry akan menderita dengan sendirinya. Tobias selalu melindungi keluarga Styles selama tiga tahun, dan mereka benar-benar merasa terlindungi.

Alonso mengambil cuti selama beberapa hari sebelumnya karena ia merasa terguncang dengan rekaman yang Harry berikan saat itu. Ia sadar bahwa ialah yang harus disalahkan, Des yang akan kecewa dengannya, bukan Harry.

Sebelumnya Alonso menghubungi Tobi untuk meminta bantuannya lagi, orang kepercayaan keluarga Styles. Beruntung bahwa Tobias setuju untuk bekerja lagi dengannya. Alonso sudah cukup tua dan wajar saja jika ia harus mati. Tapi tidak dengan Harry, dia masih muda dan masa depannya masih sangat panjang. Alonso akan melakukan segala hal untuk melindungi putra satu-satunya itu.

Alonso mengeluarkan Hpnya saat ia merasakan getaran di tas tangan yang ia bawa. Ia segera mengangkatnya tanpa melihat lebih dulu siapa yang menghubunginya.

"Hallo?" Sapa Alonso sambil merapihkan syal yang ia gunakan.

"Kau pasti masih mengingat dengan suaraku bukan?"

NOTEE!!!

HOLAAA??? 

Wahh, maaf banget minggu kemarin kelupaan sampe gak update. padahal reader udah ngingetin cuma gak sempet sampe baru sekarang di sempetin buat update. But,,, it hope you enjoy this part.

Love,xxx.

DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang