Ten

197 25 3
                                    


"Tidak! Kau membunuh ayahku dengan sengaja menabrak'kan mobilnya, lalu kau membuat alibi bahwa ia tewas dalam operasi, padahal kau sudah jelas tahu bahwa kau membiarkannya kehilangan banyak darah saat ia kecelakaan. Benar'kan?" Aku kecewa padamu, Bu. Melebihi rasa kecewamu padaku yang besar karena kau menemukan ganja dalam kamarku.

"Jaga ucapanmu baik-baik, Harry!"

Ting. Tong.

Suara bel berbunyi mengalihkan pandangan kami. Siapa yang berani memencet bel? Kau tidak tahu apa yang sedang terjadi, hah? Tapi,....

Batinku terdiam, aku tidak berani berbicara atau menggerakan tubuhku. Apakah itu polisi? Aku meliriknya sebentar, dia juga sama diamnya denganku. Suara bel masih terus berbunyi, aku semakin yakin bahwa itu adalah polisi. Otakku harus bekerja agar dapat membuat sebuah alasan yang logis, mana mungkin ada seorang pelaku kejahatan yang langsung mengaku jika tertangkap polisi.

Menarik nafasku perlahan dan membuka pintu, DEG. Aku membuang nafasku dengan laga, Cara datang dan menyelamatkanku seolah dia adalah My Life Saver. "Siapa dia, Harry?" Ibu bertanya di balik punggungku.

"Oh, Mrs. Styles aku temannya Harry, Namaku Cara...." Dia menundukan kepalanya, "Delevingne." Lanjutnya sambil tersenyum. Ternyata dia berasal dari keluarga Delevingne.

"Aku harus pergi dengannya, selamat tinggal." Ucapku tersenyum dengan di paksakan. Aku menarik tangan Cara dan langsung membawanya pergi dari sini. Otakku tidak bisa berfikir dengan jernih, apa efek mabuk masih dapat kurasakan? Kenapa aku mau pergi dengan Cara.

"Kalau begitu aku pergi dulu...." Cara masih sopan dan tersenyum pada wanita itu. Aku membukakan pintu untukknya dan ia segera masuk ke dalam mobilnya, aku memutari belakang mobil dan mulai menyalakan mesin setelah Cara memberikanku kunci.

Aku kesal, aku sangat marah dan kecewa dengannya! Wanita itu membunuh Des, dia membunuh Ayahku. Dia pikir aku ini bodoh atau apa? Saat kejadian itu usiaku sudah menginjak dua belas tahun, aku baru selesai bermain skateboard dengan Callum, aku melihat mobil ibu dan dari pantulan kaca spion aku tahu bahwa ayah dan ibu akan pergi ke suatu tempat, aku menaruh skateboardku pada bahu jalan dan mulai mengeluarkan tenagaku agar bisa mengikutinya.

Aku memukul stir mobil karena kesal, "Kau pasti dalam masalah, ya'kan?" Cara menatapku. Aku tidak sadar bahwa aku sedang berada di dalam mobil orang lain dan tentu saja aku bersama dengan pemilik mobilnya. Aku begitu terlarut dalam emosiku dan tak sadar mataku mulai berair karena tidak tahan menahan rasa kesal yang hampir memuncak lagi. "Kau pasti ingin sendiri, luruslah dan berbelok ke kanan persimpangan disana. Pemandangannya cukup bagus, terdapat sungai dan taman disana. Kau bisa menenangkan dirimu jika kau mau." Aku dengan pasrah menurutinya.

Perjalanan hampir memakan waktu dua puluh menit, aku segera keluar dari mobil Cara seolah-olah disana tidak terdapat oksigen sehingga aku tidak bisa bernafas dengan nyaman. Aku memukul pohon di dekatku yang tidak bersalah, Cara melipat kedua tangannya bersandar pada pintu mobil.

"Tenangkan dirimu, kau tidak apa kutinggal sendiri?" Aku menatapnya dan menganggukan kepalaku dan masih tidak mau membuka mulutku untuk berbicara. Cara berjalan memutari mobil dan masuk ke dalam bersiap untuk pergi.

"Cara, bisa kau meminjamkanku lima puluh dolar? Aku tidak membawa dompetku," Dia tersenyum miring padaku dan memberikanku beberapa lembar uang, "Aku akan menelponku kembali nanti." Melambaikan tangan kananku padanya.

Aku kembali memukul pohon itu lagi, rasa sakit dari ujung kakiku dapat kurasakan sampai ke sekujur tubuhku, tapi rasanya tidak sebanding dengan luka di dalam hatiku. Wanita itu benar-benar tega, aku sudah melupakan kejadian mengerikan itu selama bertahun-tahun, aku sudah memutuskan untuk tidak terikat dengan kenangan masa lalu! Tapi kenangan mengerikan gila ini seperti ombak dilaut yang selalu menerjang ingatanku.

DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang