TWO

1.9K 217 0
                                    

Aku mengemudikan Hyundai i20 warna silver milikku, melaju dengan santai dijalanan kota Seoul. Ini masih jam dua belas lebih lima puluh tujuh siang. Masih terlalu dini untuk menunggu seorang Seungcheol yang menjanjikan pertemuan kami pada jam dua siang. Jikapun aku datang tepat jam dua siang untuk menemui Seungcheol, aku yakin pasti dia akan datang terlambat. Mengingat cerita Mama Seungcheol tentang kebiasaan keturunan lelaki tunggal dari keluarga Choi itu memiliki kebiasaan menyepelekan dan santai. Bisa dibayangkan jika janjian dengan dirinya bagaimana lamanya. Namun aku pun sebenarnya enggan untuk bertemu lelaki yang sudah menyumpahi keluargaku itu.

Siang ini aku memutuskan untuk bertemu sahabat seperjuanganku semasa SMP dan SMA, bahkan hingga sekarang aku masih setia bersahabat dengannya. Dia Jung Yein. Gadis manis lulusan London School of Public Relation itu baru saja pulang dari perkuliahannya, kini dia menyabet gelar S2 dengan indeks prestasi 3.78. Beruntung aku jadi sahabat pertama yang dimintanya untuk bertemu mengingat banyak sahabat dekatnya di Korea, sepertinya dia tahu atau bahkan merasakan apa yang aku rasakan. Semasa sekolah dulu aku selalu bersamanya. Dari bangun tidur hingga tidur kembali. Dari Senin hingga Senin kembali. Aku sering menangis dipundaknya. Aku sering mengungkapkan kekecewaan dan beban hati serta pikiranku dibahunya. Aku terlampau sering untuk itu. Dengan senang hati Yein akan mendengarkan kisah pedihku, cerita bahagiaku dan rangkaian ceritaku yang lainnya. Dia bersedia jadi penopangku, setiap saat. Aku ingin menceritakan kisah ku selama dia berada di London dan mungkin hari ini aku akan menceritakan rencana pernikahanku dengan calon Tuan Choi itu.

Aku segera berlari menuju café yang kami janjikan setelah memarkir mobilku tepat didepan café. Aku sangat merindukan gadis ini, sangat rindu padanya. Aku masuk dengan sumringah, tawaku tak terhapus dari wajah cantikku. Jantungku berdegup cepat. Tanganku dingin. Ini pertemuan kami setelah dua tahun Yein tak mengunjungi Korea. Dia sibuk mempersiapkan penelitian hingga thesis-nya hingga dirinya berhasil menyabet gelar master. Oh sungguh aku ingin merengkuhnya sekarang.

Sosok Yein dengan surai hitam kecoklatannya langsung tertangkap oleh indra penglihatanku. Dia duduk diujung bersama seorang lelaki. Tunggu! Lelaki. Benarkah dia lelaki Korea yang sering dia ceritakan padaku? Tunggu! Aku seperti mengenal lelaki itu. Segera saja aku berlari.

"Yein!" pekikku. Yein menoleh bersamaan dengan lelaki itu.

"Aaa! Ahrim!" pekiknya lalu berdiri merengkuhku. Aku merasakan kehangatan dihatiku. Tanganku bergetar memeluknya erat. Jantungku berdegup cepat. Yein. Kini dia semakin dewasa. Wajahnya makin cantik. Air mata menetes dipipiku. Rasanya enggan untuk melepas rengkuhan ini.

"Ahrim, aku sangat merindukanmu," kata Yein memecah keheningan sesaat. Aku semakin ingin menangis.

"Yein, aku juga rindu padamu," kataku membalas perkataannya. Suaraku bergetar. Menangis.

"Ah, jangan menangis," katanya mengusap surai hitam sebahuku. "Kita telah bertemu Ahrim!" lanjutnya masih mengusap rambutku. Lembut sekali. Mataku menangkap wajah lelaki yang bersama Yein itu.

Eunwoo! Cha Eunwoo!

"Cha Eunwoo!" pekikku melepas pelukan Yein namun tanganku masih bertengger di pinggang rampingnya. Eunwoo nampak menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Yein hanya terkikik geli melihat reaksiku yang telah melihat kekasihnya. Ralat. Tunangannya.

"Kenapa kau disini Eunwoo!" kataku tegas padanya. "Atau jangan-jangan ..." kataku melirik Yein. "Yein! Kenapa kau tak memberi tahuku jika tunanganmu itu si kucrut satu ini!" pekikku. Eunwoo dan Yein tebahak. Aku menganga.

"Mari duduk," kata Yein menggiringku duduk didepan keduanya. Yein duduk manis disamping Eunwoo lalu menggandeng tangan kanannya. "Kenalkan ini kekasihku, Cha Eunwoo," kata Yein menahan tawa. Eunwoo tersenyum lebar.

Soft Of VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang