THIRTY

1K 196 47
                                    

"Seungcheol?! Bagaimana bisa kau kemari?"

Jadi ini alasanku merasa sangat gelisah? Suamiku datang dan memelukku. Aku terus menatap wajah suamiku yang tak melepaskan pelukannya meskipun aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk melepaskannya. Tatapannya lembut, berbeda dengan tiga bulan yang lalu ketika dia memintaku untuk menggugurkan kandunganku. Sekali lagi, aku marah dengan hal itu. Hal itu teramat meremukkan hatiku.

"Aku merindukanmu, Ahrim. Kumohon kembalilah padaku." Seungcheol terus menatapku lembut, dia semakin menarikku kedalam pelukannya. Membuatku sesak karena terhalang kandungan yang semakin membesar. Kuletakkan kedua tanganku pada dadanya dan mencoba untuk mendorongnya. Berhasil. Seungcheol melepaskan pelukannya padaku.

"Aku sedang hamil, jangan terlalu keras memelukku," kataku pelan namun tajam. Aku membiarkan Seungcheol berdiri disana. Aku berusaha menyibukkan diriku yang sebenarnya sudah tidak sibuk lagi. Aku berjalan menuju kamar mandi untuk meletakkan handuk yang aku gunakan untuk mengeringkan rambut. Seungcheol masih di tempatnya, terus menatapku yang berjalan menuju kamar mandi. Kututup rapat-rapat pintu kamar mandiku.

Di depan cermin aku terus menatap pantulan diriku. Tak sadar air hangat menetes dari sudut mataku. Membuat dadaku sesak dan merasa kehabisan oksigen untuk mengisi paru-paruku. Mataku terasa panas karena air mata terus keluar tanpa bisa ku bendung dan ku kontrol. Hatiku terasa perih, bagaikan luka yang tersiram air garam. Luka yang belum sepenuhnya menutup harus terbuka kembali.

Apa yang harus aku lakukan dengan keadaan seperti ini? Rasanya aku kembali ditimpa beban berat yang berlipat. Aku sudah sedikit melupakannya dan tingkahnya juga kehidupannya. Mengapa dia kembali dan memelukku sebagai ucapan pertemuan? Aku sangat kalut sekarang, sungguh.

"Kau baik-baik saja Ahrim?" Aku terlonjak ketika Seungcheol mengetuk pintu dan bertanya keadaanku. Kihirup dalam-dalam oksigen yang ada disini. Aku harus menghadapinya dengan kepala dingin dan tanpa perasaan. Aku tak ingin melibatkan sedikitpun perasaan dalam hal ini. Kedatangan Seungcheol yang tiba-tiba membuatku harus bersiap apapun keadaannya.

Sebelum memutuskan keluar dengan segala kecamuk rasa di hati dan pikiranku, aku mencuci wajah agar merasa segar. Aku tidak ingin Seungcheol mengetahui aku menangisinya lagi. "Tenang, aku baik-baik saja."

"Tapi kau tak segera ke──" Belum sempat Seungcheol meneruskan perkataannya, aku sudah membuka pintu. Aku berjalan tak menghiraukan Seungcheol yang berdiri di depan pintu kamar mandi dengan terus menatapku. Dia berjalan mendekatiku. "Kau masih marah?"

Aku menghentikan aktivitasku. Berdiri tegap membelakangi Seungcheol yang juga berdiam. Aku tak menjawab pertanyaannya, hanya menghembuskan napas kasar yang membuatnya berdecak. "Kau marah?"

Siapa yang tidak marah jika anaknya sendiri diminta untuk digugurkan? Hanya orang tua gila dan bodoh yang setega itu. Aku hanya menatapnya, berlalu keluar kamar menuju dapur. Seungcheol hanya mengekoriku dan duduk di salah satu kursi di ruang makan setelah melihatku sibuk dengan bahan makanan. Aku sengaja menyibukkan diriku.

Seungcheol duduk tenang di sana dan masih menatapku. Dia mengamati detail gerak gerikku. Membuatku cukup goyah ketika mata sayu nan lembutnya tak sengaja aku tatap. Aku merindukannya, aku ingin memeluknya dan berusaha membuatnya untuk tidak pergi lagi. Tapi aku tak bisa.

Air mataku perlahan menetes ketika aku melihatnya. Dengan sigap kubalikkan tubuhku dan membuka lembari pendingin untuk mengambil minuman di sana. Dengan sedikit waktu, aku akhirnya memilih jus kaleng dan menyuguhkannya pada Seungcheol. Ku usap perlahan air mataku. Ku tuang jus itu ke sebuah gelas bening yang ada di salah satu rak di sebelah lemari pendingin. Penuh.

Sekali lagi aku mengambil napas agar aku tenang menghadapi semuanya. Ku balikkan tubuhku dan berjalan menuju Seungcheol yang setia menunggu di sana. Ku tundukkan kepalaku menghindari kontak mata dengan Seungcheol. Ku letakkan gelas jus di depan Seungcheol setelah aku berhasil sampai di meja makan.

Soft Of VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang