FIFTY

968 110 8
                                    

Seungcheol dan Ahrim masih terkulai lelap di ranjangnya. Jam menunjukkan pukul sepuluh lebih dua puluh tujuh waktu China. Ini adalah hari keempat keduanya menjalani bulan madu. Baiklah, keduanya baru bisa tidur pada pukul lima pagi. Entah kenapa, Seungcheol memang sedikit serakah malam tadi. Terlepas dari itu, tragedi hotel juga sedikit mengganggu malam mereka. Bukan hanya itu juga, Haneul rewel semalam. Orangtua Ahrim sangat kewalahan menenangkan cucu perempuan mereka itu. Haneul baru bisa tenang setelah mama Ahrim memutuskan untuk melakukan videocall kepada Ahrim dan Seungcheol, untung saja Haneul langsung tenang dan tidur setelahnya.

Karena matahari sudah cukup tinggi untuk menyinari keduanya, sinarnya pun menerabas ke sela gordyn renda yang menutupi jendela mereka dari lukisan indah kota China. Ahrim mengerjapkan matanya beberapa kali. Mencoba menjernihkan pandangannya dari silauan cahaya matahari itu. Pergerakan Ahrim sedikit sulit karena tangan kanan Seungcheol mengunci tepat di pinggangnya, tangan kirinya memeluk bahu Ahrim melewati lehernya. Bau khas badan Seungcheol tercium menyeruak di indera penciuman Ahrim yang masih sangat tajam. Sedikit demi sedikit Ahrim membuka matanya dan menatap wajah polos Seungcheol ketika tidur. Matanya yang terpejam, bibirnya yang mengatup namun sedikit membuka tanda dia masih nyenyak dan pipi merahnya membuat senyuman terulas di bibir Ahrim.

Ahrim mengerti bagaimana sosoknya kini tergila-gila pada suaminya itu. Sekali lagi, Ahrim mengulas senyum. Tangan kirinya terangkat dan diletakkan tepat di pipi kanan Seungcheol, Ahrim mulai menggerakkan ibu jarinya membelai pipi merah tersebut. Seungcheol melenguh, dia menggerakkan kepalanya, merasa terganggu atas apa yang dilakukan Ahrim.

"Seungcheol, bangun." Ahrim berbisik, mencoba membangunkan Seungcheol yang mungkin masih dalam alam mimpi indahnya. Seungcheol tak banyak bergerak, wajahnya kian menunjukkan bahwa dia masih terlelap.

Ahrim mencoba melepaskan diri dari Seungcheol, dia perlahan melepaskan pelukan Seungcheol di pinggangnya. Bergerak perlahan agar terlepas, tapi sayang, Seungcheol justru terbangun, membuat Ahrim terdiam menatap Seungcheol. Mata sembab bangun tidurnya menatap manik mata Ahrim. "Aku mengganggu tidurmu? Maafkan aku, Seungcheol."

Bukannya menjawab, Seungcheol tersenyum lalu menarik Ahrim ke dalam pelukannya. "Oh dingin sekali, Sayang!"

Ahrim memutar bola matanya malas, berdecak sambil memukul pelan pipi Seungcheol yang membuat lelaki itu tertawa singkat. "Kau tahu Seungcheol? Kita masih telanjang! Lepaskan aku, aku mandi sebentar."

"Bisa kita mandi berdua saja?"

Pertanyaan Seungcheol sukses membuat Ahrim memukul pelan kepala suaminya itu, membuat Seungcheol manyun lalu terkekeh. Seungcheol merapatkan pelukannya lalu menarik selimut untuk semakin menutupi badan keduanya yang tak tertutup sehelai benang pun. Seungcheol mencium kening Ahrim. "Seharusnya kita seperti ini ketika di Paris dulu."

"Kau yang salah, Seungcheol!"

"Bagaimana bisa aku yang salah?"

"Sebentar Seungcheol, aku ingin bertanya sesuatu padamu."

"Baiklah tanyakan saja."

"Dulu ketika kita bulan madu, apa motivasimu membawa Junghwa bersama kita?" Hal ini membuat Seungcheol langsung terdiam, bingung akan menjawab seperti apa. Rangkaian kata apa yang akan digunakannya untuk menjelaskan hal tersebut kepada Ahrim. Ahrim yang bertanya pun menahan tawanya karena ekspresi wajah Seungcheol yang terlihat sangat bingung. Baiklah meskipun Ahrim tak memerlukan jawaban itu tapi dia tetap ingin tahu.

"Mmm ... aku ya? Mmm ... membawa Junghwa ... mhmm, motivasiku ya hanya mengajaknya saja."

Ahrim menahan tawanya. "Mengajaknya saja? Lalu bagaimana? Apa kau sebenarnya ingin membuatku cemburu atau bagaimana?"

Soft Of VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang