EP ㅡ 2

521 59 22
                                    

Usia Haneul kini menginjak usia empat tahun, sedangkan Sanha telah berusia satu tahun. Perkembangan keduanya sangat pesat, bahkan Ahrim kewalahan menghadapi betapa aktifnya Sanha dan Haneul. Tapi tetap saja, inilah yang Ahrim patut banggakan. Dia murni turun tangan dan ikut andil dalam perkembangan kedua darah dagingnya. Dia tahu apa saja perkembangan pertama Sanha yang kian pintar; mulai dari tengkurap, merangkak, duduk, hingga bersiap untuk berjalan. Juga perkembangan Haneul yang kian cerdik; pintar bahasa Inggris dan Jepang──karena Seungcheol tentunya, berani, baik hati, murah senyum dan sopan.

"Mama! Kata Miss Yerim, bekal yang harus dibawa adalah empat sehat lima sempurna, Ma. Tapi Haneul tidak mau sayur," kata Haneul sembari memanyunkan bibirnya. Haneul menghentikan aktivitasnya menata buku dan barang yang akan dibawanya ke piknik bersama esok hari. Ahrim yang sedang menata tempat tidur Haneul pun terkekeh. Dia tahu betul, Haneul menghindari sayur, terutama sayur yang menurutnya pahit; bayam rebus dan kangkung.

"Sayur itu penting buat tubuh, Sayang. Besok Mama buatin kimbap mau?" Ahrim mendekati Haneul dan membantu membereskan buku serta tas miliknya.

Haneul mengangguk semangat mendengar Mamanya akan membuatkannya kimbap kesukaannya, satu-satunya makanan berdasar sayur yang digemarinya. Ahrim tersenyum manis. Mengusap kepala putrinya lalu menatapnya hangat. Jam sudah menunjukkan pukul delapan lebih tiga belas menit, sudah lebih dari jam tidur Haneul yang selalu tidur jam tujuh lebih empat puluh lima menit, bahkan dia bisa tidur usai makan malam. "Haneul tidur ya, Nak. Sudah malam. Besok takut pikniknya terlambat."

Haneul mengangguk lucu. Pipi tembemnya sedikit kemerahan karena kedinginan, diluar hujan menghiasi langit Korea sejak siang tadi, semoga esok hujan tak menghiasi hari, takut jika rencana piknik bersama di sekolah Haneul batal. Ahrim mencium kedua pipi tembem Haneul, keningnya lalu dijanjutkan bibir Haneul singkat. Haneul segera naik ke ranjang yang tadi dirapikan oleh Ahrim, segera berdoa dan menempatkan kepalanya di bantal warna pink kesukaannya. Ahrim menarik selimut hingga menutupi dada Haneul, kembali mencium keningnya dan mengusap rambut Haneul yang tergerai.

Tak butuh waktu lama untuk Haneul tidur, sepuluh menit berlalu dan Haneul telah terlelap dengan damainya. Sekali lagi Ahrim tersenyum, mencium kening Haneul lalu pergi keluar kamar sambil mematikan lampu utama kamar Haneul, menyisakan fairy lights yang terbentuk nama Haneul di dinding bercat soft pink itu. Ahrim menyempatkan kembali masuk ke kamar putranya dan mendapati Sanha masih tertidur pulas, Haneul mencium keningnya dan menepuk perlahan pantat Sanha.

Ahrim berjalan keluar kamar, menuju dapur dan menghangatkan makanan agar Seungcheol bisa langsung makan jika sudah pulang nanti. Ini sudah tiga jam dari waktu pulang Seungcheol seharusnya──yang jadwal pulang.harusnya jam lima──tanpa kabar. Baru jam enam tadi Seungcheol mengirimi Ahrim pesan akan pulang malam sebelum kedua putra putrinya tidur, kenyataannya bahkan Haneul sudah terlambat tidur saja Seungcheol belum pulang. Pikiran Ahrim semakin kacau tatkala seminggu yang lalu mengetahui Sana kembali mendekati suaminya itu. Sana semakin membuat Ahrim takut, takut jika saja kejadian dengan Junghwa kembali terulang.

Ketakutan Ahrim bukan tanpa alasan. Seungcheol dan Sana adalah teman masa sekolah di Jepang, mereka bahkan dekat selama pendidikan itu terjadi──sekitar empat tahun. Ahrim juga semakin takut karena beberapa minggu belakangan Seungcheol selalu pulang malam, bahkan suatu hari Seungcheol pulang larut malam meninggalkan Ahrim yang tidur di sofa ruang keluarga dan bangun dengan Seungcheol di sebelahnya, memeluknya erat dan masih tertidur. Ahrim meraih ponselnya yang sejak tadi petang memang ditinggalkannya di sofa ruang keluarga. Memencet nomor satu dan langsung terhubung dengan suaminya. Lama. Tak ada jawaban sampai telepon ketiga.

"Hallo, Sayang. Ada apa?" Suara Seungcheol terlihat tenang, suara air conditioner juga menghiasi telepon yang Ahrim sambung dengan suaminya itu. Ahrim meringis, takut bertanya keberadaan Seungcheol sekarang.

Soft Of VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang