TWENTY EIGHT

1K 197 43
                                    

"Seungcheol! Mama tidak habis pikir dengan tindakan kamu kali ini," kata Mama menunjuk wajah Seungcheol tepat di depannya. Lelaki yang menjadi papa dari bayi yang aku kandung itu berdiri dari duduknya. Junghwa hanya duduk sambil menunduk saja.

"Seungcheol bisa apa, Ma? Dia mengandung anak Jisoo, sahabat Seungcheol sendiri, sedangkan Junghwa? Dia mengandung anak aku, Ma." Seungcheol terlihat menggertakkan giginya, menatapku yang berjalan bersama Jisoo dengan dua koper besar. Seungcheol dan Junghwa menatapku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan. Junghwa kesal tapi senang aku bisa segera keluar. Aku menatap Seungcheol dengan tatapan harap, siapa tahu dia masih bisa mempertahankanku untuk tetap berada di apartemen ini.

"Ma, Ahrim pergi dulu."

"Iya, lebih baik kau pergi dari sini!" Seungcheol berteriak kepadaku. Membuatku menciut dan merasakan sakit yang berlebih di sudut hatiku. Jujur saja, aku ingin mengungkapkannya sekarang juga. Sekarang juga.

"Seungcheol kau benar akan merelakan wanitamu ini pergi?" Jisoo membuka mulut. Aku menatapnya, tapi Jisoo fokus pada Seungcheol. Dia menyebutku dengan wanita Seungcheol? Ya tapi itu mungkin jika Seungcheol tahu yang sebenarnya.

"Wanitaku kau bilang?" Seungcheol tertawa. Mendekatiku dan mencengkeram lenganku. Membuatku meringis kesakitan. "Wanitaku bukan yang mengandung bayi lelaki lain."

Tatapan interogasi yang Seungcheol layangkan kepadaku membuatku semakin mengkeret. Aku takut bukan main. "Seungcheol lepaskan! Ini sakit!"

"Sakit? Ini tak ada apa-apanya dengan sakitnya hatiku mendengar fakta bahwa bayi ini adalah bayi lelaki lain." Seungcheol menghempaskan tanganku kasar. Membuatku meneteskan air mata dengan hening. Aku tahu satu fakta disini, Seungcheol sudah menerimaku sebagai istri. Jika tidak, dia tidak akan sehancur ini saat ia tahu fakta bahwa aku mengandung. Mama hanya diam saja, namun tatapannya mengisyaratkan ketidak mampuan. Dia sedang bersandiwara sekarang.

"Jika kau mau mendengarkan faktanya, kau pasti tidak akan berani seperti ini Seungcheol!" teriakku pada Seungcheol yang membuatnya semakin geram. Cengkeraman Seungcheol semakin keras dan membuat telapak tanganku membiru karena darah tak mengalir di sana. Jujur saja aku sangat kesakitan.

Tangan Jisoo memukul pergelangan tangan Seungcheol yang membuat Seungcheol melepaskan cengkeramannya pada tanganku. Jisoo tampak marah, aku tahu dia pasti akan marah. Karena aku tahu betul, Jisoo sangat membenci jika wanita yang ada di dekatnya disakiti meskipun oleh orang yang terdekat dengan wanita itu sendiri. Dapat kulihat dengan jelas wajah Seungcheol memerah karena marah. Jisoo menarik tanganku agar aku duduk. "Kelakuanmu keterlaluan Seungcheol!"

"Lebih keterlaluan kelakuan bejatmu dibanding diriku, Jisoo."

"Benar kau tak mau mendengarkan faktanya?"

"Untuk apa? Toh aku tahu yang sebenarnya!"

"Dengar dulu Seungcheol!" Mama membuka mulutnya lagi. Seungcheol menatap mama kandungnya melembut.

"Ma, dengan hati yang penuh permohonan. Aku mohon Mama pergi dari sini karena aku akan menyelesaikan rumah tangga aku sendiri, Ma. Kumohon."

"Kau mengusir Mama, Seungcheol?" tanya Mama dengan nada kecewa.

"Ini rumah tangga Seungcheol, Ma!" Seungcheol membentak Mamanya sendiri. Membuat beliau menangis. Aku tak tega melihat Mama seperti ini. Aku ikut kecewa dengan Seungcheol.

"Tapi kamu anak Mama, Seungcheol!"

"Memang aku anak Mama, tapi ini keluarga aku, Ma. Sedekat apapun Mama sama aku ataupun menantu Mama, Mama sama sekali tidak berhak untuk ikut campur. Meskipun hanya untuk menyarankan, Ma."

Soft Of VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang