THIRTY FOUR

1.1K 182 18
                                    

"Aku juga mencintaimu, aku juga menyayangimu, teramat dalam. Tapi──"

Kuberanikan diriku untuk menciumnya, membuat Seungcheol tidak melanjutkan perkataannya. Seungcheol terdiam bagaikan patung. Dapat kulihat dengan jelas bahwa Seungcheol kaget dan matanya terbelalak sempurnya. Aku tak tahu dari mana datangnya keberanian untuk menciumnya, tapi ini murni keinginan dari hatiku.

Untuk waktu yang lama, bibir kami saling bersentuhan, hanya bersentuhan. Seungcheol agaknya tahu apa yang harus dilakukannya. Seungcheol akan mengakhiri permainan yang aku awali dengan baik. Bibir Seungcheol bergerak perlahan melumat lembut bibirku, kini matanya terpejam. Seiring lumatan lembutnya, aku memejamkan mataku. Tanganku ku kalungkan pada lehernya, bermain pada rambut hitamnya. Dia merubah penampilannya dengan sangat cepat seiring pernikahannya dengan Junghwa. Ah fakta ini, aku sangat membencinya.

Lumatan lembut Seungcheol kini berubah menjadi pagutan yang menuntut. Meminta lebih atas semuanya, meminta lebih untuk melanjutkannya. Aku segera tersadar dengan pembicaraan kami sebelum kami berciuman. Kuletakkan kedua tanganku pada dada Seungcheol, mendorongnya perlahan hingga membuat Seungcheol berhenti melumat bibirku. Napas kami terengah-engah. Seungcheol bergerak untuk menempelkan dahinya pada dahiku, saling mengatur napas bersamaan. Matanya terbuka, menatapku dengan penuh nafsu yang tersirat. Matanya dilapisi kabut yang membuatnya terlihat lebih membuatku tergoda. "Aku mohon, apapun tapi yang akan kau katakan, aku tidak ingin mendengarkannya. Aku tidak ingin lagi untuk menangis."

Seungcheol tersenyum manis. "Tapi pernikahannya tidak bisa dibatalkan, Ahrim."

"Aku tak menginginkan tapi itu Seungcheol, apapun."

"Aku serius, aku mencintaimu tapi aku lebih mencintai Junghwa." Aku tersenyum miris ketika Seungcheol selesai mengatakannya. Hatiku terasa sakit sekali. Hatiku terasa perih karena lukanya semakin lebar dan semakin dalam. Seungcheol menatapku dengan tatapan lembut, menunggu reaksiku setelah Seungcheol mengatakan pernyataan itu.

Kutatap manik mata coklat gelap milik Seungcheol yang berhasil membawaku ke dalam kubangan penuh rasa sakit ini. Air mataku mengalir disalah satu sudut mataku, membuat hatiku semakin teriris seiring tetesan hangat itu mengalir di pipiku. Tangan kanan Seungcheol bergerak untuk menghapus air mataku. "Mungkin aku belum beruntung, Seungcheol."

"Apa maksudmu?"

"Aku bagaikan burung merpati yang terluka di salah satu sayapnya. Ketika aku berharap untuk bisa melihat dunia lebih jauh, aku tahu bahwa aku tak akan bisa untuk terbang lagi. Satu sayap pun tak bisa membantuku terbang," kataku dengan air mata yang terus mengalir. Seungcheol menatapku lekat, membuat kakiku seakan lemah. Membuat hatiku semakin perih. Rasanya aku ingin berlari sejauh mungkin. Meninggalkan kehidupanku yang mungkin terasa pahit ini. Seungcheol tak berkutik, dia hanya diam sambil sesekali menghela napas berat.

Lama kami saling terdiam dan aku tak segera melanjutkan perkataanku. Kuhela napas berat sebelum melanjutkannya. Rasanya hati terasa semakin sakit ketika aku hendak mengatakan sesuatu. "Salah satu kekuatanku hilang Seungcheol, aku tak bisa untuk berjalan dengan sempurna. Aku tak bisa untuk melanjutkan masa depanku dengan baik. Salah satu sayapku resmi patah Seungcheol."

"Siapa sayapmu?"

"Putriku dan ..." Aku terdiam. Menatap Seungcheol yang masih menatapku lekat. Kuusap air mataku perlahan untuk menjernihkan pandanganku yang cukup kabur karena air mata menggenang di kedua sudut mataku. "Kau."

Seungcheol tersenyum samar mendengar jawabanku. Matanya terlihat berbinar menatap perut buncitku, tangannya bergerak menuju perutku. Dan tepat ketika permukaan telapak tangannya menyentuh perutku yang tertutup dress selututku, hatiku berdesir hebat. Seluruh bulu romaku sukses berdiri, aku meremang. Jantungku berdegup keras, darahku naik mencairkan emosiku tadi. Air mataku kembali menggenang dan menetes satu demi satu, perlahan semakin banyak. Hatiku menghangat seketika, meruntuhkan egoku yang dengan bodohnya meminta cerai dari Seungcheol. Kupu-kupu di perutku seakan terbangun dari hibernasi lamanya, saling bertubrukan menebarkan bubuk kebahagiaan, membuat senyumku mengembang terus merekah. Aku tersenyum dibalik tangisku. Untuk pertama kalinya, suamiku menyentuh putrinya. Suamiku membelai putri kecilnya yang masih berkembang dengan baik. Dapat kurasakan suatu pergerakan pada perutku. Putriku merespon sentuhan dari papanya. Sungguh hal ini membuat air mataku semakin dan semakin deras. Seungcheol tersenyum, dia masih mengusap lembut perutku.

Soft Of VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang