3rd pov
"Choi Haneul."
Ahrim menatap bayinya lekat dari balik tembok kaca. Tangannya kembali terangkat dan menyentuh kaca yang terasa dingin, telunjuk Ahrim bergerak. "Mama tunggu dirimu kepelukan Mama, Haneul."
Tangis kembali mewarnai keheningan itu, Seungcheol ikut menitihkan air mata. Tak lama, bayi dalam inkubator tersebut juga ikut menangis. Tangisnya sangatlah pelan, membuat alat bantu pernapasannya bergerak ringan, membuat alat pendeteksi jantungnya berdetak lebih cepat. Membuat Ahrim dan Seungcheol kaget dan panik. Tangis Ahrim semakin menjadi. "Seungcheol! Kumohon panggilkan dokter, kumohon!!"
Seungcheol ikut panik dan segera berlari memanggil dokter Kwon. Ahrim masih panik dan masih menyentuh tembok kaca dengan dua tangannya. Air mata Ahrim menggenang di seluruh pipinya. Dokter Kwon dan beberapa suster datang memeriksa keadaan bayi keduanya. Seungcheol segera memeluk Ahrim dari samping kanan, kedua tangan Ahrim yang tadi menyentuh kaca segera dipindahkannya menuju lengan kanan Seungcheol yang merengkuh erat leher Ahrim.
Selang beberapa menit, dokter Kwon datang menemui Ahrim dan Seungcheol yang terlihat khawatir. "Tuan dan Nyonya Choi. Putri kalian baik-baik saja."
"Tapi kenapa dia menangis, Dok?" Ahrim bertanya dengan penuh ke khawatiran. Seungcheol mencoba meredakannya dengan menepuk pelan punggung Ahrim. Seungcheol dengan khawatir pula menatap dokter Kwon yang justru tersenyum cerah.
"Mungkin karena ikatan batin dengan kalian berdua. Bayi kalian menangis karena ikut merasakan bagaimana sedihnya kalian," kata dokter Kwon dengan senyum merekah, membuat Ahrim dan Seungcheol ikut tenang. "Bayi kalian baik-baik saja. Kondisinya membaik dua hari ini. Dan Nyonya Choi, aku harap kau jaga kesehatanmu. Jangan banyak pikiran. Saya permisi."
Seungcheol dan Ahrim mengangguk. Secercah senyum tercipta di wajah keduanya. Seungcheol kembali memeluk erat Ahrim, mencium puncak kepalanya dengan penuh cinta.
---
Ahrim sudah mulai sehat, hari ini dia diperbolehkan keluar rumah sakit. Tapi bayi keduanya belum boleh dibawa keluar karena masih dalam pengawasan. Kini Ahrim dan Seungcheol pulang ke apartemen mereka, di mana Junghwa juga tinggal di sana selama beberapa hari ini. Apartemen itu sudah rapi seperti semula, tapi tidak dengan keadaan Junghwa. Tidak juga ada batang hidung sosok Junghwa. Entah bagaimana wanita itu keluar dari apartemen.
"Junghwa!" Seungcheol berteriak memanggil nama wanita yang sedang mengandung tersebut. Tidak ada jawaban atau sahutan dari Junghwa. Tidak ada tanda-tanda wanita itu ada di apartemen. Seungcheol dengan hati-hati masih memapah Ahrim menuju kamar tidur.
"Di mana Junghwa, Seungcheol?" Ahrim berkata dengan nada yang bergetar. Seungcheol menidurkan Ahrim di ranjang. Membelai rambut wanita itu sambil menarik selimut untuk menutupi badan Ahrim yang ringkih. Sebuah kecupan manis bersarang di kening Ahrim sebelum Seungcheol menjawab pertanyaan Ahrim.
"Tidak tahu Ahrim. Aku hanya menungguimu sejak kau koma, aku tidak memikirkan wanita itu." Seungcheol tersenyum sambil duduk di pinggir ranjang. Tangan kiri Seungcheol diletakkannya di sebelah kanan Ahrim, membuat Ahrim terkurung di tangan dan badan Seungcheol. Lelaki itu juga menatap Ahrim sambil tersenyum manis.
"Hubungi dia Seungcheol, aku khawatir sesuatu terjadi padanya."
Seungcheol menghela napas berat sambil mengangguk. Seungcheol mengambil ponselnya pada nakas dekat ranjang. Saat yang sama, Jisoo menelpon Seungcheol. Membuat lelaki itu berubah masam dan mengangkat telepon dari lelaki yang menjaga istrinya selama beberapa bulan itu. "Ada apa Jisoo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Soft Of Voice
Fanfiction[COMPLETED] Sama seperti sayap yang patah, dia tak akan bisa membawa burung yang sama untuk melihat dunia lebih indah. Akan ada sesuatu yang hilang ketika dia mulai terbang. Tapi yakinlah, pasti ada sayap lain yang membantu untuk terbang. Atau justr...