TWENTY NINE

1K 195 31
                                    

Rintik hujan menghiasi pagi ini. Sudah tiga bulan aku menghilang semenjak terakhir bertemu dengan Seungcheol yang menyuruhku untuk menggugurkan kandunganku. Aku masih merasa kesal kepadanya, jujur saja dia merusak segala rasaku kepadanya. Segalanya, tapi aku tidak yakin jika sudut hatiku masih miliknya. Tak ada yang tahu aku tinggal di unit apartemen Jisoo kecuali Jisoo sendiri, bahkan kedua orang tuaku juga mama mertuaku. Aku terkadang tinggal bersama Jisoo, dia yang menjagaku dan memenuhi semua kebutuhanku meskipun aku kadang harus menolaknya. Aku mulai terbiasa dengan kehadiran Jisoo di dekatku. Bukan sebagai papa untuk anakku tapi sebagai penjagaku, begitu katanya.

"Ahrim!" teriak Jisoo dari lantai bawah. Aku segera berjalan mendekatinya tanpa banyak bicara. Aku melihat Jisoo sudah rapi dengan jasnya dan juga kopernya. "Aku harus segera berangkat."

Aku hanya menjawabnya dengan senyum manis dan anggukan saja. Pagi ini Jisoo akan berangkat ke Jeju untuk proyek baru hotel keluarganya. Sejujurnya aku tidak enak kepadanya karena terus-terusan tinggal di apartemen miliknya. "Hati-hati di jalan Jisoo."

Jisoo menatapku dengan tatapan khawatir dan kasihan. "Ahrim, aku akan pergi untuk satu bulan dan kau di sini sendirian. Benarkah kau tak ingin kembali?"

Aku tahu apa maksud Jisoo kembali di sini, yang dimaksud oleh Jisoo adalah kembali bersama Seungcheol. Aku menghela napas kasar. Tersenyum miris pada Jisoo. "Aku sudah berulang kali bilang Jisoo, aku tidak ingin kembali kepada Seungcheol apapun alasannya."

"Tapi dia suamimu Ahrim."

"Tapi dia yang menyuruhku untuk menggugurkan bayinya sendiri Jisoo. Kumohon jangan bicarakan ini lagi."

Jisoo menyerah dengan menghela napasnya kasar pula. Dia mengganggukkan kepalanya beberapa kali. Dia meraih kopernya dan berpamitan kepadaku. "Aku pergi dulu. Jaga dirimu dan kandunganmu. Aku sudah bicara dengan Yein dan Eunwoo untuk sering-sering menghubungimu."

"Kau tidak memberitahu mereka aku ada di sini kan?" tanyaku khawatir. Jisoo hanya menggeleng dan tersenyum manis. Jika saja aku tidak lagi memiliki rasa cinta untuk Seungcheol, kurasa aku sudah jatuh terjerembab untuk mencintai Jisoo yang justru lebih sigap dari segi apapun kepadaku dibanding Seungcheol sendiri.

"Aku hanya meminta mereka untuk sering menghubungimu saja dan mengajakmu untuk jalan. Mereka juga khawatir dengan bayimu karena kau tidak bersama Seungcheol."

"Baiklah, terima kasih sudah menyembunyikan aku selama beberapa bulan ini dan jika aku sudah siap menjalani bisnisku aku akan segera membeli apartemen baru."

"Sudahlah Ahrim jangan dipikirkan, ini unit apartemenku yang tak terpakai, kau bisa memakainya sesuka hatimu. Anggap saja hadiah pernikahanmu dariku."

"Tapi ini berlebihan Jisoo."

"Sudahlah, aku menyayangkan jika unit ini tidak terpakai. Oh aku juga ingin mengingatkanmu, hari ini jadwal dirimu check up untuk kandunganmu."

Aku juga mensyukuri jika Jisoo selalu mengingatkanku atas keperluan kandunganku. Hari ini adalah check up keempatku selama aku mengandung. Hari ini jadwalku untuk mengetahui jenis kelamin bayi yang aku kandung. Aku tidak yakin ini bayi lelaki karena kebiasaanku rapi akhir-akhir ini. "Aku akan meminta Yein menemaniku dan meminta Eunwoo untuk mengantar kami."

Perkataanku dijawab anggukan oleh Jisoo. Dia tersenyum dan menepuk pundakku lembut tanda perpisahannya. Selama kami bersama, aku dan Jisoo tidak pernah melakukan hal aneh. Dia tidak pernah mencium dan menyentuhku. Dia sangat dan teramat menghormati keputusan dan permintaanku. Aku mengantar Jisoo hingga lobby apartemen dan melambaikan tangan kepadanya yang berlalu mengenakan taksi. Mobilnya sengaja ditinggal dan aku dimintanya untuk menggunakannya. Jika aku ada keperluan, aku tidak perlu menelpon dan menunggu Yein datang. Aku kembali dengan langkah gontai. Mengunci pintu apartemen dan mulai membersihkan diri bersiap untuk ke rumah sakit.

Soft Of VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang