TWENTY SIX

1.3K 178 40
                                    

"Bangun Seungcheol!"

Ku goyangkan perlahan tubuh Seungcheol yang masih tertutupi oleh selimut tebal. Rambut warna merah muda miliknya──yang ku ketahui baru berubah semalam dan ternyata sudah ganti sejak aku mulai ngidam──terlihat berantakan tak karuan. Wajah bantalnya terlihat berwarna merah muda. Pun pipi tembem dan bibir miliknya. Menggemaskan. Terkadang aku lupa jika menatap wajah bangun tidurnya seperti ini──yang lebih terlihat seperti lelaki kecil yang manis. Lupa akan perbuatannya semalam. Jujur saja memang semalam aku banyak membuat Seungcheol kesal karena menolak nafsunya. Bagaimana tidak? Aku sedang hamil muda, itu akan mempengaruhi janinku jika saja Seungcheol berbuat yang sedikit kasar. Syukurlah semalam Seungcheol tak terlalu memaksaku, sehingga aku lebih leluasa menjaga janin yang mulai berkembang ini.

Seungcheol hanya bergumam tak bermakna, dia membalikkan badannya dan tengkurap berlandaskan bantal di wajahnya. Memang jam masih menunjukkan pukul lima pagi, belum waktunya Seungcheol untuk bangun apalagi Junghwa──dia akan bangun ketika Seungcheol membangunkannya, jika suamiku ini tak membangunkannya, sampai siang dia baru bisa bangun. Oh iya, Junghwa. Semalam gadis itu selalu saja mengetuk pintu kamar tamu yang kami gunakan untuk tidur. Berteriak meminta Seungcheol bangun dan menemaninya yang tak bisa tidur. Tapi hasilnya selalu saja membuat Junghwa kesal. Gadis itu menggebrak pintu dan berdecak kesal.

Saat ini aku sudah bersiap usai mandi. Rambut yang masih setengah kering belum aku sisir rapi. Mengenakan celana pendek warna hitam dan kemeja Seungcheol semalam berwarna putih polos yang kebesaran. Alasan utamaku mengenakan kemeja Seungcheol adalah saat aku mandi, aku lupa membawa bajuku. Bukan hanya itu, jubah mandiku ada diluar dan hanya ada handuk persegi panjang dan kemeja Seungcheol. "Hm ..." Seungcheol kembali bergumam.

"Bangun!" Kutepuk-tepuk pipi tembemnya. Jujur saja aku sangat gemas kepadanya. Andai saja. Kami tidak seperti ini, mungkin hidupku akan lebih indah bagaikan surga. Tak menghiraukan tepukanku, Seungcheol justru semakin menengelamkan wajahnya di bantal. Aku berdecak, kutinggalkan Seungcheol yang mungkin masih ingin tidur. Kulangkahkan kakiku menuju meja rias kecil yang ada di sudut kamar. Kusisir perlahan rambut setengah keringku.

Belum sampai selesai, kutatap wajah dan badanku di cermin. Kulihat lekuk tubuh indahku lewat pantulan dibawah sinar lampu yang remang. Tak terlihat gemuk tapi perutku semakin membuncit. Kugerakkan tangan kananku yang tadi memegang sisir menuju perutku. Kuraba perlahan, seolah aku meraba bayiku. "Kuharap kau baik-baik disana, Anakku."

Bisikan demi bisikan terus mengiringi rabaanku pada perutku. Satu tetes, dua tetes hingga puluhan tetes air lembut mengalir dari sudut mataku. Perlahan ikut membasahi pipiku yang sedikit basah karena air saat aku mandi tadi. Hatiku seakan teriris. Anakku meminta haknya. Astaga! Apa yang harus aku lakukan, hatiku terus memintaku untuk mengatakan bahwa aku tengah hamil. Tapi logikaku menolak, tak akan kubiarkan Seungcheol mengetahuinya sebelum aku bisa membuktikan bahwa Junghwa adalah orang yang tak baik. Ku seka air mataku perlahan. Menghirup oksigen yang ada di ruangan ini lalu menghembuskan karbon dioksida yang memenuhi paru-paruku. Kutolehkan kepalaku melihat Seungcheol yang masih tertidur pulas. Tersenyum tipis.

Perlahan aku berjalan menuju jendela setelah selesai menyisir rambut setengah basahku. Ku sibakkan gordyn yang menghalangi jendela kaca berlukiskan kota Seoul dari sisi barat. Matahari sedikit demi sedikit memperlihatkan cahaya agungnya. Langit masih gelap. Angin pagi masih dingin. Sebagian besar penduduk Korea masih tidur, terlihat dari jalanan yang masih lengang dan lampu-lampu rumah yang masih menyala. Kuhirup dalam-dalam oksigen pagi hari yang masih sangat-sangat segar dan murni. Rasanya aku ingin kembali ke rumah. Menikmati udara segar pagi hari dengan berolah raga bersama papa. Ah aku sangat merindukannya juga mama.

"Ahrim." Suara serak dan rendah Seungcheol membuatku menoleh kearahnya. Dia sudah terlentang tapi masih menutup matanya.

Ku langkahkan kakiku menuju ranjang. Kutepuk perlahan kedua pipi tembemnya. "Bangun!"

Soft Of VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang