FOURTY TWO

1K 177 9
                                    

3rd pov

"Wonwoo." Ahrim sontak berkata sambil menutup bibirnya yang setengah terbuka. Ahrim mengeratkan genggamannya pada jaket abu-abu milik Seungcheol. Wonwoo masuk dengan jalan santai menatap Ahrim dan Seungcheol secara bergantian, tersenyum manis. Dia sama sekali tidak terlihat marah ataupun menyimpan dendam. Seungcheol memeluk bahu Ahrim dengan posesifnya. Tatapan Seungcheol terhadap Wonwoo menunjukkan ketidaksukaan. Jisoo dan Arin yang ada di sana pun berdiri, mereka tak bisa menyembunyikan kekagetan dan ketakutan mereka terutama Arin. Bahkan, Arin terlihat meraih kain kemeja bagian lengan Jisoo dan meremasnya. Jisoo berusaha meraih tangan Arin dan menggenggamnya. Erat, sangat erat. Ahrim melirik interaksi adiknya dan temannya itu. Ahrim bahkan melihat bahwa Jisoo sangat terlihat melindungi adiknya tersebut.

"Untuk apa kau kemari Wonwoo? Apakah urusan kita belum selesai?" Seungcheol bertanya dengan nada yang tidak suka. Sangat terdengar tidak suka. Seungcheol berjalan sambil memeluk bahu Ahrim. Cengkeraman tangan Ahrim pada jaket Seungcheol semakin erat ketika beberapa langkah lagi mendekati Wonwoo. Seungcheol menatap Jisoo juga Arin yang masih senantiasa bergenggaman tangan dengan erat. "Jisoo, Arin, jaga Haneul diatas. Kami harus berbicara bertiga saja."

Jisoo dan Arin mengangguk dengan bersamaan. Sebelum sukses meninggalkan Ahrim, Seungcheol juga Wonwoo, Jisoo menepuk pelan bahu Seungcheol. Berkata pelan, tapi Ahrim maupun Arin masih bisa mendengarkan bisikan Jisoo. "Kendalikan emosi mu, Seungcheol. Buat semuanya clear dengan kepala dingin."

Seungcheol berbalik menepuk lengan Jisoo dan tersenyum manis kepada sahabatnya itu. "Aku akan mengendalikan semuanya, Jisoo. Tolong jaga Haneul sebentar." Jisoo hanya menjawabnya dengan anggukan mantap lalu berlalu bersama Arin meninggalkan ketiganya. Ahrim masih menggenggam jaket Seungcheol dengan erat. Dia terlalu takut untuk kehilangan semuanya, lagi.

"Aku tidak akan mengganggu kalian. Tapi ijinkan aku untuk berbicara dengan kalian."

"Kau tidak berencana untuk menghancurkan kami bukan, Wonwoo?" Ahrim berani membuka mulutnya untuk berbicara. Jujur saja, sesungguhnya Ahrim sangat kalut berbicara dengan mantan tunangannya itu. Wonwoo yang dikenalnya sekarang bukanlah Wonwoo yang mungkin dipikirkannya, Wonwoo telah berubah seratus delapan puluh derajat. Ahrim mengangguk pelan ketika Seungcheol menatapnya penuh arti.

Seungcheol menghela napas berat sebelum mempersilahkan Wonwoo duduk di sofa ruang keluarga. "Duduklah, Wonwoo."

"Aku akan mengambil minuman," kata Ahrim melepaskan genggaman tangannya dan berjalan menuju dapur. Menuangkan jus jeruk di tiga gelas lalu membawanya kepada Seungcheol juga Wonwoo. Ahrim dapat melihat bahwa Seungcheol dan Wonwoo masih saling diam, tak ada pembicaraan diantara dua lelaki yang belum saling kenal itu. Ahrim menatap Wonwoo yang sedang diam menatap meja. Ahrim menghela napas berat, merasa kesal dengan kelakuan Wonwoo yang sama sekali tidak disangkanya. Ahrim berjalan pelan, meletakkan tiga gelas berisi jus berwarna oranye tersebut di meja lalu duduk di sebelah Seungcheol.

"Ada urusan apa kau kemari Wonwoo?" Ahrim berkata sebelum menghela napasnya. Sungguh, hatinya terasa sesak ketika mengetahui mantan kekasihnya bahkan tunangannya ada di depannya, di depan suaminya dengan topik yang sangat sensitif.

Wonwoo menghela napas. Menatap Ahrim dengan penuh penyesalan, menatap Seungcheol penuh ke-iri-an. "Aku ingin membicarakan dan meng-klarifikasi masalah yang terjadi diantara kita belakangan ini."

Ahrim terdiam. Seungcheol hampir saja membentak Wonwoo jika saja Ahrim tidak menatap suaminya lembut sambil membelai lengannya. "Biarkan dia bicara, Seungcheol," kata Ahrim lalu menatap Wonwoo. "Katakan saja Wonwoo, kami akan mendengarkannya."

Wonwoo tersenyum miris. Ia tak menyangka melihat wanita yang teramat dicintainya berada di pelukan lelaki lain. Dia sudah menyerah sekarang, tidak ingin lagi mengganggu mereka, Ahrim dan Seungcheol serta Haneul untuk bahagia. "Sebelumnya, aku ingin meminta maaf atas kelakuanku dan Junghwa kemarin. Aku tahu kami salah, bahkan salah besar. Tapi aku tak tahu harus bersikap bagaimana."

Soft Of VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang