"Kau──"
Aku semakin lunglai ketika melihat lelaki ini tepat didepan mataku. Tanganya merengkuh punggungku. Dia mengulas smirk nakalnya padaku. Aku mengerjapkan mata dua kali. Dia masih tersenyum nakal padaku. Aku menganga.
"Seungcheol ... bagaimana bisa kau kemari," kataku masih takjub. Mataku masih terpaku pada dirinya yang mencoba membangunkan badanku dari shock yang datang tiba-tiba ini.
Seungcheol terkekeh. "Kau ini bodoh!"
Kali ini aku dan Seungcheol sudah berdiri bersama. "Aku mengikutimu, aku harus membawamu segera untuk bertunangan, aku sebal mamaku cerewet terus," kata Seungcheol halus. Aku mengerjapkan mata pelan.
Tanpa berkata aku mengekori Seungcheol yang menarik tangan kiriku dengan tangan kanannya. Dengan kemeja dan hotpants yang kukenakan tadi, aku hanya memakai sandal jepit dan rambut yang masih basah juga berantakan. Kunci apartement ada di saku celana kananku, dengan tangan kananku memegang ponsel dengan gemetaran. Aku hanya memandang punggung kekar Sengcheol. Aku tak tahu lagi harus bagaimana, sekarang aku memang harus bertunangan dengan lelaki didepanku ini.
Aku duduk dikursi penumpang dengan kedua kaki yang tertekuk karena kedinginan. Kedua lengan kurusku memeluk kakiku, sangat dingin memang. Jam menunjukkan pukul tujuh belas lewat empat puluh dua menit. Terlalu mepet untuk sepasang calon tunangan mengingat kami belum ganti baju, aku belum merias wajah dan menata rambut coklatku. Seungcheol tetap gagah memandang jalanan sepi Seoul. Hening. Aku memutuskan untuk melihat ponselku yang sedari tadi menganggur. Membuka jejaring sosal instagram dan mencari akun milik Wonwoo. Terdapat dua foto baru yang diunggahnya. Pukul lima belas lewat dua puluh tadi dan dua hari lalu. Dua foto dengan latar belakang pemandangan Eropa. Wajah tampannya membuatku tercekat seketika. Aku merindukannya. Sangat merindukannya.
Aku menghela nafas berat. Mematikan ponsel lalu menghempaskannya dipangkuanku. Seungcheol melirikku, seakan tahu apa yang sedang aku rasakan.
"Kau kenapa?" tanyanya melirikku. Aku berbalik meliriknya lalu tersenyum getir.
"Tak ada apa-apa," kataku lalu menatap lurus jalanan Seoul.
"Kau teringat mantan kekasihmu yang sengaja kau putuskan demi aku?" tanya Seungcheol. Kali ini perkataannya benar-benar sesuai faktaku. Aku terkekeh. Perih.
"Tak ada masalah serius," kataku pelan. Seungcheol terkekeh.
"Untuk apa kau putuskan pacarmu hanya untukku? Toh aku masih memiliki Junghwa, kita menikah hanya untuk menuruti mendiang papaku karena aku sangat menyayanginya," jelas Seungcheol panjang lebar. Aku tersenyum perih. Aku benar-benar salah memutuskan Wonwoo untuk Seungcheol. Tapi aku tak bisa menikah dengan lelaki lain jika aku masih memiliki seorang kekasih, meskipun calon suamiku tak mencintaiku. Apapun itu, suami tetap tak bisa dikhianati.
"Memang kau sangat benar, tapi namanya suami istri meskipun tak ada cinta yang tumbuh diantara keduanya, sebuah pengkhianatan akan tetap menyakiti mereka," kataku pelan menatap Seungcheol. Dia hanya menatapku kosong. Mungkin memahami apa yang aku katakan.
Hening. Seungcheol fokus pada jalanan dan kemudinya. Aku sedikit mengumpat atas kelakuan Seungcheol yang mengabaikanku. Aku kedinginan, tak bisakah dia memberiku selimut atau jaket yang tak terpakai dikursi penumpang dibelakang. Mobil milik Seungcheol masuk kesebuah hotel berbintang di kawasan pusat kota Seoul. Hotel tempat para artis papan atas Korea beristirahat. Hotel termahal di Korea. Aku segera keluar dan berlari menuju ruangan rias. Dengan modal bertanya pada satpam, akhirnya aku sampai di ruang rias.
Aku pasrah saja dirias oleh make up artist yang dipilih khusus oleh Nyonya Song. Memang sejak aku datang mama dan Nyonya Song tak henti-hentinya ngomel. Memang ini salahku dan Seungcheol yang terlalu lama. Mereka berdua telah berdandan cantik dan memakai pakaian sepadan dengan warna biru muda.
Tiga puluh menit berlalu, kini aku telah siap dengan gaun putih selutut dengan bagian belakang panjang. Rambut yang digelung keatas dengan hiasan permata dibeberapa bagian. Riasan natural wajahku menambah cantiknya diriku sebagai seorang keturunan Yoon. Keluarga yang terkenal atas keramahan dan kesopanannya. Keluarga yang terkenal karena kegigihan dan kebaikan hatinya. Keluarga yang dikenal harmonis dan penghasil keturunan dengan sifat yang baik.
Kali ini saatnya pertunangan.
Seungcheol berdiri didepanku. Menatapku lekat dan dalam. Penampilan Seungcheol terlihat elite dan ... menggoda. Dengan stelan jas warna putihnya dia memegang kedua tanganku. Seakan dia benar-benar berdiri disini untukku. Seakan dia benar-benar mencintaiku. Lewat tatapan lembutnya, drama ini benar-benar sukses. Drama ini benar-benar membuatku semakin jatuh ke jurang cinta Seungcheol yang tak tahu bagaimana keadaan di dalam sana.
Seungcheol memasangkan cincin ke jari manis sebelah kananku. Mengecup punggung tanganku setelah sukses memasangkan cincin tanda cinta palsu darinya itu. Begitu pula aku, dengan senyum merekah aku memasangkan cincin dijari manis sebelah kanannya. Tangan kuatnya terlihat kontras dengan warna perak cincin ini.
Tepuk tangan tamu undangan mengiringi usainya acara tukar cincin. Seungcheol mencium mesra keningku, badanku bergetar hebat menerima perlakuannya ini. Jantungku berdegup cepat, aliran darahku mengalir deras. Seakan setiap inci pembuluh darahku tak ada penghalang. Pipiku merona seperti kepiting rebus. Senyum tak hilang membingkai wajah manisku. Namun hatiku perih seakan teriris oleh pisau berkarat. Ini hanya drama. Hanya sebuah drama.
"Aku harap kau tak terbawa perasaan Ahrim, ini hanya drama," bisik Seungcheol disela ciumannya. Mataku terbelalak sempurna, aku tak menyangka Seungcheol merusak suasana hatiku yang sedang bahagia ini. Seungcheol menyebar uap beracun diatas bunga-bunga yang sedang bermekaran dihatiku. Oh astaga! Aku tak menyangka akan sesakit ini. Kumohon Ahrim sadarlah. Kau tak boleh menyimpan rasa pada Seungcheol.
Aku terkekeh, sebenarnya sangat perih tapi mau apalagi? Aku tak ingin Seungcheol meremehkanku dan merendahkanku hanya untuk sebuah drama yang memakan banyak hati, tenaga dan pikiran serta hariku ini.
"Tenang saja, aku tak akan seperti itu," kataku agak menjauhkan kepalaku. Aku mendongak dan melihat wajah Seungcheol dengan nanar. Wajahnya yang diterpa cahaya dari arah belakang itu sangat membekas dalam memori otakku. Membekas jelas diotak kananku, tak akan pernah hilang.
"Baguslah," katanya menatapku balik. Dia terlihat (lebih) tampan dengan setelan jas kelas atasnya ini. Aku merasa sangat beruntung dijodohkan dengannya. Wonwoo maafkan aku, sungguh maafkan aku. Maafkan atas segalanya. Maafkan atas pengkhiatanku ini. Maafkan aku harus melebur habis rasa cinta ku padamu. Maafkan aku harus memaksakan melupakan harapan kita untuk masa depan. Maafkan aku Wonwoo, maaf.
Lamunanku buyar ketika Seungcheol mengeratkan pelukan tangan kanannya di pinggang rampingku. Aku tak sadar dia sedari tadi telah memelukku. Aku tak sadar dia membisikkan namaku dengan gemas.
"Kau melamun apa? Jangan-jangan kau mengingat mantan kekasihmu?" katanya langsung menusuk dibenakku. Dia selalu tahu apa yang aku pikirkan. Memang aku orang yang tak bisa menutupi sebuah perasaan. Orang akan bisa menebak apa yang sedang aku pikirkan.
"Sedikit, tapi tak apa, tak masalah," kataku menjawab perkataannya.
"Kau tak mau memelukku?" kata Seungcheol. Kali ini sukses membuat pipiku merona. Seungcheol terkekeh, sepertinya dia tahu aku sedang merona.
"Nggak perlu malu seperti ini," kata Seungcheol menarik kedua tanganku dan meletakkannya di pundaknya. Sungguh aku malu sekali saat ini. Pipiku semakin merona. Aku juga harus menahan seruan para tamu undangan. Terlihat papa, mama dan Nyonya Song yang tertawa bertiga diujung ruangan. Seungcheol mengulas smirk-nya yang sukses membuatku lunglai seketika.
"Siapkah kau menjadi istri seorang Choi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Soft Of Voice
Fiksi Penggemar[COMPLETED] Sama seperti sayap yang patah, dia tak akan bisa membawa burung yang sama untuk melihat dunia lebih indah. Akan ada sesuatu yang hilang ketika dia mulai terbang. Tapi yakinlah, pasti ada sayap lain yang membantu untuk terbang. Atau justr...