"Ahrim, kumohon jangan siksa dirimu seperti ini. Anakmu membutuhkan asupan makanan Ahrim." Yein terus saja membujukku yang tidak mau makan. Aku tahu jika bayiku membutuhkan makanan sehat, tapi aku memang tidak ingin makan. Sama sekali tidak ingin makan. Akhirnya aku memberitahu Yein alamat apartemen Jisoo ketika aku merasa tak tahan lagi dengan kelakuan Seungcheol. Yein juga tinggal disini sejak kemarin.
Sudah dua hari sejak kedatangan dan kabar pernikahan Seungcheol aku tak makan apapun. Jujur saja memang aku sudah mencintainya hingga aku seperti ini, hingga aku teramat terpukul dengan kabar penikahannya. "Aku tidak lapar, Yein."
"Ahrim, apakah kau tidak sayang dengan calon putri kecilmu?" Kini Eunwoo yang angkat bicara. Tunangan Yein ini memang sangat mengerti aku, sangat perhatian sama seperti Yein kepadaku.
"Aku menyayanginya, tapi aku lebih sakit ketika ayah kandungnya tidak menyayanginya. Aku tak apa jika Seungcheol tidak menyayangiku, bahkan aku rela Seungcheol meninggalkanku dalam keadaan apapun. Tapi posisinya sekarang, aku mengandung darah dagingnya," jelasku pasrah, membuat dua sahabat karibku itu diam membisu tak dapat menjawab. Aku masih menyandarkan kepalaku di sanadaran ranjang. Badanku terasa lemas dan panas, tapi aku tidak peduli. Aku ingin ayah dari anakku itu sadar.
Eunwoo berdiri setelah dikode oleh Yein. Dia merogoh saku celana bahannya. Aku lupa bahwa dia menyempatkan untuk ijin dari kantornya hari ini. Eunwoo mengeluarkan ponselnya dan mulai menelpon. Aku harap dia tidak bertindak gegabah dalam keadaanku yang seperti ini. "Jisoo!"
"..."
"Ada kabar buruk di sini." Eunwoo mondar-mandir saat menelpon Jisoo. Aku menghela napas berat ketika Yein menahanku untuk tidak mengganggu Eunwoo saat menelpon Jisoo. Aku sangat tidak enak pada Jisoo, aku sudah merepotkannya dengan tinggal di apartemennya. Aku hidup membebaninya, aku selalu meminta bantuannya. Lalu, beban apa lagi yang akan aku beri kepadanya kali ini?
"..."
"Ahrim, Jisoo. Dia tidak ingin makan sejak dua hari lalu."
"..."
"Dua hari yang lalu ... " Eunwoo menghentikan kata-katanya untuk melihatku. Wajahnya mengisyaratkan kekhawatiran yang berlebihan. "Seungcheol menemuinya."
"..."
"Untuk memberikan undangan pernikahan Seungcheol dan Junghwa bulan depan."
"..."
"Jika kau tidak sibuk. Aku hanya ingin memberimu kabar saja."
"..."
"Baiklah jika kau ingin kembali, aku harap tidak mengganggu pekerjaanmu."
"..."
"Hati-hati di jalan Jisoo." Eunwoo tersenyum lalu mengangguk yang aku tahu Jisoo tak akan bisa melihatnya. Aku menghela napas ketika Eunwoo duduk di kursi sebelah tempat tidurku.
"Untuk apa kau menelpon Jisoo? Dia pasti sedang sibuk." Aku sedikit bernada tinggi, ingin mengatakan pada Eunwoo bahwa keputusannya memberi tahu Jisoo tentang keadaanku adalah salah besar.
Yein membelai lembut tanganku yang terus melemah. Dia menatapku lembut pula. "Siapa yang akan menjagamu selain Jisoo untuk saat ini Ahrim?"
"Aku bisa menjaga diriku dan juga putriku sendiri."
"Tapi kau perempuan, suamimu meninggalkanmu tanpa ada rasa berdosa. Selain aku, Eunwoo dan keluargamu, hanya Jisoo yang sangat perhatian padamu. Hanya dia yang selalu ada untukmu Ahrim."
Benar. Memang hanya Jisoo yang selalu ada untukku saat ini, hanya dia yang berani mengambil resiko untuk diriku dan juga kandunganku. Aku hanya terdiam, tak bisa berkata apapun untuk membantah perkataan Yein. Semuanya benar dan tepat. Tak ada satu helaan napas yang salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soft Of Voice
Fanfiction[COMPLETED] Sama seperti sayap yang patah, dia tak akan bisa membawa burung yang sama untuk melihat dunia lebih indah. Akan ada sesuatu yang hilang ketika dia mulai terbang. Tapi yakinlah, pasti ada sayap lain yang membantu untuk terbang. Atau justr...