"Seungcheol!!"
Seketika apartemen milik Seungcheol hening. Hanya suara air conditioner yang menginterupsi percakapan panas kami. Setetika pula aku sadar akan hal yang telah aku katakan. Ini sama sekali bukan rencana awal. Astaga! Aku bahkan belum mengerti bagaimana aku bisa mengungkapkan ini semua. Ku lirik Seungcheol yang hanya terdiam menatapku di sana. Wajahnya terlihat pucat dan penuh tanda tanya. Jisoo tersenyum tipis menatapku, sepertinya dia bangga dengan apa yang telah aku katakan.
Kurasakan panas secara tiba-tiba di seluruh tubuhku, entahlah aku tak tahu lagi harus berkata apa untuk menjelaskan semuanya. Aku tak ingin lagi ada di depan Seungcheol sekarang. Aku tak ingin lagi. Air mata menggenang di sudut mataku, berlinang perlahan jatuh di pipi merahku. "Apa? Anakku?" Air mata tampak jatuh di pipi Seungcheol. Kulirik Junghwa yang masih berdiri tegap mematung, seakan tak percaya dengan fakta tiba-tiba yang aku katakan.
Seungcheol melepaskan pegangan Jisoo dengan kasar dan mulai mendekatiku. Degup jantungku memacu lebih cepat, membuat napasku tercekat seketika. Apa yang harus kulakukan. Langkah Seungcheol semakin mendekatiku, jantungku memacu darah lebih cepat dan cepat. Kulangkahkan sedikit demi sedikit kakiku kebelakang untuk menghindari Seungcheol, mulai berbalik dan berlari sekuat tenaga untuk kabur. "Ahrim!! Tunggu!!"
Tak kuhiraukan teriakan Seungcheol yang terus mengejarku. Aku tahu fakta bahwa aku tak akan bisa lebih jauh berlari menghindarinya karena sekarang aku sedang hamil tujuh bulan jalan delapan bulan tapi aku harus menghindarinya sekarang. Aku juga tak melihat Jisoo ataupun Junghwa yang mengejarku, aku yakin Junghwa pasti sedang shock berat karena ini. Dapat kulihat elevator yang ada di depanku, kukuatkan lagi tubuhku untuk berlari hingga aku berhasil membuka pintu elevator apartemen Seungcheol. Dentingan bunyi elevator yang sampai membuatku ingin segera berlari masuk.
Tak ada siapapun yang bersamaku. Hanya ada aku yang akan menaiki elevator ini. Dengan sigap aku segera memencet tombol penutup berkali-kali. Seungcheol ada di sana, terlihat berlari dan meneriaki namaku. Dan saat itu juga, dapat kurasakan serangan yang teramat menyakitkan di perutku. Kurasakan panas dan sakit yang menjalar di seluruh perut dan tubuhku. Aku dapat merasakan perutku terasa seperti di remas dengan sangat sangat keras.
Air mata terus berlinang. Sesuatu mengalir dari kakiku. Darah. Aku dapat merasakan bahwa kini aku pendarahan. Kepalaku terasa sakit menusuk di otakku, memaksaku untuk terpejam dan terpejam. Badanku sangat berat sekarang. Dan aku terjatuh. Gelap. Semuanya gelap. Tapi aku masih berhasil untuk meneriaki nama suamiku yang sedang mengejarku itu.
"Seungcheol!!!!"
---
3rd pov
Seungcheol terlihat terus berlari ketika istrinya, Ahrim, berusaha terus menghindarinya. Seungcheol terus meneriaki nama wanitanya, nama wanita yang sedang berusaha kabur dalam keadaan hamil besar. Itu akan sangat beresiko untuk wanitanya itu juga bayi yang sedang dikandungnya. Seungcheol tak menghiraukan Junghwa yang terlihat meneriaki namanya yang ditahan oleh Jisoo. Junghwa terlihat menangis di depan pintu apartemen miliknya.
Ahrim berhasil masuk ke dalam elevator dan berusaha memencet tombol. "Ahrim!!" Seungcheol meneriaki nama istrinya dengan terus berlari. Seungcheol terlihat berhenti ketika dilihatnya aliran darah mengalir dari kaki istrinya. Napasnya terasa tercekat, tak ada oksigen yang bisa dihirupnya untuk bernapas. Jantungnya berdegup teramat cepat. Kepalanya langsung pening. Air matanya tak bisa dihentikan, terus mengalir seperti darah yang mengalir terus menerus di kaki istrinya tersebut.
"Seungcheol!!!!" Teriakan miris istrinya itu seketika menyadarkannya. Ahrim telah tergolek lemah, pingsan di lantai elevator yang teramat dingin. Lantai itu pula bersimbah darah dari rahim Ahrim. Rasa sakit itu terasa menusuk di hati Seungcheol saat ini, dia bodoh jika membiarkan Ahrim seperti itu dan turun tanpa dibantu siapapun. Dengan penuh kekuatan Seungcheol berlari mendekati elevator sebelum pintunya tertutup. Seungcheol segera meletakkan tangan kanannya sebelum pintu tersebut sukses tertutup. Tak peduli dengan resiko yang akan terjadi jika pintu itu memiliki sensor yang tidak bekerja, saat ini wanita yang ada di dalam elevator lah yang lebih penting. Keselamatannya menjadi keselamatan dirinya pula, menjadi tanggung jawab utamanya mengingat status keduanya yang masih suami istri. Dan bayi itu, bayi yang entah Seungcheol percaya atau tidak, dia adalah darah dagingnya yang tak diakuinya selama ini. Bahkan membiarkan lelaki lain mengurus istri dan anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soft Of Voice
Fanfiction[COMPLETED] Sama seperti sayap yang patah, dia tak akan bisa membawa burung yang sama untuk melihat dunia lebih indah. Akan ada sesuatu yang hilang ketika dia mulai terbang. Tapi yakinlah, pasti ada sayap lain yang membantu untuk terbang. Atau justr...