FIFTEEN

1.4K 164 4
                                    

Entah apa yang kupikirkan saat ini, Seungcheol lagi-lagi pergi. Aku yakin, bahkan sangat yakin, malam ini pasti ia habiskan bersama Junghwa. Aku hanya diam saja ketika dia berpamitan akan pergi, aku tak peduli tapi aku sakit hati. Ya, aku sekarang mulai mencintai Seungcheol. Bagaimana pun dia suamiku, suami sah ku. Aku berhak untuk mencintainya. Tapi aku juga tak mengerti bisa mencintainya diwaktu yang sangat singkat ini. Hanya terhitung dua atau tiga hari saja. Sedangkan rasa cintaku pada Wonwoo? Masih kupendam dan akan aku jadikan sisi terindah dalam hatiku. Tak peduli bagaimana pun nanti lelaki yang akan membahagiakanku, rasa cintaku terhadap Wonwoo lah yang terindah. Tak ada yang lain. Tak akan ada yang menandingi. Tak akan ada yang menggantikan. Tak akan ada yang bisa menutupinya bahkan berusaha membuatnya hilang. Tak akan ada.

Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Aku duduk diujung jendela hotel yang menjorok, sengaja dibuat seperti itu untuk membantu pengunjung menikmati malam di Paris melalui jendelanya. Lagi-lagi, kokohnya Menara Eiffel membuatku takjub. Malam ini ia tampak segar, ia tampak bahagia. Lain denganku, aku baru saja merasa hancur disaat hatiku mulai bangkit lagi. Merasa patah, dikala mencoba untuk menyambung kembali. Merasa tersayat perih, dikala luka itu mulai menutup dengan sempurna. "Hufff ..." Aku menghembuskan nafasku, membuat jendela kaca terlihat berembun. Aku tersenyum miris menatap Eiffel. "Kuharap cintaku tak sayu malam ini. Kuharap cintaku semi malam ini."

Aku memutuskan untuk berjalan menuju kamar mandi, berendam dengan air hangat rasanya nyaman. Dengan aroma mawar dan suara gemercik air membuat pikiranku sejenak untuk tenang meskipun aku tahu jika Seungcheol kembali aku akan kembali pada pikiranku yang penuh beban. Aku tertidur, entah apa yang terfikirkan olehku. Tidur di bath up dengan keadaan telanjang dan hanya seorang diri di kamar hotel.

Tak terasa setengah jam berlalu. Aku segera menyudahi ritual berendamku. Mengenakan sweater tebal yang kebesaran beserta hotpants warna putih bersih. Rambutku yang basah kubiarkan begitu saja. Sepi. Hanya sepi yang aku rasakan ketika keluar dari kamar mandi. Masih tak ada tanda-tanda kehadiran Seungcheol disini. Entah kenapa, sejak tadi pagi usai pertemuan kami dengan Jisoo dan Junghwa, Seungcheol jadi sering diam, dia terlihat menjauh dariku. Aku menghela nafas berat, berjalan menuju jendela yang tadi kujadikan tempat untuk menunggui Seungcheol. Kali ini aku mengambil bantal sebagai sandaranku. Sekali lagi aku menghembuskan nafasku berat. Hingga pada akhirnya aku tertidur, tebuai dalam mimpi indahku.


---


Brak... Brak... Brak...

Suara gedoran pintu membangunkanku dari tidur nyenyak tak nyamanku. Mataku segera terbelalak ketika tahu ada yang menggedor pintu kamarku. Dengan kesadaran minim aku berjalan menuju pintu, sebelumnya aku mengedarkan pandanganku ke segala arah kamar ini. Tak ada siapapun. Hanya suara air conditioner yang terdengar. Mataku tertuju pada jam yang ada di meja sebelah ranjang, pukul dua lewat lima menit. Sepertinya, jika aku tidak salah melihat karena mataku masih terpengaruh dalam lelap. Hanya tersisa beberapa watt saja. Ugh! Kepalaku terasa sedikit pusing.

Brak... Brak... Brak...

Suara gedoran pintu terdengar kembali. Kali ini aku mulai menemukan kesadaranku walaupun belum penuh. "Sebentar! Sedang jalan." Aku berteriak dengan suara serakku. Tak peduli yang diluar sana terdengar atau tidak. Aku berjalan dengan langkah sedikit gontai, berlari kecil agar sampai ke daun pintu. Meminimalisir waktu yang digunakan tamu itu untuk menungguku.

Soft Of VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang