EP ㅡ 1

466 65 4
                                    

Seungcheol tak henti-hentinya memeluk Ahrim yang berdiri disebelah ranjang mereka, Seungcheol membawa Ahrim dalam pelukannya, semakin lama semakin erat dan semakin tak ingin lepas. Tak hanya berpelukan, Seungcheol sering menghujani ciuman di kening Ahrim beberapa kali. Hal ini membuat Ahrim terkekeh geli karena melihat kelakuan suaminya yang sangat terlihat manja. Ahrim menepuk punggung Seungcheol perlahan lalu membelainya lembut. "Kau yakin ingin masih seperti ini, Seungcheol?"

Seungcheol mengangguk mantap. Dia terlihat terus menghirup aroma tubuh istrinya yang begitu di rindukannya itu. Sejujurnya Seungcheol ingin marah, tapi ini benar-benar kejutan yang sangat tak terduga. "Aku sama sekali tak berpikir untuk melepaskan pelukan ini Ahrim."

"Aku rasa Sanha menangis, Seungcheol." Ahrim berkata bahwa dia ingin lepas, tapi tubuhnya sama sekali tak menunjukkan bahwa dia ingin melepaskan pelukannya bersama Seungcheol. Keduanya mendengar tangisan Sanha yang cukup keras. "Aku harus menyusuinya sekarang, Sayang."

Mendengar kata 'Sayang' yang keluar dari bibir Ahrim karena hal itu sangat jarang disebut Ahrim, maka Seungcheol mendengus kesal. Menyerah dengan panggilan paling mengesankan dari bibir Ahrim itu. Suara lembutnya langsung menusuk di otak Seungcheol lalu membuatnya ditumbuhi banyak bunga.

Akhirnya setelah hampir lima belas menit pelukan tersebut, Seungcheol mau melepaskannya. Tatapannya sama sekali tak ingin jauh dari Ahrim. Ahrim terkekeh menatap mata Seungcheol yang sembab dan bengkak akibat menangis selama dua hari.

Blak blak blak.

Keduanya kaget dan segera menoleh ke arah pintu. Suara kecil yang dihasilkan dari pukulan tangan ke pintu itu menginterupsi tatapan sendu keduanya. Ahrim dan Seungcheol bisa menebak bahwa itu suara yang dihasilkan oleh Haneul. Putri kecil nan pintar mereka.

"Mama! Papa! Haneul boleh masuk?"

Ahrim tersenyum manis. Seungcheol segera meraih pinggang Ahrim, dia benar-benar tidak ingin jauh dari Ahrim sekarang. Tidak untuk sedetik saja. Ahrim menatap Seungcheol, sedikit memicingkan matanya pada suaminya itu. Seungcheol hanya mengangkat kedua bahunya, sok tidak tahu dengan apa yang dilakukannya. Ahrim terkekeh. Ahrim berjalan bersama Seungcheol menuju pintu kamar mereka yang masih diketuk oleh putri kecil mereka dengan ritme yang sama. Kanan kiri, kanan kiri sambil terus memanggil keduanya.

"Mama! Papa! Mama! Papa! Mam──" Pintu terbuka, Haneul terdiam sambil menyembunyikan kedua tangannya ke belakang badannya. Tatapan Haneul menatap kedua orang tuanya dengan bersinar. "Mama, kata glandma Mama diminta susuin adek, dali tadi nangis, wajahnya melah."

Mendengar hal itu Ahrim langsung melepaskan pelukan Seungcheol dan menepuk pelan pipi Haneul sebelum meninggalkan keduanya dengan tatapan bingung, terlebih Haneul yang tak tahu apapun. "Kok Mama pelgi, Pa?"

Seungcheol tersenyum. Kini dia menundukkan badannya bertumpu pada kedua lututnya, menyejajarkan tingginya dengan putri cantiknya. Seungcheol menarik kedua tangannya dan menangkup pipi Haneul yang gembul dan merah. "Mama khawatir sama adek, Sayang. Haneul kasian sama adek juga kan?"

"Iya, Pa kasian. Adek nangis telus, digendong glandma nggak mau diem. Digendong tante Ayin sama om Jisoo juga nggak mau diem. Oma opa gendong juga. Haneul mau gendong adek juga, Pa. Tapi dimalahin oma, katanya Haneul belum boleh gendong, masih kecil."

Haneul memajukan bibir kecilnya, membuat Seungcheol terkekeh. Seungcheol mengusap lembut rambut lurus setengah ikal milik Haneul, memberinya pengertian bahwa Sanha──adik Haneul──masih sangat ringkih mengingat dia baru berumur beberapa hari. "Sayang, oma bukan memarahi Haneul, tapi oma memberitahu Haneul. Dan benar kata oma, Sanha masih bayi, hanya boleh digendong orang dewasa terutama Mama. Tante Arin juga tidak berani menggendong Sanha, dia baru berani jika seseorang ikut membantunya, contohnya om Jisoo."

Soft Of VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang