Chapter 3 (Meet Harry)

426 46 11
                                    

Kevia berjalan tanpa tujuan. Tidak, pikirannya sedang tidak kosong atau pun kacau. Well, mungkin sedikit. Tapi tidak terlalu buruk juga. Ia hanya sedang berusaha menikmati hari liburnya. Akhirnya, setelah sekian lama, ia bisa mendapat libur juga. Thanks to Caroline and Karl. Setidaknya dalam seminggu, ia tidak bisa keluar dari dapur itu untuk sebentar.

Gadis berambut brunette kemerahan itu, terus berjalan sembari memperhatikan orang di sekitar. Kesibukannya sebagai koki membuatnya terkurung di dapur terlalu lama. Jadi ia merasa seperti orang gua yang baru saja keluar dari tempat persembunyiannya.

Lelah berjalan, Kevia memutuskan untuk berhenti di satu coffee-shop. Membeli minuman dan beristirahat. Ia memilih duduk di dekat jendela, jadi ia bisa melihat suasana di luar. Matanya terus menelusuri dan meneliti orang-orang di luar. Terkadang tersenyum saat ada orang lain atau pun anak kecil yang menyapanya. Ia bahkan tidak sadar, banyak laki-laki yang memandang kagum dirinya. Well, siapa yang tidak kagum? Ia cantik dan ramah.

Kevia sesekali menyesap kopinya dan memakan cake yang ia pesan tadi. Matanya yang terus terfokus pada pemandangan di luar, membuatnya tidak sadar kalau sudah ada seorang laki-laki yang duduk di hadapannya.

"Pemandangan diluar lebih indah ya?" Suara dalam dan rendah milik laki-laki itu mengejutkan Kevia.

"Oh, apa aku mengejutkanmu?" Tanya laki-laki itu. Kevia mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum mengangguk pelan.

"Maaf kalau begitu." Kata laki-laki itu. Kevia sudah mulai rileks. Ia pun kini menatap laki-laki di hadapannya itu. Memperhatikan tiap inci dari tubuh laki-laki itu. Kebiasaan buruk saat bertemu orang baru.

Wajah dengan garis rahang yang tegas, hidungnya yang mancung serta bibir merahnya. Rambut keriting panjang hampir sebahu. Dan, Kevia melotot saat melihat sepasan tato di dada laki-laki itu.

"Ada apa?" Tanya laki-laki itu, begitu sadar pandangan gadis di hadapannya terpaku pada tato di dadanya. Kevia menunjuk tato di dada laki-laki itu, dan memandang wajah laki-laki itu dengan penuh tanya.

"Tatoku? Ada apa dengan mereka?" Tanya laki-laki itu. Kevia bingung. Ia memperhatikan kembali wajah laki-laki itu dengan seksama. Ia berusaha meyakinkan dirinya kalau ia tidak salah.

"Kenapa kau memandangku begitu?" Tanya laki-laki itu. Kevia merogoh tasnya dan mengeluarkan buku catatan yang selalu ia bawa.

Kau Harry Styles?

Laki-laki itu membaca tulisan Kevia dan tersenyum.

"Ya." Jawabnya singkat. Kevia kembali melotot. Mulutnya sedikit terbuka.

"Oh, kumohon jangan berteriak." Pinta Harry. Kevia terkekeh kecil.

Bersyukurlah karena aku tidak bisa bersuara.

Harry memandang Kevia. Dia tidak menyangka gadis sesempurna Kevia memiliki kekurangan juga.

"Maafkan aku." Kevia tersenyum dan mengibaskan tangan kanannya. Pertanda kalau itu bukan masalah.

"Omong-omong, siapa namamu?"

Kevia Gusev.

Harry mengernyit.

"Kau orang Rusia?"

Ayahku keturunan Inggris-Rusia.

Harry mengangguk-angguk.

"Apa yang sedang kau lakukan disini?" Kevia mengernyit lalu memutar kedua mata hijau keabuannya. Harry yang mengerti, meringis kecil.

"Maksudku, apa kau sedang menunggu seseorang? Atau hal lain mungkin?" Kevia menggeleng.

The Noiseless AssistantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang