Kevia menghela nafasnya. Akhirnya setelah perjalanan panjang dan melelahkan, ia sampai di rumahnya. Ia tidak pernah menyangka kalau ia akan merindukan rumahnya seperti ini.
Kevia menarik kopernya dan membawanya masuk ke rumahnya. Ia tidak mengetuk pintu terlebih dahulu, karena Aleksi tidak menguncinya. Kevia memang sudah memberitahukan pada bibinya itu kalau ia akan pulang hari itu dan akan tinggal selama beberapa hari.
"Sayang, sudah sampai?" Suara Aleksi terdengar dari dalam.
Kevia menghampiri bibinya dan memeluk wanita itu. Kevia merindukannya. Sangat merindukannya.
"Aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu sekarang, sayang. Seingatku kelima bos tampanmu itu masih memiliki jadwal di luar sana." Tukas Aleksi begitu pelukan mereka terlepas.
"Aku meminta ijin untuk pulang sementara, bi. Lagi pula, hari liburku kemarin sudah dipakai habis untuk bekerja bersama mereka." Aleksi tersenyum.
"Baiklah, istirahatlah dulu. Aku akan menyiapkan makan malam." Kevia mengangguk dan beranjak menuju ke kamarnya.
Gadis bermata hijau keabuan itu duduk di pinggir tempat tidurnya dan menatap poster yang menempel di dindingnya. Pandangannya kosong. Tidak berekspresi.
Setelah sesaat terdiam, gadis itu beranjak dari tempatnya dan merobek poster-poster di dinding kamarnya. Ia melipatnya dengan asal dan memasukkannya ke dalam sebuah kotak yang ada di bawah tempat tidurnya.
Kevia juga mengambil semua pernak-pernik One Direction yang ada di kamarnya dan memasukkannya ke kotak yang sama. Ia merapikan semuanya. Entah kenapa ia tidak ingin ada satu pun jejak kelima bosnya di kamarnya.
Nafasnya terengah begitu pekerjaannya selesai. Sesak di dadanya muncul begitu saja, sampai membuatnya menangis kembali. Sial, sudah berapa kali ia menangis dalam beberapa waktu ini? Kevia adalah gadis tegar, ia hampir tidak pernah menangis. Tapi sekarang? Ia jadi sangat sensitif. Dan ia benci itu.
Kevia menghapus kasar air matanya dan melangkah ke kamar mandi. Sepertinya berendam bisa sedikit membuat sesak dan penatnya hilang. Iya, sedikit. Karena ia tahu hal itu tidak akan hilang dengan mudah. Terlebih dalam beberapa waktu ke depan ia akan kembali bertemu dengan mereka.
"Ni-all." Lirih gadis itu.
Kevia menenggelamkan wajahnya di dalam bath tube berharap semua pikiran buruk dan rasa sakitnya luntur dan hilang. Kenapa mencintai seseorang sesulit ini? Apa karena ia jauh berada di bawah standar yang ada? Tunggu, standar?
Kevia bangkit dari posisinya dan duduk dengan tatapan kosong. Pikirannya mulai melantur kemana-mana. Mulai dari pekerjaannya, kondisinya, posisi Niall, dan Barbara. Benar. Ia tahu dengan jelas batasnya dimana. Ia hanya gadis beruntung. Seorang fans yang bisa bekerja pada idolanya. Iya. Hanya itu. Lalu kenapa ia ingin lebih? Bukannya bekerja dengan mereka sudah cukup? Kenapa ia sekarang berharap kalau Niall jatuh cinta padanya?
Gadis bodoh! Gadis batinnya menjerit. Memakinya dan mungkin tengah menamparnya. Ia benar-benar tidak bersyukur. Dengan kesal Kevia memukul dahinya beberapa kali, hingga ia merasa dahi dan tangannya sakit.
Sekarang usahanya bukanlah untuk melupakan Niall, tapi mencoba mengartikan perasaannya sendiri. Ia harus merubah perasaannya sebagaimana seorang fans kepada idolanya. Mengembalikan perasaannya sama seperti saat pertama kali ia melihat Niall audisi. Sama seperti saat pertama kali ia membeli poster pertama One Direction. Sama seperti itu. Tapi...
Gerakan mendadak dari pintu kamar mandi mengejutkannya. Membuat Kevia hampir kembali tenggelam dalam bak mandinya. Aleksi menghampiri Kevia dan menatap kesal gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Noiseless Assistant
FanfictionKevia Gusev, gadis beruntung yang bisa bekerja dengan band idolanya. One Direction. Kebahagiaan mampir di hidupnya. Namun itu tidak bertahan lama saat ia harus dihadapkan oleh kenyataan. Kalau segala harapan dan doanya, belum tentu bisa terwujud. Da...