"Kevia? Zayn?!"
Suara Liam semalam masih terngiang di kepala Kevia. Gadis itu sendiri sebenarnya masih berusaha mengingat apa yang terjadi sebenarnya. Ia mendapat bayangan aneh. Ia mencium Zayn, yang tentu saja sangat tidak mungkin.
Memang semalam ia tahu Zayn menghampirinya, tapi apa yang terjadi setelahnya, ia tidak begitu yakin. Kevia hanya yakin kalau Zayn menghampirinya untuk bicara, tapi apa yang dibicarakan itulah yang menjadi masalahnya. Ia tidak ingat sama sekali apa yang mereka bicarakan. Astaga, sebenarnya sebelum Liam membawanya kembali ke hotel, apa yang terjadi?
"Kevia." Suara seseorang terdengar. Kevia yang sedari tadi memandang kosong jendela restoran hotel, segera menoleh ke asal suara. Zayn kini sudah duduk di hadapannya.
Kevia menoleh ke arah sekitar, ternyata suasana restoran hotel masih sangat sepi. Hanya sekitar beberapa orang di sudut ruangan. Gadis itu kembali memusatkan perhatiannya pada Zayn dan memandang laki-laki itu dengan pandangan bertanya.
Zayn menyunggingkan senyum kecil sebelum berkata, "Aku ingin bicara denganmu soal semalam." Kedua alis Kevia terangkat. Ia menunggu Zayn melanjutkan.
"Soal ciuman kita semalam..." Kevia melotot seketika. "Kk--kiss?" Bisiknya.
Zayn mengerjapkan matanya dan mengangguk. "Yes, kiss. Apa sesuatu mengganggumu?" Kevia menutup mulutnya yang terbuka dengan tangan kirinya. Ia terkejut.
'Astaga! Jadi ciuman semalam itu benar terjadi?' Batinnya.
Melihat semburat merah yang muncul di wajah Kevia, membuat Zayn terkekeh. "Kau tidak ingat kejadian semalam? Atau...?" Kevia merogoh ponselnya dan mengetik.
Maaf, bukannya aku tidak ingat. Tapi aku tidak tahu kalau itu benar-benar terjadi.
Alis kanan Zayn terangkat. "Jadi maksudmu, kau mengira itu hanya mimpi?" Kevia mengerutkan keningnya dan menatap ke sekitar. Oh astaga, apa yang harus ia katakan?
Bukan begitu. Maksudku, aku tidak yakin apa kita benar-benar berciuman atau tidak.
Kali ini kedua alis Zayn yang terangkat. "Kau mengira itu hanya bayangan di pikiranmu saja?" Semburat merah kembali muncul di wajah Kevia. Gadis itu mengangguk malu.
Zayn terkekeh. "Ah, jadi Kevia pernah membayangkan berciuman denganku?" Kevia menggigit bibirnya. Siapa juga yang tidak membayangkan hal itu? Zayn terlalu tampan untuk dilewatkan begitu saja.
Zayn kembali terkekeh. "Aku tersanjung kalau kau memang benar-benar pernah membayangkan hal itu." Kedua alis Kevia terangkat. Maksudnya?
"Aku cukup iri melihat Harry yang bisa menciummu, atau Niall yang bebas mendekatimu. Meski kita tahu mereka sedang dekat dengan perempuan lain." Kevia memiringkan kepalanya.
Kau iri melihat Harry menciumku?
Zayn mengangguk. "That's one of the reason why i kissed you." Kevia kembali melotot.
So, it wasn't me who kissed you first?
Zayn menggeleng. "Dan karena itu aku ingin menjelaskannya." Kevia mengangguk lambat. Membiarkan Zayn meneruskan.
"I like you at the first sight. I have interested in you first, but when i know you, the feels getting stronger." Kevia mengerjapkan matanya, namun tidak memberi respon apapun. Melihat itu, Zayn melanjutkan.
"Aku ingin mengutarakannya padamu. Tapi kau tahu, aku menjalin "hubungan" dengan Perrie." Zayn menarik nafas dalam. "Meski hubungan kami tidaklah nyata, tapi sangat tidak baik mengkhianatinya dengan mengencanimu. Dan akan terdengar kurang ajar kalau aku mengencanimu tapi lebih sering tampil di publik dengan Perrie."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Noiseless Assistant
FanfictionKevia Gusev, gadis beruntung yang bisa bekerja dengan band idolanya. One Direction. Kebahagiaan mampir di hidupnya. Namun itu tidak bertahan lama saat ia harus dihadapkan oleh kenyataan. Kalau segala harapan dan doanya, belum tentu bisa terwujud. Da...