13.1

2K 212 29
                                    


Nana selalu bersemangat dengan kegiatan perkemahan. Meski Gina selalu bilang kalau kemah itu sama saja menyiksa diri, tapi Nana merasakan kebebasan di alam terbuka. Ia juga bisa bermain, berolahraga sambil mengasah otak dengan teman-teman yang lain. Tak terkecuali, ia bisa memerintah teman-temannya dan berteriak tanpa takut mereka sakit hati. Setidaknya, sampai sekarang Nana yakin belum ada yang sakit hati padanya.

Sayangnya, hari ini Nana tidak seexcited biasanya. Dengan bibir cemberut, cewek ini memperhatikan Bram yang berdiri di kursinya di deretan seberang Nana, tengah tertawa dengan beberapa teman. Baju pramuka Bram yang beberapa saat yang lalu masih rapi sekarang sudah keuar dari celananya gara-gara ia asyik bercerita, entah apa.

Beberapa atribut pramuka yang mereka beli beberapa hari lalu sudah terpasang dengan apik di seragam Bram. Termasuk badge TKK di dijahit tidak rapi di sebelah kanan lengan seragamnya. Pemasangan yang ngawur dan tidak bertanggung jawab. Tanda kecakapan umum saja belum pernah ia dapatkan dan Bram malah seenaknya membeli beberapa badge TKK. Nana pikir Bram hanya ingin membeli saja. Tapi sesampainya di rumah, Bram justru meminta alat jahit ke Martha.

Martha menawari Bram untuk menjahitkan badge yang Bram pilih, tapi ditolak: TKK filateli (karena kata Bram, dia punya teman pecinta filateli), TKK Pencak Silat (karena sudah lama ia ingin belajar silat), dan TKK Penjahit (Bram bertekad menjahit badge ini sendiri, dan memang itulah yang ia lakukan).

Kalau tidak mengingat kondisi keluarganya, cewek ini pasti sudah memprotes Bram yang tidak tahu makna TKK itu dan main asal tempel. Nana mendengus, mengalihkan perhatiannya dari Bram dan menatap selempang pramuka yang ada di pangkuannya.

Selempang itu hampir penuh. Selama dua tahun ini Nana berhasil mengumpulkan lebih dari 20 TKK dan semuanya didapat dengan kerja keras dan sesuai kemampuannya. Nana tidak sabar melihat respons kakak Pembina mereka saat melihat Bram.

Bus yang mereka tumpangi bergoncang cukup keras, membuat Bram yang berdiri di gang terhuyung ke samping, tepat mengenai lengan Tami yang duduk di sebelah Nana.

"Sori, nggak sengaja," Permintaan maaf itu diiringi sebuah senyum manis, yang membuat Tami mengangguk dan tersipu malu.

"Kamu baru ikut pramuka, kan?" Bram malah milih mengobrol dengan Tami. Cewek itu terlihat terkejut sebelum akhirnya menjawab.

Meski Nana berpura-pura tidak memperhatikan, tapi ia bisa melihat telinga Tami memerah.

"Kenal sama kakak galak sebelahmu?"

"Eh... iya. Eh, maksudnya bukan kenal, tapi tahu... Kak Nana kan pradani... jadi..." ucap Tami takut-takut.

"Kok jadi gagap gitu," Bram tertawa. "Kalau di pramuka kelihatan galak, ya? Dia nggak galak, kok. Tuh, Kak Nananya mau kenalan sama kamu."

Nana yang sedang memandang ke luar jendela, dengan cepat melotot ke arah Bram. Ia tidak berkeinginan kenalan dengan cewek di sebelahnya meski sebelum duduk tad ia sempat melirik nama dadanya. Nana tadi duduk di sebelah Tami karena tidak ada kursi kosong lainnya. Sebagai pradani, ia harus melakukan pengecekan akhir sebelum akhirnya bisa duduk.

Tami menoleh, membuat Nana mengulurkan tangannya ke arah Tami. "Aku Nana."

"Ta-Tami." Tami menjabat tangan Nana.

"Oh, namanya Tatami?" Bram nyeletuk, membuat Tami menoleh pada Bram lagi.

"Ta-Tami aja, Kak. Enggak pake Ta di depannya." Tami masih terlihat gugup.

"Lho, jadi Ta-nya ada berapa? Dua apa tiga? Tatatami? Atau tatami?" Bram menggoda, sengaja menyebutkan kata 'ta' dengan lambat.

"Ta-ta..."

Nana berusaha menahan tawa. Dilihat dari warna telinga Tami yang semakin merah, wajah cewek itu pasti sudah seperti kepiting rebus.

"Tatami itu jok kursinya orang Jepang, Kak..." Tami bersuara lirih.

"Oh, jadi ada keturunan Jepang?" Tanya Bram lagi dengan polos.

"Bu-bukan..."

Nana tertawa kecil. Saat ia pikir tidak ada yang memperhatikan, ia malah melihat ujung mata Bram melirik ke arahnya. Nana terdiam, malu karena tertangkap basah mendengarkan perbincangan mereka berdua. Saat ia mengerling ke Bram, cowok itu sudah asyik menggoda Tami lagi.

Ada yang aneh dengan dirinya. Ada perasaan tak suka menelusup di hatinya. Nana menelan ludah dan memalingkan wajah, tak ingin berlama-lama melihat pemandangan itu.

*

Ada yang bisa nebak apa yang akan terjadi di bumi perkemahan ini?

Oiya, pas sekolah ada yang ikut ekskul pramuka? Berhubung aku sendiri enggak pernah ikut, jadi agak kagok waktu mau nulis bagian berikutnya :)

Next part, semoga bisa besok, ya. Makasih sudah baca.

JacksonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang