"Kak Bram! Cepet masuk!" Jose menyambut Bram yang baru saja membuka gerbang depan. Gadis kecil ini melambai-lambai dengan antusias.
"Tumben banget Jose nungguin Kak Bram di luar?" sapa Bram sambil menowel pipi gembul gadis kecil itu. Jose tidak menanggapi dan malah meraih tangan Bram, menariknya masuk.
"Cepetan masuk!" perintah Jose tidak sabar.
"Jose, biar Kak Bram-nya ganti baju dulu," teguran Martha terdengar ketika mereka berdua masuk ke ruang tamu.
"Tapi, Ma... Jose penasaran," gadis cilik itu menggembungkan pipinya, cemberut.
"Ada apa, sih?" tanya Bram pada Nana yang sedang duduk di ruang tamu.
"Ada paket!" seru Jose kelewat ceria. "Buat Kak Bram."
Bram menaikkan alisnya lalu menatap Nana meminta jawaban.
"Tadi siang ada kurir JNE datang, bawa paket. Buat kamu," Nana menjelaskan sementara Jose meluncur ke dalam dan mengambil barang yang sedang diperbincangkan. "Jose jadi semangat soalnya selama ini jarang ada paket ke rumah."
"Anak sekarang jarang punya sahabat pena, ya. Dulu Mama sering banget dapat surat dari sahabat pena, lho," Martha bercerita sebentar sebelum kembali ke dapur, berkutat mempersiapkan makan malam.
Bram ber "Oh," kecil terlihat tidak tertarik. Sekarang, di ruang tamu hanya ada Bram dan Nana.
"Kamu dari mana kok baru pulang?" tanya Nana, berharap pertanyaannya tidak terlalu sok ingin tahu. Ia sendiri sudah pulang sedari tadi. Padahal biasanya justru Bram yang lebih duluan pulang ke rumah.
"Rey ngajak main bola," jawab Bram.
Nana mengangguk pelan, pantas pakaian cowok itu terlihat lebih tidak rapi dari biasanya. Lalu bercak kecokelatan di bagian dada itu pasti bekas kena bola. Seragam yang tidak dikancingkan juga tanda bahwa cowok itu kegerahan.
Tiba-tiba Nana terpaku. Ia tidak bisa mengalihkan perhatian pada dada bidang Bram. Di kepalanya, terputar kejadian beberapa waktu lalu, saat ia melihat tubuh Bram. Meski hanya beberapa detik, tapi Nana masih bisa merasakan sensasi yang sama. Wajah cewek itu pun memerah.
"Na?"
"Eh?" Nana segera menatap Bram yang sudah memanggilnya beberapa kali.
"Kamu kenapa, sih?" tanya cowok itu khawatir.
Nana bergumam tidak jelas.
"Apa?" tanya Bram sambil mengempaskan diri duduk di sofa dekat Nana.
Nana mulai mengutuk jantungnya yang mulai berulah dan mulutnya yang seakan dilem. Tiba-tiba, ruang tamu itu terasa sangat panas.
"Kak Nana... geser!" Jose kembali ke ruang tamu dan segera masuk diantara Nana dan Bram. Nana mengembuskan napas lega karena ia tidak perlu menjawab Bram.
"Nih, Kak Bram. Ayo buka!" Jose menyodorkan paket yang dibungkus kotak seukuran kardus sepatu yang terbungkus rapi dengan kertas cokelat.
Bram membaca nama pengirim yang tertera di atasnya. Raut wajahnya seketika berubah. Nana memperhatikan perubahan ekspresi itu dan ikut melirik.
SEQUEL Entertainment (Wendra Bahari Utama)- DKI Jakarta
"Ayo dibuka, Kak Bram," pinta Jose penuh harap.
"Nanti saja," sergah Bram, mengambil kotak itu dari tangan Jose dan menaruhnya dengan asal di sebelahnya.
"Lho, kok nanti? Kan Jose..."
"Jose, Kak Bram kan lagi capek. Jadi paketnya dibuka nanti. Jose juga katanya mau kerjain PR?" Nana mencoba menengahi.
"Yaaah... tapi kan..." Jose protes.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jackson
Dla nastolatkówPROSES REVISI Jackson, si penyanyi muda itu kalah bertaruh dengan opa-nya. Alhasil, di umurnya yang sudah menginjak angka 22 tahun, ia justru harus kembali ke bangku SMA. Cowok ini juga harus tinggal di sebuah keluarga yang tidak ia kenal. Keluarga...