Pagi ini, Bram tidak sabar pergi ke sekolah. Ia bahkan sudah menunggu di depan pintu 15 menit lebih awal dari biasanya, menunggu Gina menjemputnya dan Nana.
Begitu mobil Gina terlihat, ia segera berteriak memanggil Nana yang keluar dari rumah sambil membawa dua kotak donat. Cowok ini segera mengambil dua kotak donat itu dari Nana dan berjalan cepat ke mobil Gina dengan wajah mengulum senyum.
"Tahu nggak, Gin..." ucap Bram begitu ia dan Nana masuk ke mobil.
Meski beberapa hari lalu Gina dan Nana terlihat saling bermusuhan, tapi ternyata kunjungan singkat ke rumah Nana malam-malam itu langsung membuat keduanya kembali bersahabat. Nana pun sepertinya sudah tidak mempermasalahkan kehadirannya, tidak juga melarang sahabatnya berfangirling ria dengannya, meski justru Gina yang agak menjaga jarak. Tapi well... ini progress yang bagus, kan?
"Selamat pagi, Bram dan Nana!" Gina yang duduk di kursi depan menyapa dengan ceria.
"Kemarin... Nana menghancurkan perasaan seorang cowok!" Bram mengucapkannya dengan senyum lebar. Entah kenapa, ia ingin menggosipkan kejadian kemarin pada Gina dan juga Rey. Ah, bukan gossip karena itulah fakta yang terjadi kemarin. Ia ingin memberitahu mereka bahwa Nana menolak seorang cowok, yang anehnya membuatnya senang.
Gina menjerit tertahan. "Siapa? Bayu? Atau Rendra?"
Nana tak menjawab sehingga Gina mencubitnya cukup keras sampai ia mengaduh. "Sakit ih! Bayu sama Hendy. Puas?"
Gina memegang kedua pipinya dengan kedua tangannya. "Yang bener? Hendy akhirnya berani nembak kamu?" ucapnya sambil tergelak.
Bram melongo mendengar tiga nama itu. "Ada banyak, ya?" tanyanya tak percaya.
"Jangan salah... Nana ini kembang sekolah. Tiap tahun banyak cowok sakit hati."
Bram masih tak percaya dengan pendengarannya. Cewek ini... popular? Meski kulitnya putih tapi wajahnya biasa saja. Tubuhnya cenderung kurus, sifatnya pun terlalu uptight dan jarang senyum. Apa sih yang mereka lihat dari Nana?
Oh, matanya bagus, cokelat terang yang membuat Bram kadang terpaku beberapa detik sebelum mengalihkan pandangan. Lalu rambut hitam legamnya yang terlihat sangat halus. Bram yakin kalau Nana mau lebih sering menggerai rambutnya, cewek itu akan terlihat lebih cantik.
"Dia kan..." Bram menunjuk Nana dengan jarinya lalu menggerakkannya dari atas ke bawah.
Cantik.
Bram terdiam sesaat, berusaha menelaah satu kata yang tiba-tiba dilontarkan otaknya. Ia pun mendesah dengan gerakan berlebihan, merasa malu dengan pemikirannya sendiri. "Nggak ada yang lebih baik dari dia? Kamu misalnya?" ia menunjuk Gina yang langsung tergelak.
"Maaf ya, aku udah ada yang punya."
Bram teringat. "Sebelum pacaran sama Rey... kamu pasti lebih popular, kan? Magnet Nana jelas nggak sebesar magnet-mu."
"Oh, magnet Nana jelas gedhe banget tapi dia selalu ngubah kutubnya jadi sama ke semua orang."
Tunggu, apa maksudnya? Bram ingat pelajaran tentang magnet memiliki kutub. Kutub yang menunjukkan arah mata angin. Tapi teori lainnya... tiba-tiba Bram menyesal menyinggung tentang magnet.
"Kamu tahu, kan magnet punya dua kutub?" tiba-tiba Nana angkat bicara begitu melihat wajah bingung Bram.
Bram balas mendelik, "gue anak IPS," ucapnya, seakan membela diri.
Nana mendengus.
"Intinya... medan magnet Nana ini gedhe," Gina memotong. "Fans Nana juga banyak!" Gina mengangguk pasti.
"Kenapa?" Bram masih tak mengerti.
"Maksudmu apa?" Nana mendelik. "Aku nggak pantes buat disukai orang?"
"Setiap cowok kan punya tipe. Ada yang suka gaya feminine kayak gue. Ada juga yang suka jenis cewek independen kayak Nana. Nana ini meski penampilannya nggak tomboy, dia seneng kegiatan luar. Selain pramuka, dia jago olah raga. Banyak cowok yang suka cewek kayak gitu. Kalau diajak ngomong tentang olah raga juga nyambung. Diajak ngobrol temen cewek pun nyambung... tahu tentang gossip-gosip artis... dari aku sih hahaha!"
"Kalau Bram... suka cewek kayak apa? Feminin kayak aku atau kayak Nana?"
Bram menatap Nana yang ternyata sedang menatapnya balik. Tiba-tiba Bram tidak bisa berpikir. Apakah dia juga sedang terkenal medan magnet Nana... apapun artinya itu...
"Selera dia sih jelas cewek cantik, body bagus, suara cempreng..." Nana angkat bicara.
"Oh, iya bener..." Gina menimpali, lalu menatap Bram prihatin. "Maaf ya Bram, meski aku ini fans kamu, tapi buat selera milih cewek..."
"Lenne!" Nana menjentikkan jarinya, teringat nama pacar Bram yang pernah disebutkan Gina.
"Aku nggak pacaran sama dia," jawab Bram defensif. Bisa-bisanya nama itu keluar dari mulut Nana?! Dan lagi, Nana dan Gina membicarakan itu dengan santai. Bukannya Gina adalah fansnya. Mana rasa cemburunya?
Kalau Nana, Bram bisa mengerti. Nana bukanlah penggemarnya. Meski... kalau seandainya saja Nana terlihat sedikit terganggu dengan nama 'Lenne', Bram akan sedikit lebih lega.
"Kalian ini korban gossip," Bram mencibir.
"Kok gossip sih? Bukannya kalian udah jadian?" Gina mengambil ponselnya dari tasnya. "Lenne ngetweet sendiri mention kamu, nyebut kamu 'pacar' kok. Emang masih rahasia, ya?"
Bram dengan cepat merebut ponsel Gina.
*
![](https://img.wattpad.com/cover/69948586-288-k562480.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jackson
Teen FictionPROSES REVISI Jackson, si penyanyi muda itu kalah bertaruh dengan opa-nya. Alhasil, di umurnya yang sudah menginjak angka 22 tahun, ia justru harus kembali ke bangku SMA. Cowok ini juga harus tinggal di sebuah keluarga yang tidak ia kenal. Keluarga...