maaf kehapus, nih.
btw, gimana caranya supaya part ini bisa ada di atas lagi, ya?
****
"NAAAA! NANA!"
Teriakan itu membuat Nana menolehkan kepala dan mendapati sebuah Juke merah mengikutinya. Dari jendela di kursi tengah yang terbuka, kepala seorang gadis cantik terulur.
"Ayo masuk!" Gadis berambut panjang bernama Gina itu membukakan pintu mobilnya kemudian bergeser supaya Nana bisa masuk. "Pak agak cepet ya, udah mau telat nih!" Gina segera memerintah sopirnya.
"Lebih tepatnya 'udah telat'," gerutu Nana. Jam di tangannya menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit.
"Aduh, Na... maaf ya. Aku bangun kesiangan nih," Gina segera meminta maaf. Nana hanya sempat mendelik jengkel dan Gina segera menambahkan, "Tapi aku tadi mandi cepet banget lho. Mandi bebek. Mama aja sampe heran. Harusnya sih aku bisa sampe ke rumah kamu tepat waktu. Tapi..."
Gina sengaja menggantungkan kalimatnya. Gadis yang memiliki wajah kebule-bulean dari neneknya yang asli dari negeri Belanda itu nyengir, memamerkan deretan giginya yang sudah terlihat rapi tapi masih dipasangi kawat gigi dengan karet berwarna merah.
"Tapi apa?" tuntut Nana. Rasa kesalnya belum juga hilang.
"Tuh keringet dilap dulu," Gina malah mengulurkan sebuah tissue pada Nana. "Heran, disuruh nunggu kok malah jalan. Pasti aku jemput kamu, kok. Kan kemarin udah janji... meski telat,"
Nana mengambil tisu, menghapus titik keringat di dahinya sambil mencibir, "tapi kenapa telat?"
"Tapi..." Gina mengucapkan perlahan, "terus mampir ke kios majalah dulu..."
"Astaga, Gin!" Belum sampai Gina menyelesaikan kalimatnya, Nana sudah meledak marah. "Kita ini hampir telat, kamu malah beli majalah. Kan ya bisa ntar abis pulang sekolah!"
"Habisnya..." Gina terlihat merengek kemudian menunjukkan majalah yang tadi ia letakkan di kantong belakang kursi. "Covernya si Jackson! Ini edisi khususnya dia setelah nerima award minggu lalu."
Kalau Gina menyangka alasan yang ia berikan bisa membuat Nana mentolerir perbuatannya, Gina salah besar. Bahkan sebelum melirik majalah itu, Nana sudah mencibir, "Jadi aku bakal telat gara-gara penyanyi sialan itu?"
Gina nyengir bersalah, tapi memilih tak memedulikan umpatan kekesalan Nana. "Hari ini donatnya bawa, kan?" tanya Gina sambil membuka tutup kotak plastik besar yang dibawa Nana di pangkuannya. "Eh, kok agak... jelek gini bentuknya?"
"Nggak usah dijual," ucap Nana sambil langsung menutup kotak plastik itu.
"Lho kok nggak usah? Tetep dijual nggak apa-apa. Rasanya tetep enak, kan?" Gina bertanya kemudian berpegangan pada kursi di depannya ketika mobilnya mengerem mendadak.
"Maaf, Non, ada sepeda yang nyelonong," ucap Pak Toyo kemudian mulai menekan pedal gas pelan-pelan.
"Ngagetin aja, Pak!" Gina berkomentar. Matanya melihat jam di dashbor mobilnya dan wajahnya menjadi murung, "Kayaknya beneran telat, deh. Ntar donatnya kamu bawa aja dulu. Aku ke kelasmu ya,"
"Aku langsung keluar kelas pas istirahat," Nana memberitahu.
"Mau ke kantor pramuka dulu, ya?" Gina mengendik pada travel bag yang diletakkan Nana di lantai mobil. "Tunggu bentaaar aja, aku langsung lari kok!"
Akhirnya Nana mengangguk. Ia tahu kalau temannya ini akan terus memohon padanya untuk menunggu.
"Kalian ini kok... camping mulu sih. Seneng banget tidur di tenda!"
Nana menipiskan bibirnya kemudian mengendik ke arah sebuah majalah yang tergeletak di pangkuan Gina, "Kamu kok... seneng banget beli majalah tiap minggu! Nggak capek? Bukannya kamu nggak suka baca?"
Gina tertawa, "Aku kan beli majalah kalau cuma ada Jackson-nya! Eh, tahu nggak, Na. Penghargaan yang dia dapet minggu lalu itu, bikin dia dinominasiin di ajang Asia Tenggara."
"Penghargaan apa sih? Penyanyi yang mememakan paling banyak korban?" sindir Nana.
"Hush!" Gina menegur dengan wajah serius, kemudian tersenyum seakan komentar Nana yang barusan tidak pernah ia dengar, "Penyanyi cowok terbaik, Na," ucap Gina lambat-lambat seakan sedang menjelaskan 1+1=2 pada seorang anak kecil. "Udah tiga kali berturut-turut lho di Indonesia! Nggak heran sih kalau bisa masuk ke penghargaan luar negeri, secara dia kan emang sering tur ke luar negeri.
Nana menggelengkan kepala, "terserah deh," ucapnya. "Aku cuma mau ingetin, yang namanya selebriti itu bukan dewa, jadi jangan habis-habisin duit buat beli majalah terus. Mending simpen buat sesuatu yang lebih berguna."
"Tahu kok, Na," Gina nyengir. "Tapi kan aku masih SMA... seneng-seneng dikit boleh kan. Kalau aku udah gedhe, paling juga bakalan bosen sama dunia artis-artisan. Jadi sekarang, aku pengin nikmatin aja."
Nana mengangguk, menyetujui pemikiran Gina. Gadis ini tahu perasaan Gina, ia pun dulu begitu. Dulu... . Sekarang ia sudah lebih dewasa dan menyadari kekonyolan yang ia lakukan dulu.
"Eh, Na... Minggu pulang jam berapa?" Gina bertanya lagi, membuat Nana memicingkan mata curiga. "Kenapa?" tanya Nana.
Gina mengambil majalahnya lagi dan menunjukkan sebuah halaman. Nana mendengus saat membaca judul yang tertera di situ.
Kompetisi Menjadi Model Music Video JackSon!
"Kamu mau ikutan?" Nana bertanya, tahu ke arah mana perbincang ini.
Gina terkekeh, "kamu kan tahu aku ngefans banget dia."
Nana menggertakkan rahangnya, "Dan kamu juga tahu banget aku benci dia. Dia musuhku. Aku nggak masalah kamu ngefans dia, selama nggak ada interaksi sama dia. Tapi kalau kamu sampai kepilih jadi model dia..."
"Jadi kamu yakin aku bakal diterima?" Gina malah menatap Nana dengan wajah berbinar.
Tentu saja! Dengan wajah kebule-bulean meski memakai kawat gigi, tinggi semampai dan badan putih mulus, tentu mudah bagi Gina untuk menjadi model. Yang menghalanginya sampai sekarang hanyanya restu dari orang tua. Tapi kalau orangtuanya tahu ia menjadi model penyanyi sekaliber Jackson, tentu restu itu akan mudah didapat, Nana yakin itu.
Gina mengangguk, "Dan kamu sendiri tahu kebencianmu itu nggak realistis dan nggak seharusnya kamu benci dia."
Nana tersenyum meremehkan sambil menahan gemuruh amarah di dadanya, "Dia yang bunuh kakakku!"
Gina mengernyit, "Kamu tahu kan kalau pemikiran kayak gitu dangkal banget."
Nana mendengus, "Gara-gara dia, Kak Yohan pergi. Memang dangkal, tapi itu kenyataannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jackson
Teen FictionPROSES REVISI Jackson, si penyanyi muda itu kalah bertaruh dengan opa-nya. Alhasil, di umurnya yang sudah menginjak angka 22 tahun, ia justru harus kembali ke bangku SMA. Cowok ini juga harus tinggal di sebuah keluarga yang tidak ia kenal. Keluarga...