"Coba ulangi lagi, kenapa aku harus nemenin kamu ke photo studio?" tanya Nana untuk yang kesekian kalinya pada Gina. Segera setelah bel istirahat berbunyi, Gina segera menghambur dari kelasnya di XII IPA 3 ke kelas Nana di XII IPS 1. Untung saja Nana belum keluar dari kelas sehingga dengan mudah ditemui.
Meski mereka bersahabat sejak SMP, saat istirahat mereka memang tidak selalu bersama. Setidaknya setahun belakangan ini setelah Gina menjabat sebagai ketua Koperasi Siswa. Kepemimpinannya akan berakhir sebentar lagi karena mereka sudah naik ke jenjang terakhir di SMA dan harus mempersiapkan diri untuk ujian akhir, tapi sebelum pemilihan ketua baru bulan depan, Gina akan terus sibuk selama jam istirahat.
"Kamu kan sahabatku!" balas Gina manja sambil mengaitkan tangannya di lengan Nana.
"Ih... pakai pegang-pegang!" Nana segera mengibaskan tangan Gina pura-pura jijik.
"Nana kan baiiiik... pasti mau nemenin aku, kan!" Gina kembali merayu. "Sini kubawain tas kamu," ucapnya lalu segera mengambil travel bag Nana dan mendekapnya erat-erat. Mereka pun berjalan keluar dari kelas Nana.
"Aku baru balik Minggu. Bisa siang bisa sore," Nana mengingatkan Gina. "Kapan deadline ngumpulin formulirnya?"
"Masih lama kok," ucap Gina. "Masih dua minggu lagi. Ntar bantuin aku milih foto mana yang bisa dikirim ke kompetisinya ya."
Nana mengangguk dengan pasti. "Aku ke ruang pramuka dulu. Kamu duluan ke kopsis?" Tanya Nana saat mereka sampai di persimpangan jalan.
"Bareng aja. Donatnya buat jam istirahat ke dua aja. Udah ada yang booking juga dari kelasku. Mau buat dessert," ucap Gina enteng.
Mereka pun kembali berjalan bersama dan Gina segera bertanya, "Kamu yakin nggak apa-apa, kan?" wajah Gina tiba-tiba berubah serius. "Nggak apa-apa kalau aku ikutan kompetisi itu?"
"Emangnya Gin... kalau aku bilang nggak setuju, kamu bakal nggak jadi kirim?" Nana malah balik bertanya, membuat Gina menyeringai kecil.
"You know me so well, Na," ucap Gina.
"Bukan berarti aku maafin si Jackson!" Nana cepat-cepat menambahkan.
"Tahu, kok," Gina tersenyum. "Thanks ya."
Mereka pun sampai di depan kantor ekskul pramuka. Nana masuk ke dalam dan mengernyitkan dahinya saat mendapati ruangan yang lumayan kosong.
"Anak-anak yang lain nggak ada yang nitip tas?" tanya Nana pada Pram, salah satu anak pramuka.
"Kan nggak jadi," Pram menjawab, membuat Nana kembali menautkan alisnya. "Maksudnya?"
"Batal, Mbak. Pak Budi kemarin sakit, sampai hari ini kayaknya juga belum masuk. Makanya dibatalin. Kan nggak boleh camping sendiri tanpa pengawas." Pram menjawab lagi. "Emangnya Mbak nggak baca infonya di grup whatsapp?"
Ck, Nana mendecakkan lidah dalam hati. Sepertinya ponsel sekarang merupakan kebutuhan primer. Bukan sekali ini saja Nana ketinggalan informasi. Sebelum ponselnya rusak pun, ia pernah ketinggalan info kalau besok bakal ada kuis dadakan. Hampir semua teman sekelasnya punya whatsapp atau aplikasi lainnya, yang sayangnya tidak bisa ia gunakan di ponsel polyponic lamanya.
Dengan sedikit kecewa, Nana keluar dari ruangan itu. Sisi positifnya sih, ia tidak perlu keluar uang untuk pergi berkemah dan bisa mengerjakan PR yang sudah menumpuk padahal ini baru minggu pertama tahun ajaran baru. Katanya, kelas XII memang sangat sibuk, sampai tak ada waktu istirahat.
"Kalau gitu anterin aku hari ini ya!" seru Gina.
Oh iya, dan itu juga sisi positif yang lain.
"Kamu kok nggak minta dianter cowokmu aja?" Nana hampir melupakan fakta bahwa Gina baru saja jadian dengan teman sekelasnya.
Gina tersipu, "Malu ah. Kamu aja yang anterin. Lagian dia kan masih latihan buat lomba voli. Ntar mampir rumah sebentar ambil beberapa baju. Aku udah siapin kok."
Nana segera mengangguk. Ia tidak punya kegiatan lain lagi hari ini. "Aku ikut ke kopsis ya," ucap Nana sambil mengulurkan tangan ingin mengambil tasnya.
"Oke. Mau dibawa langsung tasnya?" tanya Gina.
Nana menggelengkan kepala. "Kutaruh ke kelas dulu."
Nana dan Gina berpisah. Sambil mebawa tasnya, Nana berbelok dan langsung berteriak ketika tiba-tiba segerombolan orang berjalan cepat ke arahnya. Hampir semuanya cewek dan karena Nana tidak terlalu mengenali mereka, sepertinya kebanyakan dari kelas X. Lihat saja seragam mereka yang masih putih bersih dan kebesaran. Anak kelas XI biasanya sudah mulai memakai seragam yang menunjukkan lekuk tubuh mereka.
Ada apa sih? Mata Nana terus memperhatikan para cewek itu sampai mereka menghilang dari pandangannya. Para cewek-cewek itu terlihat bersemangat dan berbinar. Masa karena masa orientasi selesai kemarin, mereka jadi senang begitu? Nana menduga-duga.
"Di luar ada rame-rame apa sih, Sis?" Nana mendekati Siska yang duduk di meja guru. Siska sedang heboh bercerita, dan beberapa teman sekelasnya memperhatikan dengan penuh minat.
"Eh, Na... kamu dari ruang pramuka, kan?" Siska malah balik bertanya saat melihat tas Nana. "Tuh, coba tanya Nana kalau kalian nggak percaya," ia meminta kedua temannya.
"Kamu tadi ke ruang pramuka nggak ngelewatin kantor kepsek?" tanya temannya yang lain.
Nana menggeleng. "Aku lewat belakang. Kenapa?"
"Ada murid baru. Miriiip banget sama Jackson!" ucap Siska menggebu-gebu.
Dih!
Nana bisa merasakan kejengkelan mulai menelusup di dadanya.
Yang benar saja! Kenapa hari ini ia harus terus-terusan mendengar nama itu! Dan lagi...
"Tahu Jackson, kan?" Siska mencoba memastikan saat Nana tidak memberikan respons apapun.
"Tahu," balas Nana tak minat.
Dia orang yang membunuh kakakku, tambahnya dalam hati.
***Update-nya cepet, kan :)
Seperti yang kubilang, naskah ini udah berumur 3 tahun dan udah mulai bulukan hahaha.
So, this is the end of chapter 1.
Di bab selanjutnya, kamu akan kenalan dengan si Jackson.
Jackson... si cowok 22 tahun yang masih harus pakai seragam SMA.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jackson
Fiksi RemajaPROSES REVISI Jackson, si penyanyi muda itu kalah bertaruh dengan opa-nya. Alhasil, di umurnya yang sudah menginjak angka 22 tahun, ia justru harus kembali ke bangku SMA. Cowok ini juga harus tinggal di sebuah keluarga yang tidak ia kenal. Keluarga...