Seumur-umur sudah sering naik panggung, baru kali ini banyak orang menggila mencariku sampai naik ke atas panggung begitu pementasan selesai. Bahkan dosen-dosen yang ikut menonton juga mencariku dan mengajakku berfoto. Mereka terpesona dengan kacapi suling yang kumainkan bersama kang Yoyo untuk menyambut tamu-tamu tadi. Bahkan ada yang sampai menitikkan air mata, terharu. Masih ada anak muda yang mau melestarikan kebudayaan Indonesia katanya.
Mataku terus melirik ke arah Euis yang sedang berfoto-foto bersama penari lainnya di sisi lain panggung.
Ah, sial, aku juga ingin berfoto dengannya. Dan akhirnya kunikmati saja bagaimana aku menjadi artis yang disukai oleh orang-orang. Karena memang jarang untuk seorang pemusik bisa dilihat lebih dari pada penari. Sebetulnya hal itu tidak pernah menjadi masalah untukku, karena yang kucari hanya kepuasan di hati. Itu yang terpenting.
"Jems foto dong!!" sekarang gantian para penari-penari yang berfoto denganku. Dan lagi-lagi hanya Fedo yang tidak mau berfoto denganku dan kang Yoyo. Paling tidak ia sudah tidak menunjukkan egonya baik selama proses latihan maupun selama proses pentas.
"Ih udah atuh ih gua juga mau foto sama Jems!" aku menengok ke kiri, sumber suara itu. Euis. Dengan wajah cemberut meminta teman-temannya menyudahi sesi foto-fotonya bersamaku.
"Kasih deh kasiiihh, haha." Ara melepaskanku, membiarkanku menghampiri Euis yang terlihat 3x lebih cantik dari biasanya. Efek make up dan kostum.
"Mau foto gaya apa?" aku tersenyum sok tenang, padahal jantungku jungkir balik kesana kemari.
"Gaya penari." ia mengambil pose atas, aku mengambil pose bawah seperti jaipongan berpasangan.
"Ih Jems bisa nari??!!" pekik Ara, aku menyeringai, tidak banyak yang tahu dulu aku pun penari. Lalu entah siapa saja yang memotret kami, bahkan handphone Euis sudah ada di tangan Bram. Aku dan Euis berdiri seperti biasa, memikirkan pose selanjutnya dengan kamera tetap memotret kami. Aku pegang tangannya, ia bingung, dengan segera kubopong dia. Euis terkejut tapi tertawa dan langsung melingkarkan tangannya di leherku.
"Ahh so sweet!!!" ganti Zizah yang memekik ala fangirling, jangan gitu dong, grogi gua . Tak lama Euis kuturunkan dan kamera mengarah ke penari-penari lain yang juga minta difoto. Aku menggenggam tangan Euis, tahu-tahu ia memelukku dengan erat.
"Jeeemmmss!!" hanya itu yang diucapkannya, sepertinya berdasar dari kelegaan hati karena pementasan sudah selesai.
"OOHH JADI YANG ITU JEMS!" aku menoleh ke arah sumber suara yang diteriakkan dari kejauhan, dari ujung pintu masuk sepertinya. Sial, aku lupa si kampret itu kuundang datang. Aku menoleh ke arah pintu masuk sementara Euis masih memelukku, sepertinya ia tidak mendengar suara Nonik barusan.
Aku memang melihat Nonik duduk menonton selama pertunjukkan, tapi saat sesi foto-foto ia tidak ikut naik ke panggung sama sekali. Dan aku menemukannya, sedang berdiri sambil memeluk dirinya sendiri dan memanyunkan bibirnya seperti bebek, menggodaku. Menyebalkan.
"Idih lepet pisang lu ngapain kesini??!!" kang Yoyo melompat dari panggung, menghampiri Nonik. Euis melepas pelukan kami dan melihat ke arah Nonik yang sedang dihampiri kang Yoyo.
"Tuh diundang sama tukang suling, haha." Nonik menunjuk-nunjukku, ingin kubidik lalu kulempar dengan pemukul kendang rasanya.
"Itu temen kamu?" tanya Euis yang masih berdiri di sebelahku.
"Iya, anak musik juga."
"HAH IYAA??!! Waaaa kamu ngundang temen kok gak bilang-bilang siiihhh!" Euis mengguncang tubuhku, aku mengajaknya turun panggung dan menemui Nonik yang cengar-cengir tidak jelas melihatku datang.
"Non, kenalin ini Euis. Is, kenalin ini Nonik." Euis dan Nonik saling bersalaman dan bertukar nama.
"Eh eh tadi nonton dari awal?? Gimana pementasannya??" tanya Euis dengan bersemangat.
"Keren loh! Sumpah, bukan karena ada dua orang ini ya, tapi emang beneran keren! Penarinya kompak, rapi, kostumnya bagus deh gua suka." tutur Nonik panjang, Euis terlihat sangat bersemangat dan sumringah.
"Serius? Ya ampuunn Alhamdulillah ya. Jems gak bilang temennya mau nonton! Eh, anak musik juga?"
"Ahahaha nggak kok gua anak bapak ibu gua." aku memberikan wajah jelekku, membuat Nonik semakin tertawa. Kubiarkan Nonik dan Euis berbincang-bincang, hingga akhirnya Euis minta izin untuk ganti baju.
"Coy, mati-matian yak ngelatih mereka? Haha." Nonik yang lebih pendek dariku mencoba merangkulku dari samping.
"Yagitudeh, hahaha." balasku singkat, memandangi sekian banyak alat musik yang masih harus kuangkut kembali ke ruangan. Mereka tidak bisa berjalan sendiri pastinya.
"Itu Euis ya? Lumayan."
"Lumayan apanya?" aku menengok menatap Nonik tajam.
"Ya lumayan semuanya. Hahaha." Nonik tertawa tidak jelas.
"Cantik?"
"Iyalah. Tapi lumayan juga gak seperti yang gua duga."
"Hah?" aku memiringkan kepalaku.
"Udah ah lu mah kalo laper bego, gak papah kalo lu mau terus pedekate sama dia. Selama dia belom punya pacar, belokin aja. Wakakak! " Nonik mengangkat kedua jempolnya. Aku menyeringai lebar, senang.
"Tapi tetep hati-hati ya, kan gua cuma bilang lumayan, bukan nice. " kata-kata Nonik selanjutnya langsung melunturkan segara kebungahan hatiku.
Tanggal publikasi: 20 Juli 2016
Tanggal penyuntingan: 29 Agustus 2018
![](https://img.wattpad.com/cover/78345631-288-k491385.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya mah Jodoh
Aktuelle LiteraturAda yang bilang, pemusik dan penari itu jodoh karena saling membutuhkan satu sama lain. Tapi apa iya? Kalau misalnya keduanya memiliki jenis kelamin yang sama, masih bisa disebut jodoh kah? Ah, 'jodoh' hanya sebuah kata yang selalu membentuk suatu m...