"Ayolah angkat...."
Ini adalah usaha ketigaku setelah dua kali menelpon nomor itu namun tidak diangkat.
"Tolong... Angkat..."
Tuutt
"Gua udah beli pulsa 100 ribu.."
Tuutt
"Lagi bokek nih gua.."
Tuutt
"Woy..."
Tulalit.. Tulalit..
"AH!"
Kesal, frustasi, bingung, penasaran. Semua bercampur menjadi satu di batinku. Aku tidak mengerti kenapa pemilik nomor itu, siapapun itu, tidak mengangkat telponku. Aku sangat berharap kalau itu adalah nomor Euis.
Euis?
Hanya itu yang sanggup kuketik sebelum kukirimkan ke nomor itu. Aku masuk lagi ke dalam kafe, tidak enak juga meninggalkan mbak Yara sendirian.
"Gimana?" aku menyenderkan diri ke kursi dengan sedikit lunglai "Gak diangkat?" tanya mbak Yara lagi. Aku menggeleng.
"Nggak mbak..." mbak Yara menatapku sejenak, seperti menyemangati dalam hati. Semangati kantongku yang menipis juga dong mbak...
"Yaudah, kayanya kalo aku tanya sekarang kamu juga belum bisa cerita. Aku dulu yang cerita ya Jems, gak papah kan?"
"Gak papah kok mbak, tenang aja." aku tersenyum kecil
"Tapi aku mau minta kopi kamu ya, hehe." lalu mbak Yara memanggil seorang pelayan, minta dibawakan gelas kosong. Setengah berlari pelayan itu segera memenuhi permintaan mbak Yara. Di dalam hati aku tertawa melihat betapa sumringahnya pelayan tadi.
"Hmm mungkin kamu lebih paham bagaimana banyak orang yang 'ngefans' sama aku." kata mbak Yara sembari menuang kopi. Aku mengangguk pelan sekaligus menyeringai.
"Iya mbak..."
"Kamu sendiri ke aku gimana?" aku kaget karena alur pembicaraan ini mulai tidak tertebak.
"Eh.. Mbak kan tetehku..?" mbak Yara tertawa lepas. Membuatku lupa dengan siapa sebetulnya aku sedang berbicara.
"Hahaha maaf ya Jems ceritaku berikut ini akan memberi kesan betapa sombongnya Margareta Mutiara Anggraini karena banyak fans." tawa renyah mbak Yara terdengar lembut di ujung kalimatnya.
"Haha gak papah mbak santai " aku menghirup aroma kopiku, mencoba menyegarkan pikiranku yang terus memikirkan sms tadi.
"Haha oke kaya yang aku bilang tadi. Sebetulnya aku tetep berusaha biasa aja menanggapi kabar aku punya banyak fans. Waktu aku ke kampus untuk pertama kalinya kemaren, waktu kamu lewat sama dua temenmu terus aku panggil, aku kaget banyak orang yang nyambut aku. Segitunya ya? Haha." mbak Yara menyesap kopinya dan menghela nafas sebentar. Aku tertawa kecil.
"Duh aku kaya disertasi ah kebanyakan latar belakang. Nah ada satu mahasiswa yang satu gereja sama aku. Dia memang agak pendiam dan agak creepy. Dia sering semacam secara sengaja ketemu aku, beberapa kali minta foto bareng, kadang sering ngajak diskusi juga."
"Mahasiswa kampus kita mbak?" mbak Yara mengangguk.
"Tapi setelah aku pulang dari Prancis kemaren, dia dateng ke rumahku. Aku gak tau dia dapet alamatku dari mana. Ya aku terima baik-baik, namanya tamu." aku sedikit mengernyit karena nada bicara mbak Yara mulai bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya mah Jodoh
General FictionAda yang bilang, pemusik dan penari itu jodoh karena saling membutuhkan satu sama lain. Tapi apa iya? Kalau misalnya keduanya memiliki jenis kelamin yang sama, masih bisa disebut jodoh kah? Ah, 'jodoh' hanya sebuah kata yang selalu membentuk suatu m...