Sepertinya tadi aku dimarahi karena aku memukul gong di saat yang kurang tepat, Bonca yang sekarang memegang bonang memarahiku karena tidak fokus.
"Jems fokus Jeems!!" teriak Bonca dari tempatnya duduk.
"Hooh hooh.." aku hanya mengangguk-angguk menanggapi Bonca, yang aslinya bernama Dzulfikar. Kegemarannya memakan apapun dengan produk Bon Cabe lah yang membuat kami, teman-temannya, lebih senang memanggilnya Bonca.
Sebetulnya memang aneh kalau seorang Jalanidhi Megaseta bisa-bisanya salah saat memainkan gong. Bahkan biasanya sambil membalas chat atau membuka 9gag pun aku masih bisa memainkan gong dengan benar. Lagu-lagu degung kebanyakan sudah kuhafal di luar kepala. Hasil didikan Uwa Yayan dulu. Apalagi yang menjadi materi kuliahku sekarang ini. Dan hanya seorang Euis Maelani bisa membuatku tidak fokus dengan hanya mengingat dirinya yang selalu semangat menggerakkan tubuhnya mengikuti irama lagu.
Bagus,
aku benar-benar jatuh cinta.
"Sekali lagi yuk!" kata Merdi yang memegang saron, si tomboy yang buatku masih tetap feminim. Rambutnya panjang indah terawat tapi gaya berpakaian dan tingkahnya seperti laki-laki. Bonca langsung memainkan pangkat lagu. Aku membiarkan tanganku dan memori syarafnya bergerak sendiri memukul gong dengan penabuhnya. Pikiranku melayang-layang lagi.
Tadi malam, ketika Euis turun dari motor, ia mencium helmku dari depan. Dicium dengan cepat bagai kucing yang sedang mencuri ikan. Matanya terpejam. Senyumnya lalu merekah manis. Bagaikan menonton adegan film yang ingin terus kuulang-ulang. Jantungku berdebar sangat kencang bagaikan bedug yang dipukuli bertalu-talu, kalau aku tidak pakai helm, yang ia cium kemarin adalah...
"Anyiiiiiiiing!!" kebenturkan kepalaku ke gong yang kupegangi sedari tadi. Sebegitu frustasi dan bingungnya aku karena ulah Euis tadi malam. Tiba-tiba aku tersadar, aku tidak sedang sendirian... Dan benar, semua orang memandangiku dengan tatapan heran, aneh, bingung, dan semacam itu lah.
"Jems? Sehat...?" tegur Sisil yang sedari tadi duduk menonton, menunggu giliran.
"Astaga Gusti tadi gua ngapain...." aku membenamkan wajahku ke gong karena malu.
"Udeehh ganti gantiii"
"Jems makan sono!"
"Jems istirahat gih, kurang tidur lu ya?" semua orang ramai meneriakiku yang sedang tenggelam dalam syndrome musimanku. Sindrome ketika sedang jatuh cinta. Ah, kehed.
***
Aku bingung ketika tiba-tiba Bonca meletakkan sepiring nasi goreng di depanku, rasanya tadi aku tidak memesan makanan. Kutatap Bonca dengan pandangan bingung, satu alisku terangkat lebih tinggi dari alis lainnya.
"Mau pake bon cabe?" tanya Bonca, membuatku makin bingung.
"Apaan sih?"
"Jems, ini tanda duka cita kami." Merdi, Sisil, Bonca, Tito dan Awang berdiri di depanku sambil memegangi tangan macam pemain bola yang sedang menjadi pagar betis. Bersiap menghalau bola yang ditendang menuju gawang.
"Duka cita apaan sih astagaaa???" aku mulai kesal dengan ulah teman-temanku yang sering tidak tertebak dan aneh-aneh. Bukan pertama kalinya aku dihadapi dengan kelakuan mereka yang seperti ini, malah kadang aku yang menjadi otak kelakuan aneh kami.
"Duka cita atas matinya kesaktian lu Jems." kata Merdi.
"Sakti???" semakin kukernyitkan saja dahiku.
"Biasanya kan lu paling sakti Jems, tapi tadi lu gak beres banget." ujar Awang.
"Terus kita pikir jimat lu luntur." sahut Tito.
"Jadinya kita patungan beliin lu nasi goreng." tambah Sisil.
"Kali-kali gara-gara laper, sakti lu jadi ilang Jems." timpal Bonca. Aku memandangi kelima temanku ini yang berdiri dengan muka polos di hadapanku, mereka berbicara bersahutan seolah sudah berlatih untuk ini.
"Demi Tuhan dan demi apapun yang kalian percayai...gua masih manusiaaaaa, bukan mahluk supranatural nan saktiiiii!" kataku setengah berteriak. Tidak tahu harus mengepret wajah mereka satu persatu atau memeluk mereka satu per satu.
"Astagaaa seorang JM bilang dia manusia!! Hahaha!" Tito terlihat sangat senang seperti habis mendengar pengakuan salah satu selebritis kalau ia mengakui hubungannya dengan selebritis lain. Ya, kurang lebih begitu lah.
"Udah Jems, makan lah biar lu enakan." Merdi duduk di kursi diikuti semua orang.
"Lu, pada, kenapa, sih, gua baik-baik ajaaa. Cuma lagi gak fokus tadi, sumpah!" aku memukuli pinggang teman-temanku satu per satu.
"Udah cepet di makan Jems! Kita udah patungan nih!" paksa Bonca, aku sedikit curiga dengan warna nasi goreng yang agak aneh sebetulnya.
"Sumpah, gua cuma lagi gak fokus. Gua tau dibalik kekampretan kalian ini sebenernya kalian cuma perhatian sama gua." aku menggeleng-gelengkan kepala, setengah tertawa karena ulah teman-temanku yang masih saja memasang wajah polos.
"Siapa yang perhatian Jems? Orang kita cuma mau ngisengin elu, itu nasi goreng udah dikasih boncabe level 15 sebungkus sama Bonca. HAHAHAHAHA!" kata-kata Awang diakhiri dengan menghamburnya semua orang karena takut terkejar olehku.
"SIALAN LO SEMUAAAAAA!"
Sambil berlari membawa piring nasi goreng dengan jebakan bon cabe itu, aku siap menjejalkannya ke semua temanku yang tidak pernah beres kelakuannya.
Tanggal publikasi: 19 Juli 2018
Tanggal penyuntingan: 28 Agustus 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya mah Jodoh
General FictionAda yang bilang, pemusik dan penari itu jodoh karena saling membutuhkan satu sama lain. Tapi apa iya? Kalau misalnya keduanya memiliki jenis kelamin yang sama, masih bisa disebut jodoh kah? Ah, 'jodoh' hanya sebuah kata yang selalu membentuk suatu m...