Berita kembalinya mbak Yara ke kampus sudah menyebar luas. Saat kelas pagi ini saja kudengar Bonca bisik-bisik di sebelahku, membicarakan betapa 'segar'nya mbak Yara pagi ini. Melenggang di lorong kampus dengan dress terusan sedengkul dan sepatu boot.
Ketika kelas selesai aku mendengar langsung pak Made dan mas Wisnu sedang memuji mbak Yara dengan segala bakatnya. Kalau pak Made sih aku yakin lebih ke paras cantik mbak Yara. Heuheu.
Intinya, kalau diibaratkan twitter, hastag yang sedang menempati posisi pertama adalah mbak Yara. Sering bernyanyi theme song iklan shampoo tertentu? Nyanyikan lah itu saat melihat rambut mbak Yara yang melambai-lambai menyapa angin saat beliau melenggang bak model. Aku tidak hafal theme song-nya, di kostan tidak ada TV untukku menghafal theme song itu. Hanya cukup bosan mendengar teman-temanku mendendangkannya.
"Hai Jems!!" aku agak berjingkat kaget, akibat terlalu was-was takut bertemu Mira di mana pun. Alhasil setiap mendengar ada suara wanita memanggilku secara tiba-tiba aku langsung meningkatkan kesiagaanku.
"Eh... Mbak Yara, hehe." kekehku sambil menurunkan bahuku. Sementara aku yakin Bonca, Tito dan Awang melongo melihat mbak Yara.
"Hari ini selesai kelas jam berapa? Kita ngobrol yuk, kemaren video promosi kampus kita aku putar di Prancis loh di depan guru besar-guru besar di sana!" kata mbak Yara bersemangat, penuh senyum sumringah.
"Jam 1 selesai mbak, tapi mungkin kurang soalnya praktek. Video promosi yang mana emangnya mbak?" rasanya aku ikut merasa konyol seperti tiga orang laki-laki di sampingku yang bingung mau melakukan apa. Lebih tepatnya melakukan apa agar disadari kehadirannya oleh mbak Yara.
"Aduh kamu tuh ya, kan kamu salah satu mahasiswa yang ada di video! Gimana sih? Hahaha, I told every proffessors there that you are one of my best!" aku gelagapan, one of my best?? Best apaan nih? Tidak ada embel-embel predikat dj belakangnya lagi kah?
"Ah iya, bisa kan kalau nanti jam 2 kita ketemu di sini.....eh sebentar." mbak Yara duduk di kursi yang tak jauh dari kami, merogoh tasnya mencari sesuatu. Aku menunggu sambil memperhatikan dengan konyol. Tapi tiga temanku lebih konyol, tenang saja.
"Ini alamatnya, bisa?" aku menerima kertas kecil yang sudah ditulisi nama sebuah kafe beserta alamatnya yang terletak di daerah Kemang.
"Bisa mbak. Siap, hehe. Eh...nanti mbak Yara naik.....?" aku memutus kalimatku. Kok kesannya gua ngajak bareng dah, bego.
"Aku nanti ada rapat di gallery deket situ Jems, kita ketemu langsung ya! Bye!" lalu mbak Yara berlalu. Meninggalkan kami berempat dengan mulut menganga dan tangan melambai.
Tahu-tahu Bonca, Tito dan Awang menjitakiku secara brutal sambil sesekali mengataiku. Dengan kesal kubalas jitakan mereka bertiga dan kami seperti orang yang sedang berkelahi.
"ANYING BANGSAT BERUNTUNG BANGET LO SETAANN!!" omel Tito yang dari dulu selalu mendeklarasikan diri bersedia menjadi laki-laki simpanan mbak Yara.
"BUKAN MAU GUA JUGA SETAN!" balasku kesal, menjitak dahi Awang.
"TAU GITU GUA AMBIL SPESIALISASI SULING!!" sesal Awang, tapi tangannya menjitak kepalaku.
"LU KENALIN KITA-KITA KEK DASAR BEGOOO!!!" Bonca kupukul sebagai gantinya telah memukulku.
"Berisik lu semua setaann!!" omelku. Akhirnya kami berhenti sebelum dikira betul-betul sedang berkelahi. Membenahi pakaian dan rambut kami.
"Sumpah Jems kalo besok lu gak ngenalin kita-kita gua gulain kopi lu!" ancam Awang sambil membenahi kemejanya.
"Eh itu botol siapa?" pandangan kami tertuju pada sebuah botol minum berukuran sedang yang tergeletak di bangku tempat mbak Yara duduk tadi.
"Wah punya mbak Yara ketinggalan" kataku pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya mah Jodoh
General FictionAda yang bilang, pemusik dan penari itu jodoh karena saling membutuhkan satu sama lain. Tapi apa iya? Kalau misalnya keduanya memiliki jenis kelamin yang sama, masih bisa disebut jodoh kah? Ah, 'jodoh' hanya sebuah kata yang selalu membentuk suatu m...