Pancake, Parfait, and Kyoto

3.7K 347 17
                                    

Bulan kedua Manami mengandung. Jam dua dini hari, hari kamis.

Terbangun di pagi buta karena keinginan yang muncul mendadak. Manami pun mengambil posisi duduk. Mengguncang pelan bahu Karma yang tidur di sampingnya -dengan harapan dapat membangunkan Si Kepala Merah.

Erangan pelan terdengar dari Karma yang tidurnya terganggu. Sebenarnya, Karma berniat untuk kembali tidur karena sebelumnya ia kurang tidur akibat pekerjaan yang menumpuk. Tapi, ia urungkan niatnya saat menatap wajah Manami yang kini menatapnya penuh harap.

"Kau bisa buatkan pancake?"

Kerutan halus muncul di dahi Karma yang kini tengah duduk sambil mengumpulkan kesadarannya. Ia menoleh ke sisi tempat tidur, menatap jam yang terletak di atas meja di samping tempat tidur. Pukul dua pagi.

"Pancake?" ulang Karma dengan suara serak khas orang bangun tidur. Manami mengangguk antusias.

Karma pernah dengar dari ibunya, kalau wanita hamil memiliki berbagai keinginan unik saat bulan-bulan pertama mengandung. Tapi, ia tak pernah menyangka kalau Manami akan meminta dibuatkan makanan menyusahkan -pancake- di pagi buta seperti ini.

"Tidak bisa tunggu pagi?" tanya Karma sambil menahan kantuknya. Manami menggeleng dengan ekspresi serius.

"Aku maunya sekarang, Karma."

Ekspresi serius yang ditunjukkan Manami pun membuat Karma kalah. Mau tak mau, ia pun harus mengalahkan kantuknya dan memenuhi keinginan Manami akan pancake.

"Baiklah, akan kubuatkan."

"Pancake apel 'ya!"

Di lemari pendingin 'kan tak ada apel. Darimana aku bisa dapatkan apel di pagi buta seperti ini?
.
.
Sudah satu minggu berlalu sejak Manami meminta dibuatkan pancake apel di pagi buta. Karena permintaan itu, Karma terpaksa datang ke rumah Ryouma untuk meminta beberapa buah apel -Karma mengabari semua temannya di kelas E, dan Ryouma bilang kalau ia kebetulan baru berbelanja banyak buah apel.

Malam minggu Karma habiskan di rumahnya. Dengan pekerjaannya yang ia bawa dari kantornya ke rumah.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, namun Karma masih berkutat dengan laptopnya untuk menyelesaikan pekerjaannya dan menyusul Manami untuk tidur.

Itu rencana awalnya.

Pintu ruang kerja miliknya terbuka, menunjukkan sosok Manami yang berbalut dress panjang berwarna ungu gelap. Berjalan perlahan menghampirinya dengan kerutan di dahinya.

Apa dia mau meminta sesuatu lagi?

Di tengah malam seperti ini?

"Karma."

"Ya?"

"Bisa buatkan parfait?"

Kemarin pancake, dan sekarang parfait?

Karma hanya tersenyum simpul untuk beberapa saat setelah permintaan dari Manami terlontar. Sedikit menahan diri untuk tidak mengeluarkan kosa kata kasar pada Manami yang tengah mengandung.

Ya, untuk anaknya. Dan untuk Manami.

"Parfait apa?" tanya Karma dengan nada lembut. Senyum Manami mengembang saat mendengar pertanyaan itu.

"Chocolate parfait!"

Cokelat? Darimana aku bisa dapat cokelat di tengah malam seperti ini?!
.
.
"Karma."

Yang dipanggil pun menoleh, menatap Manami yang duduk di sisinya dengan kepala yang bersandar di bahunya.

"Besok kau sibuk?"

"Tidak, pekerjaanku minggu ini hampir selesai. Kenapa?"

"Aku mau ke Kyoto."

Netra mercury milik Karma melebar. Menatap Manami tak percaya dengan permintaan Manami kali ini.

"Kyoto?"

"Hm."

"Besok?"

"Kalau bisa 'sih, aku ingin berangkat sekarang."

Karma segera menatap jam dinding yang menggantung di ruang tamu. Dirinya dan Manami yang tengah duduk di sofa ruang tamu, sebenarnya berniat menonton televisi. Namun batal karena tak ada siaran yang menarik minat keduanya. Hingga percakapan ini tercipta.

Jam dinding menunjukkan pukul sebelas malam. Besok hari minggu. Sebenarnya ia libur, tapi inginnya di rumah. Bukan jalan-jalan jauh hingga ke Kyoto.

"Tak bisa tempat lain, Manami?" tanya Karma, mencoba menawar pada Manami yang kini menatapnya dengan sebelah pipinya yang digembungkan.

"Tidak. Aku mau ke pemandian air panas di sana."

Keras kepala. Wanita yang sedang hamil dan menginginkan sesuatu itu, akan menjadi sangat keras kepala. Itu yang dikatakan oleh ayah Karma dan ayah Manami. Keduanya sempat memberi beberapa saran pada Karma -berdasarkan pengalaman pribadi- saat tahu kalau Manami mengandung.

Tapi tetap saja, semua saran itu tak akan membuatnya lepas dari setiap keinginan aneh Manami.

Kalau ia tak mengabulkan permintaan Manami, bisa-bisa Manami marah padanya. Jadi, pilihan yang dimilikinya hanyalah mengikuti setiap keinginan Manami.

"Oke, kita ke Kyoto."

"Makasih, Karma!"

Sebuah kecupan singkat pun Karma dapatkan di bibirnya tepat setelah Manami mengucapkan terima kasih. Lalu, Manami pun langsung pergi ke kamar untuk menyiapkan kepergian mereka ke Kyoto. Meninggalkan Karma yang masih membatu di tempatnya.

Kalau mengabulkan keinginannya dapat ciuman 'sih, pasti kukabulkan semua keinginannya...

Their LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang