Jealous

3.6K 308 15
                                    

Pandangan seisi ruangan tertuju pada Karma yang tengah duduk di balik mejanya sambil menguap. Ini sudah kesekian kalinya ia menguap dalam satu jam.

Tentu mereka tahu kalau Karma selalu bekerja dengan keras hingga larut malam. Tapi, mereka sama sekali tidak menyangka kalau Si Kepala Merah akan benar-benar kekurangan tidur -seperti saat ini.

"Heh, kurang tidur 'ya?" sindir salah seorang seniornya di kantor tersebut. Namanya? Nakanishi.

"Dilihat juga tahu 'kan?" balas Karma setengah hati, sukses membuat Si Penannya berdecih kesal dan pergi meninggalkan mejanya.

"Kesusahan menjaga anak 'ya?"

Karma menoleh ke sisi meja kerjanya, mendapati seniornya yang lain -namanya Yosano- tengah berdiri di sana sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Semacam itu," balasnya singkat diikuti senyum miring. "Oh, dan terima kasih untuk sebelumnya. Karena kau sudah mengizinkanku pulang lebih dulu saat istriku melahirkan," lanjutnya dengan senyum simpul.

"Tak masalah. Lagipula, hal wajar jika seorang suami berada di sisi istrinya saat sedang melahirkan," ucapnya dengan senyum lebar di wajahnya. "Jadi, lelaki atau perempuan?" tanyanya sambil melanjutkan topik pembicaraan.

"Keduanya. Mereka kembar," jawabnya dengan senyum tipis. Yosano mengangguk paham.

Paham akan kelelahan dalam menjaga dua bayi di waktu yang sama. Terlebih, ini sudah satu bulan sejak kejadian itu. Dan biasanya, bayi selalu bangun malam dalam beberapa bulan awal setelah lahir. Ia yakin, pasti hal ini yang membuat rekan kerjanya ini kerepotan. Terlebih, sejauh yang ia tahu istri Karma juga bekerja -bukan seorang wanita yang bekerja di rumah.

"Hei, kalian sudah dengar?"

Nakanishi kembali berdiri di depan meja Karma. Menarik perhatian dari Karma dan Yosano yang kini menatapnya datar. Nakanishi tersenyum lebar sesaat.

"Kita akan kedatangan tamu!"
.
.
Tamu.

Kantor tempatnya bekerja sebagai seorang birokrat, kini tengah kedatangan tamu. Dan Karma, Nakanishi dan Yosano diminta oleh salah satu atasan mereka untuk menemani sang atasan untuk menyambut dan membicarakan masalah kerja dengan tamu tersebut.

Tapi, siapa sangka kalau tamu tersebut adalah sebuah kejutan tersendiri untuk Karma?

Tamu mereka adalah tiga orang peneliti dari International Advanced Medical Center of Japan. Satu orang yang bertugas menjelaskan maksud kedatangan mereka -tentunya berhubungan dengan bisnis. Dan dua lainnya adalah peneliti yang sangat dikenalnya.

Beruntungnya, yang bicara masalah bisnis dengan para peneliti adalah atasannya. Jadi, Karma, Nakanishi dan Yosano hanya datang untuk mendengarkan dan mengamati. Karena nantinya, ketiganya akan dilibatkan dalam proyek kerjasama antara tempat mereka bekerja dengan tempat para peneliti itu bekerja.

Diskusi mengenai bisnis berlangsung selama satu jam. Setelah itu, kedua atasan dari kedua pihak pun memisahkan diri -keduanya bilang ingin membicarakan masalah proyek mereka secara detail. Meninggalkan Karma, Yosano dan Nakanishi dengan kedua peneliti tersebut.

"Haa, untung diskusinya berjalan lancar 'ya," kata Nakanishi sambil melonggarkan dasinya dan diikuti helaan napas panjang.

"Ya, begitulah," balas Yosano acuh.

Karma memilih diam dan tidak ikut dalam pembicaraan.

"Oh ya, boleh aku tanya sesuatu pada kalian?" tanya Nakanishi dengan senyum lebar. Usianya yang baru dua puluh delapan tahun itu pun membuat sebuah senyum di wajahnya -yang cukup tampan.

"Berapa usia kalian?"

Kedua peneliti itu saling pandang sejenak, lalu peneliti lelaki itu pun mulai buka suara.

"Usia kami dua puluh tiga tahun."

"Hee, masih muda 'ya. Lalu, apa kau sudah menikah, Nona? Kau cukup manis dengan kepang tunggal dan kacamata yang kau pakai."

Ya, kacamata dan kepang tunggal. Itu Manami. Dan peneliti lelaki yang duduk di sampingnya adalah Koutarou -mengingat keduanya bekerja di tempat yang sama.

"Maaf, aku sudah menikah," jawab Manami dengan senyum canggung.

Koutarou mendengus kecil. Dalam hati merasa kasihan dengan Nakanishi yang kapan saja bisa kehilangan nyawa di tangan Setan Merah.

Yosano sendiri lebih memilih untuk mengabaikan Nakanishi yang tengah menggoda Manami. Entah kenapa, dirinya mulai merasa tak nyaman dengan suasana di ruangan tempat mereka berada.

"Aku keluar sebentar."

Karma bangkit dari posisinya dan segera pergi ke luar ruangan dengan ekspresi datar.

Manami dan Koutarou yang menyadari perubahan suasana hati Karma pun saling tatap untuk beberapa saat.

Tak lama setelah Karma keluar, ponsel Manami pun bergetar. Kerutan halus hadir di dahinya saat ia membaca sederetan kalimat yang ia dapat dari email yang dikirim Karma.

"Peringatan 'ya?" tebak Koutarou sambil menaikkan kacamatanya. Manami menanggapi dengan tawa canggung, membuat Koutarou paham akan jawaban Manami.

"Peringatan apa?" tanya Nakanishi penasaran. Yosano yang duduk di sisinya hanya bisa mendengus kecil.

"Ah, dari suamiku," jawab Manami dengan senyum simpul, mengundang dengusan sebal dari Nakanishi.

"Bagaimana kalau kau tinggalkan suamimu dan menikah denganku saja?"

Sebuah senyum penuh percaya diri tercetak di bibir tipis Nakanishi -mengundang tatapan jijik Yosano yang berusaha acuh. Koutarou menatap datar Nakanishi -antara kasihan dan kesal dengannya.

"Maaf, saya menolak."

Tenang. Manami membalas penawaran Nakanishi dengan tenang, disertai senyum tipis tanda penolakkan -membuat Nakanishi tertohok langsung karenanya.

"Tapi-"

Ucapan Nakanishi terpotong saat pintu ruangan terbuka, menunjukkan sosok kedua atasan dari kedua pihak yang tengah berdiri di ambang pintu.

"Mana Akabane?"

"Tadi keluar," jawab Nakanishi dengan senyum simpul.

"Hah, kalau begitu-"

Dan pembicaraan tentang bisnis pun kembali berlanjut. Meninggalkan Karma yang masih belum kembali ke ruangan tersebut.
.
.
Sepulang kerja, Karma dan Manami pun segera menuju rumah orangtua Manami -untuk menjemput Kouichi dan Miyuki yang dititipkan di sana selama dirinya dan Manami bekerja.

Setelah itu, ia pun segera pulang.

"Karma."

"Hm?"

Keduanya duduk di dalam mobil, dengan Kouichi dan Miyuki yang berada di gendongan Manami yang terlihat sedikit kerepotan.

"Kenapa kau pergi ke luar ruangan tadi?"

Jeda sesaat terjadi. Manami menghela napas kecil. Mungkin, Karma tak ingin menjawab pertanyaan tersebut.

"Kau memintaku untuk melihatmu digoda oleh pria lain, begitu?"

Mengerikan dan mengancam, seperti itulah nada suara Karma saat ini. Bahkan Manami bisa merasakan hawa membunuh dari Karma yang duduk di balik kursi kemudi.

"Atau, kau ingin aku menghajarnya saat itu juga dan membatalkan proyek kerjasama antara tempatku dengan tempatmu?"

Manami menelan salivanya berat. Mulai paham akan apa maksud perkataan Karma.

"Jangan ulangi lagi," ucapnya memperingatkan. Nada suaranya sudah terdengar melunak -walau masih terdengar mengerikan.

"Atau, aku akan mengirimnya ke dunia lain segera."

Their LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang