Kebahagiaan bagi setiap manusia itu berbeda antara yang satu dengan yang lain. Tapi, satu-satunya kebahagiaan terbesar saat sudah menikah adalah hadirnya seorang anak.
Setidaknya, itu yang kini dirasakan oleh Karma.
Di tengah pekerjaannya yang menumpuk, dirinya mendapat kabar dari Takebayashi Koutarou, kalau Manami masuk rumah sakit akibat sakit pada perutnya. Membuatnya gelisah dan cemas di saat yang sama.
Tentunya, hal ini menjadi perhatian tersendiri bagi para rekan kerja Karma yang tak pernah melihat Karma gelisah -karena biasanya, Karma selalu mengusili mereka dan selalu bersikap profesional atas pekerjaannya.
Beberapa jam tak dapat kabar dari Koutarou yang ia minta untuk mengawasi Manami hingga pekerjaannya selesai. Perasaan gelisah yang ia rasa pun semakin memuncak. Dirinya tentu tahu usia kandungan istrinya saat ini. Sembilan bulan, usia yang cukup untuk melahirkan.
"Ada sesuatu, Akabane?"
Senior Karma yang terpaut beberapa tahun darinya kini berdiri di depan meja kerja Karma. Mendapat tatapan lebar dan kerutan alis dari Karma.
"Kau terlihat gelisah sejak tadi. Dan kau tak henti-hentinya mengecek ponselmu setiap menit. Terjadi sesuatu?"
Karma mendengus kasar. Mengacak rambutnya gemas, lalu kembali menatap seniornya datar.
"Istriku masuk rumah sakit. Dan sepertinya sudah masuk ke pembukaan untuk melahirkan," jawabnya dengan senyum miring dan ekspresi khawatir yang kentara.
"Lalu, kenapa kau masih di sini?"
"Hah?"
.
.
Derap langkah cepat terdengar dari lorong rumah sakit lantai dua.Dalam perjalanannya ke rumah sakit, Karma menelepon Koutarou untuk mengetahui kabar Manami. Dan berita baik pun ia dapat.
Pintu ruangan di hadapannya pun ia buka dengan kasar, membuat Manami yang tengah berbaring di atas tempat tidur sedikit terlonjak kaget karenanya. Dengan segera, Karma pun menghampiri Manami dan berdiri di sisi tempat tidur.
"Astaga, kau berkeringat, Karma," canda Manami diikuti tawa kecil. Suara Manami terdengar lelah -tentu Karma menyadari perubahan tersebut.
"Kau membuatku khawatir 'tahu," balas Karma dengan senyum miring -sedikit kesal karena Manami meminta Koutarou untuk tidak mengabari Karma lebih lanjut tentang keadaannya. "Yang lebih penting, bagaimana tadi?" tanyanya sambil mengalihkan topik pembicaraan.
"Sakit. Aku hampir pingsan tadi."
Keduanya tertawa pelan, lalu saling tatap dalam diam.
"Lalu?"
"Kembar."
Karma diam. Manik mercury miliknya melebar dan ekspresi terkejut terpatri jelas di wajahnya -membuat Manami menahan tawa karena ekspresi Karma yang terbilang langka.
"Serius?"
"Aku tak akan bercanda di saat seperti ini, Karma."
Keduanya kembali terdiam. Manami memilih untuk mengamati perubahan ekspresi Karma yang terlihat masih terkejut.
"Di mana mereka?"
Tangan kanan Manami terangkat, menunjuk ke sudut lain ruangan dengan jari telunjuknya. Dua keranjang bayi ada di sana, membuat Karma kembali kehilangan kata-kata.
"Bagaimana kalau kau lihat mereka? Salah satunya mirip denganmu."
"Wajar 'kan? Aku ayahnya."
Berjalan pelan menuju dua keranjang bayi tersebut. Mendapati dua bayi mungil tertidur nyenyak di sana, membuat setiap perasaan khawatir dan cemas yang sebelumnya ia rasakan menguap.
"Nee, Manami." Yang dipanggil menggeram kecil tanda mendengarkan. "Mereka beda gender?" tanya Karma sambil menatap Manami yang masih berbaring di tempat tidur.
"Hmm. Langka 'kan? Mereka kembar, tapi hanya wajah mereka yang mirip. Warna mata dan rambut mereka berbeda."
Netra mercury miliknya kembali beralih pada kedua bayi tersebut. Entah mengapa, ia merasa terharu akan kejadian ini. Seakan setiap usahanya selama ini terbayar. Siapa sangka kalau dirinya bisa menikahi Manami dan sampai punya anak kembar?
"Kau sudah putuskan nama mereka?" tanya Karma dengan senyum tipis. Manami menggeleng pelan.
"Kenapa tidak kau saja yang putuskan?"
Kerutan halus terbentuk di dahi Karma yang menatap Manami sedikit ragu. Manami sendiri hanya menanggapinya dengan senyum manis.
"Siapa yang keluar lebih dulu? Yang lelaki, atau yang perempuan?" tanya Karma lagi -sambil terus memikirkan nama yang pantas untuk kedua anaknya.
"Yang lelaki."
Karma mengangguk paham. Melipat kedua tangannya di depan dada sambil menatap lekat pada dua objek menggemaskan di hadapannya. Ia akui, mencari nama yang pantas untuk anaknya itu sulit.
"Bagaimana kalau 'Kouichi' untuk yang lelaki?"
"Kouichi?"
"Yup. Ditulis dengan kanji 'happiness' dan 'one'. Bagaimana?"
Senyum lebar tercetak jelas di wajah bulat Manami, membuat senyum yang sama hadir di wajah Karma.
"Bagus, aku suka. Lalu, yang perempuan?"
"Hm, bagaimana kalau 'Miyuki'?"
Manami mengerutkan keningnya, menatap Karma yang kini tersenyum lebar.
"Artinya, 'beautiful happiness'," ucapnya dengan senyum lembut. "Sama denganmu yang memakai kanji 'beautiful' di namamu 'kan?" ungkapnya dengan cengiran lebar, mengundang semburat tipis di wajah Manami.
Kebahagiaan bagi sepasang suami-istri baru adalah hadirnya sosok buah hati bagi mereka. Sebuah kebahagiaan sederhana yang sangat berarti. Karena itulah, Karma memakai kanji 'happiness' pada nama kedua anggota baru keluarganya.
Karena mereka adalah kebahagiaan untukku dan Manami.

KAMU SEDANG MEMBACA
Their Life
FanfictionKehidupan yang dialami oleh keluarga Akabane, setelah Karma berhasil menikahi Manami. Genre: Family, Slice of Life, Romance Main Pairing: KarManami Assassination Classroom © Matsui Yusei